Yuk membelajarkan diri melalui pengalaman asyik Outbound/ penjelajahan asyik.


Pendidikan Sepanjang Hayat; Apaan Sih?

Catatan ini merupakan garapan saya untuk UTS mata kuliah "Filosofi dan Teori Pendidikan Nonformal" pada perkuliahan Magister di Departemen Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Psikologi dan Ilmu Pendidikan, Universitas Yogyakarta. Dosen kami tercinta hanya menanyakan 3 soal saja sih... yang jawaban versi saya bisa dinikmati di sini; ilustrasi hanya pemanis saja ya.... Yuk langsung saja.

Kamu cari ilmu? serius?
sumber gambar : https://i.pinimg.com/originals/c2/66/c2/c266c2ffc5418b9025ddefe9b4c4ee8d.jpg

Soal Nomor 1

Filosofi Pendidikan Non Formal ini merupakan salah satu mata kuliah yang utama di PLS :

  • Jelaskan konsep dasar pendidikan sepanjang hayat
  • Evaluasi konsep itu
  • Kritik konsep itu
  • Komparatifkan konsep tersebut dengan pendapat ahli lain, kelebihan dan kekurangannya

Penjelasan Konsep Dasar Pendidikan Sepanjang Hayat

Pendidikan sepanjang hayat adalah suatu konsep dimana sesorang atau individu dengan suatu proses pendidikan itu dilakukan seumur hidupnya, mulai dari kecil sampai tua, tanpa mengenal usia. Proses pendidikan dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja tanpa dibatasi oleh format pembelajaran formal. Tujuan pendidikan sepanjang hayat adalah mengembangkan potensi manusia secara optimal dalam rangka menyelaraskan pendidikan wajib belajar dengan pengembangan kepribadian manusia. Pendidikan sepanjang hayat atau seumur ini berlaku untuk semua orang tanpa terkejuali dalam arti siapa saja yang lahir di dunia pasti akan terus belajar sampai seumur hidupnya, bukan berarti hanya dalam mengikuti pendidikan sampai mencapai gelar saja. Pendidikan Sepanjang Hayat mencakup konsep pedagogi dan andragogi, maka, prosesnya diperoleh melalui pengalaman-pengalaman kehidupan yang telah dijalani. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan berlangsung sejak manusia dilahirkan hingga ia meninggal dunia.

Pendidikan sepanjang hayat dapat dilakukan dalam lingkup rumah tangga, lingkungan sekolah, dan masyarakat, dengan syarat seseorang harus mempunyai rasa ingin tahu yang besar sebagai motivasinya. Melalui proses pendidikan sepanjang hayat ini, seseorang diharapkan mampu meningkatkan kualitas kehidupannya secara berkesinambungan, mampu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi, serta mampu mengikuti perkembangan masyarakat dan budaya untuk menghadapi tantangan masa depan dan mengubahnya menjadi peluang [1].

Evaluasi & Kritik Konsep Dasar Pendidikan Sepanjang Hayat

Pendidikan sepanjang hayat merupakan suatu konsep yang terminologinya sederhana, namun dalam praktiknya susah digeneralisir karena ketiadaan standar. Belajar seumur hidup digunakan untuk apa jika seseorang belum mempunyai tujuan hidup yang jelas, atau bahkan sudah cukup dengan kehidupannya saat ini. Hal ini menjadi tantangan bagi mereka yang ingin melakukan pembelajaran sepanjang hayat. Motivasi yang kuat diperlukan bagi mereka yang hendak menghayati dan melaksanakan konsep belajar sepanjang hayat.

Siapa dapat menjamin seseorang itu dapat menjalani pendidikan sepanjang hayat, terutama yang bersifat informal, secara efektif jika tidak ada acuan yang jelas? Apakah dengan sekedar menyaksikan penetahuan populer setiap hari melalui kanal media sosial sudah bisa dikategorikan sebagai pendidikan sepanjang hayat? Pelajaran apa yang bisa dipetik dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari menjadi pertanyaan turunannya. Tanpa korelasi yang jelas antara 3 item di dalamnya, yaitu pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal, maka konsep pendidikan sepanjang hayat  hanya akan menjadi jargon saja.

Komparasi Konsep Dasar Pendidikan Sepanjang Hayat terhadap Konsep Lain

Sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional Indonesia, konsep belajar sepanjang hayat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan dan program. Secara konkrit konsep tersebut diwujudkan dalam bentuk pendidikan nonformal dan informal yang merupakan upaya bersama dari seluruh komponen pemerintah dan masyarakat yang dilakukan secara terencana dan sistematis agar peserta didik dapat mengembangkan kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pendidikan nonformal dan informal mempunyai posisi strategis dalam meningkatkan kualitas, harkat, dan martabat setiap warga negara sebagai bangsa yang berdaulat (UU Sisdiknas Pasal 1). Dalam konteks ini, pendidikan harus dilihat sebagai human investment yang mempunyai perspektif multidimensional: sosial, budaya, ekonomi, maupun politik. Namun, untuk mewujudkan pemikiran atau gagasan tersebut bukan pekerjaan yang mudah karena penyelenggaraan pendidikan masih dihadapkan pada berbagai kendala, seperti lemahnya good governance dan rendahnya partisipasi masyarakat pada tataran praksis [2].

Mengomparasikan konsep pendidikan sepanjang hayat dengan konsep pendidikan formal, nonformal, maupun informal tentu bukan hal yang sebanding, karena ketiga konsep terakhir tadi menjadi bagian dari pendidikan sepanjang hayat.

Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal paling banyak terdapat pada usia dini, serta pendidikan dasar, adalah TPA, atau Taman Pendidikan Al Quran,yang banyak terdapat di Masjid dan Sekolah Minggu, yang terdapat di semua Gereja. Selain itu, ada juga berbagai kursus, diantaranya kursus musik, bimbingan belajar dan sebagainya. Sedangkan pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

Hal yang justru perlu dilakukan adalah membuat ketiga jenis pendidikan tadi bisa sinergis menunjang keterlaksanaan pendidikan sepanjang hayat bag seluruh masyarakat Indonesia [3].

Pendidikan Sepanjang Hayat
sumber gambar : https://i.pinimg.com/originals/e0/5c/78/e05c788583572a93aac550d5e34204b2.jpg 

 Soal Nomor 2

  • Jelaskan konsep-konsep mengenai teori kognisi, motivasi yang sudah kita diskusikan,
  • Evaluasi konsep-konsep tersebut,
  • Kritik konsep-konsep tersebut,
  • Jelaskan bagaimana mengimplementasikan konsep tersebut dalam dunia kerja

 

Teori Kognisi

Penjelasan

Teori Kognisi dalam konteks psikologi sosial merupakan proses seseorang memeroleh pengetahun melalui pengenalan, penafsiran, pemerhatian, atau berdasarkan pengalamannya sendiri. Terdapat subyek yang dijadikan acuan dalam proses reproduksi guna menyimpulkan suatu pengetahuan. Ketika suatu konsekuensi diterima seorang subyek saat melakukan pengalaman tertentu, entah positif, atau sebaliknya negatif, hal tersebut akan diingat oleh sang pembelajar dan dijadikan suatu pengetahuan. Teori kognitif sosial, yang dikembangkan oleh Albert Bandura ini, didasarkan atas proposisi bahwa baik proses sosial maupun proses kognitif adalah sentral bagi pemahaman seseorang mengenai motivasi, emosi, dan tindakan manusia. Konsep-konsep  kemampuan kognitif dasar manusia adalah:

  1. Symbolising Capability. Merupakan kemampuan menyimbolkan/ mentransformasikan pengalaman untuk diolah menjadi ide-ide tentang hal yang baik atau sebaliknya buruk, tergantung pada kelengkapan informasi yang dimilikinya.
  2. Forethought Capability. Merupakan pemikiran ke depan/ antisipatif sebagai dasar pengambilan tindakan dengan tujuan tertentu di masa kini.
  3. Vicarious Capability. Merupakan kemampuan belajar dari model/ perwakilan yang diamatinya, sehingga menciptakan efektifitas waktu maupun energi dalam belajar.
  4. Self-regulatory Capability. Merupakan standar internal yang dipergunakannya untuk mengevaluasi perilakunya sendiri, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap perilaku selanjutnya.
  5. Self-reflective Capability. Merupakan kemampuan pembelajar melakukan refleksi berbasis analisis dan evaluasi atas pengalaman dirinya, guna menghadapi realitas/ tantangan hidup berikutnya [4].

Secara umum, prinsip-prinsip dasar teori belajar kognitif antara lain:

  1. Belajar merupakan suatu bentuk perubahan akan informasi pengetahuan.
  2. Pembelajaran berfokus pada cara bagaimana peserta didik memperoleh, memahami, dan menyimpan informasi dalam ingatannya.
  3. Pembelajaran menekankan pada proses berpikir yang kompleks.
  4. Kegiatan belajar mengajar melibatkan keaktifan peserta didik untuk membangun pengalaman belajar.
  5. Hasil pembelajaran tidak hanya bergantung pada informasi yang diberikan guru, tapi juga pada cara peserta didik memproses informasi tersebut [5]

Evaluasi

Pendekatan teori kognisi lebih menekankan pada proses daripada hasil. Dari sisi keterlaksanaan proses bisa didapatkan efektivitas karena alur pembelajaran seperti sudah terkondisikan seperti halnya yang dialami oleh role model. Namun untuk proses penggalian makna tiap segmen, teori kognisi kurang bisa mengakomodirnya, sehingga bisa jadi satu pembelajar dengan pembelajar lainnya bisa mendapatkan pemahaman yang berbeda. Teori kognitif mudah dipraktiikan pada siswa usia muda, namun akan lebih sulit diaplikasikan pada orang dewasa yang biasanya sudah mempunyai konsep tertentu terhadap materi pembelajaran.

Kritik

Penggunaan teori Kognisi seperti mencari jalan mudah saja dalam memahamkan suatu konsep. Kesalahan seorang guru/ model yang dijadikan contoh bisa berakibat fatal, seperti fenomena kontraproduktif dari pihak yang seharusnya memberi teladan. Kasus KPK menetapkan Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru pada Unila tahun akademik 2022 [6] sungguh mencoreng dunia pendidikan. Secara teori kognisi sulit dimengerti bahwa seorang pendidik dengan jabatan akademik terhormat bisa melakukan tindakan demikian, namun kenyataannya hal itulah yang terjadi.

Kritik lain misalnya terkait kematian lebih dari 125 orang penonton sepak bola di Stadion Kanjuruhan Malang akibat tindakan petugas pengamanan yang tanpa prosedur [7] juga menyiratkan lemahnya profesionalitas dalam dunia olah raga yang justru seharusnya menjunjung tinggi nilai sportivitas. Masyarakat umum tentu tidak boleh mencontoh sikap kurang terpuji para role model ini, walau secara teori kognitif mereka adalah panutan sebagai salah satu sumber pengetahuan/ kebenaran.

 Implementasi dalam Dunia Kerja

Teori kognisi sangat tepat diimplementasikan dalam dunia kerja yang menekankan kemampuan berdimensi “ketrampilan teknis.” Hal ini disebabkan oleh prinsip duplikasi proses yang lekat dalam proses pembelajarannya. Cara membangun tembok batu bata dengan material, alat, dan metode tertentu merupakan salah satu contoh penerapan teori kognisi yang diperagakan seorang mandaor atau kepala tukang pada tukang lainnya yang hendak belajar. Ketika sudah diketahui dengan persis hasil “pembangunan” dengan mekanisme tertentu, maka selanjutnya pembelajar cukup menirukannya saja “pengetahuan” tersebut.

Terkait kasus “Rektor Koruptor” dan “Tragedi Kanjuruhan,” yang sudah disebutkan dalam subbab sebelumnya, maka implementasi teori kognisi yang baik adalah dengan memberikan sanksi atau hukuman yang setimpal pada para pelaku, tentunya sesuai sistem yang berlaku di Indonesia. Kesalahan seorang/ pihak pengampu wewenang sudah sepatutnya mendapat ganjaran, sehingga itu menjadi contoh bagi banyak orang bahwa seyogyanya para pemimpin bisa melaksanakan semua perannya dengan bertanggung jawab.

Teori Motivasi

Penjelasan

Motivasi dalam konteks pembelajaran adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa untuk  menimbulkan kegiatan belajar yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai [8].

Tiga aspek penting dalam motivasi, adalah :

a. Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi.

b. Motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan.

c. Motivasi ditandai oleh reaksi–reaksi untuk mencapai tujuan.

 

Bentuk motivasi belajar di Sekolah dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

  1. Motivasi Intrinsik, adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorong melakukan tindakan belajar, misal keinginan memahami suatu konsep, ingin memperoleh pengetahuan dan sebagainya.
  2. Motivasi Ekstrinsik, adalah hal atau keadaan yang datang dari luar individu siswa, yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar, misalnya untuk memperoleh hadiah, pujian lolos dari sanksi, kebanggan, dan sebagainya.

Salah satu teori motivasi secara umum adalah Hirarkhi Kebutuhan versi Maslow (Need Hhierarchy Theory)  yang  menegaskan tentang cara-cara memotivasi seseorang dengan cara memperhatikan faktor-faktor yang menjadi kebutuhannya, secara bertingkat. Setelah kebutuhan yang pertama terpenuhi maka mereka akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan pada tingkat berikutnya dan seterusnya. Tingkatan kebutuhan tersebut antara lain:

  1. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan yang mendasar (pokok) yang harus segera dipenuhi, contohnya: makan, minum, tempat tinggal, dan lain-lain.
  2. Kebutuhan keselamatan dan keamanan (safety security needs), yaitu kebutuhan keamanan dan keselamatan diri maupun ekonomi masa depan, dan bebas dari ancaman lainnya.
  3. Kebutuhan sosial, cinta dan memiliki, yaitu kebutuhan antar teman, kerja sama, saling cinta kasih, untuk saling memperhatikan, mencurahkan isi hati dan lain-lain, contohnya: butuh teman kerja, bermain dan lain-lain
  4. Kebutuhan penghargaan (esteems), yaitu kebutuhan akan penghargaan diri baik dibawahan, atasan, teman, keluarga maupun lingkungan, contohnya: pujian, tanda penghargaan dan sanjungan.
  5. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization), yaitu kebutuhan untuk menunjukan diri atau menggunakan segala kemampuannya untuk mencapai prestasi yang tinggi.

Bagan Hirarkhi Kebutuhan versi Maslow dapat di lihat pada gambar berikut [9]

 

Hirarki kebutuhan manusia menurut Maslow

Evaluasi

Motivasi menjadi penggerak supaya seseorang melakukan pembelajaran atau pekerjaan tertentu. Dalam konteks hirarkhi kebutuhan versi Maslow, kadang-kadang muncul ketidaksinkronan urutan maupun manipulasi tampilan dari seseorang dalam pemenuhannya. Hal ini diakibatkan karena konsep diri yang kurang seimbang. Contoh ironis dalam upaya pemenuhan kebutuhan ini adalah saat Presiden Republik Indonesia menyorot gaya hidup para pejabat Polri.

Awalnya, Presiden Jokowi mengatakan saat ini 66 negara sedang berada di posisi rentan. Saat ini, kata Jokowi, 345 juta orang di 82 negara negara sudah masuk menderita kekurangan pangan akut.


"Ini yang semua kapolda, kapolres, pejabat utama Polri harus tahu, keadaan situasi ini harus ngerti sehingga punya sense of crisis yang sama. Hati-hati dengan ini, hati-hati," ujar Jokowi dalam pengarahan seperti dilihat di YouTube Setpres, Sabtu (15/10/2022).

Kemudian Jokowi menyoroti masalah gaya hidup Polri. Dia meminta mereka ngerem dalam masalah gaya hidup.

"Saya ingatkan masalah gaya hidup, lifestyle. Jangan sampai, di situasi sulit, ada letupan-letupan sosial karena adanya kecemburuan sosial ekonomi, hati-hati. Saya ingatkan yang namanya polres-kapolres, yang namanya kapolda, yang namanya seluruh pejabat utama, perwira tinggi, ngerem total masalah gaya hidup," tegas Jokowi.

Jokowi mengungkapkan menerima banyak laporan soal gaya hidup polisi. Dia menekankan hal seperti gaya hidup juga mempengaruhi indeks kepercayaan publik pada Polri.

"Saya terlalu banyak terima laporan, sehingga kembali lagi gaya hidup, urusan kecil-kecil tapi bisa mengganggu kepercayaan Polri. Urusan mobil, urusan motor gede, urusan remeh temeh, sepatu apa, bajunya apa, dilihat masyarakat saat ini, itu yang kita harus ngerti dalam situasi dunia yang penuh keterbukaan dan keluhan masyarakat terhadap anggota Polri semuanya," tutur Jokowi [10].

Fenomena gaya hidup Polri seperti disinggung Presiden, merupakan anomali dalam pengejawantahan teori pemenuhan kebutuhan. Atau bisa juga dikatakan teori tersebut tidak selamanya berlaku untuk semua orang. Kebutuhan fisiologis yang mestinya menjadi hal mendasar yang harus dipenuhi pasti sudah terpenuhi oleh para pejabat tadi. Namun justru item-item dalam kebutuhan dasar tersebut digunakan sebagai pemenuhan akan kebutuhan pada tingkat 4; penghargaan, atau tingkat paling atas; aktualisasi diri

Kritik

Penerapan dan tinjauan teori motivasi perlu dibarengi dengan pemikiran radikal yang menjadi tujuan seseorang melakukan sesuatu.  Dalam contoh fenomena polri, maka perlu dipahamkan bahwa teori tersebut bukan merupakan keharusan yang digeneralisasi hanya dengan kepalsuan. Kebutuhan penghargaan bagi seorang abdi negara adalah ketika secara natural masyarakat menghargai kinerja para pengayom masyarakat tadi. Dengan bekerja secara tulus dan profesional maka otomatis akan membangun wibawa yang bersangkutan. Kebutuhan aktualisasi diri bisa ditunjukkan dengan secara konsisten melakukan pengabdian tanpa pamrih selain pemenuhan hak dan kewajiban seperti diatur undang-undang. Aktuallah menjadi pengayom masyarakat yang benar-benar mengayomi dengan pengabdian, bukan dengan perasaan diri yang palsu karena bisa mengenakan barang-barang mewah.

Implementasi dalam Dunia Kerja

Implementasi teori motivasi dalam dunia kerja mengambil contoh tentang profesi Fasel/ fasilitator experiential learning, atau lebih umum disebut dengan pemandu outbound. Berikut ini penjabaran 5 motivasi pemenuhan kebutuhan seorang Fasel.

  1. Kebutuhan fisiologis à sama seperti kebanyakan manusia, yaitu makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal. Seorang Fasel bekerja pertama-tama untuk memenuhi kebutuhan dasar ini
  2. Kebutuhan keselamatan dan keamananà Seorang Fasel perlu merasa aman dan nyaman dalam beraktivitas, maka dia akan berusaha menjalankan tiap proses pendampingan sesuai dengan prosedur yang berlaku.  
  3. Kebutuhan sosial à Seorang Fasel memerlukan wadah untuk berteman dan bersosialisasi, maka dia ikut berbagai perkumpulan, salah satunya bergebung menjadi anggota AELI/ Asosiasi Experiential Learning Indonesia.
  4. Kebutuhan penghargaan à dalam komunitasnya, para Fasel juga berusah mendapatkan respek dari orang lain, maka dia berusaha menampilkan potensi yang dia miliki, misal dalam hal keahliannya atau kemampuan manajerial organisasi. Saat mendampingi peserta dalam proses pembelajaran, dia juga memerlukan penghargaan dari peserta.
  5. Kebutuhan aktualisasi diri à Guna mengaktualisasikan dirinya, seorang Fasel bersedia, bahkan ada yang berambisi menjadi pengurus asosiasi. Dengan menjadi pengurus dia merasa bangga.  Ada pula lalu Fasel yang sekolah/ sekolah lagi mengambil jenjang magister demi memenuhi hasrat aktualisasi kompetensinya. 
Pendidikan membuatmu tetap bisa berlayar
sumber gambar: https://i.pinimg.com/originals/cf/90/3c/cf903c432fcfa866863a0deffa130a1c.jpg

 Soal Nomor 3

Jelaskan pemikiran-pemikiran tentang teori pendidikan menurut aliran-aliran Filsafat Idealism, Realism, Pragmatism, Positivism & Eksistensialism

 

Filsafat Idealism

Beberapa karakteristik filsafat idealism adalah:

  • Hakekat kenyatan adalah ide sebagai gagasan kejiwaan. Apa yang dianggap kebenaran realitas hanyalah bayangan atau refleksi dari ide sebagai kebenaran bersifat spritual atau mental.
  • Ide sebagai gagasan kejiwaan itulah sebagai kebenaran atau nilai sejati yang absolut
  • Pendidikan adalah kegiatan intelektual untuk membangkitkan ide-ide yang masih laten, antara lain melalui introspeksi dan tanya jawab.
  • Sekolah berfungsi membantu siswa mencari dan menemukan kebenaran, keindahan  dan kehidupan yang luhur

Paham pemikiran idealisme meyakini bahwa pada hakekatnya dunia ini hanya spritual dan tidak meyakini pengaruh material atau fisik. Bahwa dibalik semua kejadian fisik atau material itu merupakan aktualisasi dari spritual yang ada. Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Hakikat manusia adalah rohaninya, yakni apa yang disebut ‘mind’.

Filsafat Idealisme, berpandangan bahwa kenyataan akhir atau kenyataan yang sebenarnya adalah spiritual/rokhaniah atau cita. Tujuan pendidikan adalah mengembangkan individu sebagai pribadi yang terbatas, dan ia mampu berbuat selaras dengan suatu kehidupan yang mulia. Tujuan ini dapat dicapai dengan cara mengekspresikan dirinya secara positif, dengan mempergunakan metode dialektis untuk mengembangkan kemampuan menilai dan menalar, yang bisa dicapai melalui pengajaran [11].

 Filsafat Realisme

Karakteristik filsafat Realisme adalah menekankan pada pengakuan adanya kenyataan hakiki  yang objektif, di luar manusia, kenyataan hakiki yang objektif itu  ada secara praeksistensi yakni mendahului dan lebih utama dari keberadaan manusia beserta kesadarannya. Filsafat ini merupakan aliran dalam ilmu pengetahuan yang mempersoalkan objek pengetahuan manusia. Aliran ini memandang bahawa objek pengetahuan manusia berada diluar diri manusia. Realisme sanagat bertolak belakang dengan idealisme karena realisme memandang suatu bukti yang riil secara nyata sedangkan idealisme hanya dalam akal pikiran manusia. 

Filsafat realisme dibagi 2 yaitu Relisme Klasik/ Rasional dan Relisme Alam/ Religius

Di antara keduanya saling dikaitkan dalam dunia pendidikan sehingga akan menjadikan keberhasilan dalam pembelajaran.

Contoh penerapan filsafat realisme: Menanamkan pengertian lebih penting daripada menghafal, pelajaran di di sesuaikan dengan perkembangan  anak ,memberi pelajaran dengan mendahulukan yang mudah dahulu [12].

 Pragmatisme

Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang berikutnya.

Pragmatisme dalam perkembangannya mengalami perbedaan kesimpulan walaupun berangkat dari gagasan asal yang sama. Kendati demikian, ada tiga patokan yang disetujui aliran pragmatisme yaitu, (1) menolak segala intelektualisme, dan (2) absolutisme, serta (3) meremehkan logika formal.

Penerapan konsep pragmatisme secara eksperimental melalui lima tahap yaitu [13]:

  1. Situasi tak tentu, àtimbulnya situasi   ketegangan  di dalam pengalaman yang perlu  dijabarkan secara spesifik
  2. Diagnosis, àmempertajam masalah  termasuk perkiraan faktor penyebabnya
  3. Hipotesis, à penemuan gagasan yang diperkirakan  dapat mengatasi masalah
  4. Pengujian hipotesis à pelaksnaan   berbagai hipotesis dan hasilnya serta implikasinya  masing- masing jika
  5. Evaluasi à mempertimbangkan hasilnya setelah hipotesis  terbaik  dilaksanakan 

 Filsafat Positivisme

Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Kalau sesuatu itu memang ada, maka adanya itu pastilah dapat diamati dan atau diukur. Aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme khususnya idealisme Jerman Klasik).

Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan. Oleh karenanya Nilai-nilai bersifat absolut dan abadi yang berdasarkan hukum alam. Oleh karena itu, pendidikan tidak lain dari usaha untuk mengajarkan berbagai disiplin pengetahuan terpilih sebagai pembimbing kehidupan yang terbaik, seperti sejarah, bahasa, IPA, dan matematika [14]

 Filsafat Eksistensialisme

Eksistensialisme berarti filsafat mengenai aku, dan bagaimana aku hidup. Dengan  demikian, eksistensialisme adalah filsafat subyektif mengenai diri. Dari sudut etimologi eksistensi berasal dari kata “eks” yang berarti diluar dan “sistensi” yang berarti berdiri atau menempatkan, jadi secara luas eksistensi dapat diartikan sebagai berdiri sendiri sebagai dirinya sekaligus keluar dari dirinya. Eksistensialisme merupakan suatu aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan pada manusia, dimana manusia dipandang sebagai suatu mahluk yang harus bereksistensi, mengkaji cara manusia berada di dunia dengan kesadaran. Jadi dapat dikatakan pusat renungan eksistensialisme adalah manusia konkrit[15].

Eksistensialisme didefinisikan sebagai usaha untuk memfilsafatkan sesuatu dari sudut pandang pelakunya dalam memberi perhatian terhadap masalah-masalah kehidupan manusia modern. Eksistensialisme menekankan tema eksistensi pribadi yang dibandingkan dengan eksistensi manusia secara umum, kemustahilan hidup dan pertanyaan untuk arti dan jaminan kebebasan manusia, pilihan dan kehendak, pribadi yang terisolasi, kegelisahan, rasa takut yang berlebihan dan kematian.

Dlmm konteks pendidikan, karena pusat pembicaraan eksistensialisme adalah keberadaan manusia, dan pendidikan itu sendiri hanya bisa dilakukan oleh manusia, maka tampaklah jelas bahwa terdapat hubungan antara eksistensialisme dengan pendidikan. Pendidikan dan eksistensialisme bersinggungan satu sama lain dalam masalah-masalah yang sama, yakni manusia [16].

 

Pendidikan bisa menyelamatkan sesama
sumber gambar: https://i.pinimg.com/originals/d6/8c/4a/d68c4a56a3e70f2d95d0c02df8b5eb5f.jpg

Referensi:

  1. [1]https://www.kompasiana.com/mayarnintatarigan9284/5f8ba2578ede4853664f1a62/pentingnya-pendidikan-sepanjang-hayat.
  2. [2]        https://www.researchgate.net/profile/Mr-Mursalim/publication/334884207_15-Membangun_Interkoneksi_antara_Pendidikan_Formal_Non-Formal_dan_Informal/links/5d4419ee92851cd04699fa71/15-Membangun-Interkoneksi-antara-Pendidikan-Formal-Non-Formal-dan-Informal.pdf
  3. [3]        https://blog.unnes.ac.id/idaprobosari/2016/11/01/pendidikan-formal-informal-dan-nonformal/
  4. [4]        http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195106011979031-DIDI_TARSIDI/Makalah%26Artikel_Tarsidi_PLB/TEORI_KOGNITIF_SOSIAL.pdf hal 3-4
  5. [5]        https://www.zenius.net/blog/teori-belajar-kognitif 
  6. [6]        Merdeka. (2022, 19 September). "Kasus Korupsi Penerimaan Mahasiswa Baru, Rektor Unila Diduga Ajak Jajaran Terlibat" [Online] Tersedia: https://www.merdeka.com/peristiwa/kasus-korupsi-penerimaan-mahasiswa-baru-rektor-unila-diduga-ajak-jajaran-terlibat.html
  7. [7]        S. Bagaskara (2022, 3 Nopember). "Tragedi Kanjuruhan: Tangis Duka Sepak Bola Indonesia dalam Kepulan Gas Air Mata" [Online]. Tersedia: https://bola.kompas.com/read/2022/10/03/04500058/tragedi-kanjuruhan-tangis-duka-sepak-bola-indonesia-dalam-kepulan-gas-air-mata?page=all 
  8. [8]        Oemar Hamalik, Psikologi Belajar Dan Mengajar (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2010), 174.
  9. [9] https://brandadventureindonesia.com/pengertian-karyawan-adalah-salah-satu-tahap-dalam-branding-hierarki-kebutuhan-maslow/
  10. [10] "Jokowi Ingatkan Polri soal Gaya Hidup: Rem Total, Jangan Gagah-gagahan" selengkapnya https://news.detik.com/berita/d-6349163/jokowi-ingatkan-polri-soal-gaya-hidup-rem-total-jangan-gagah-gagahan.
  11. [11]      https://pgsd.binus.ac.id/2020/11/29/filsafat-pendidikan-idealisme/
  12. [12]      https://www.kompasiana.com/intanislamiyah1211/5e8edccbd541df7afc122743/filsafat-pendidikan-realisme-dan-tokoh-aliran-realisme
  13. [13]      https://blog.unnes.ac.id/arismuhtarom/2015/11/21/aliran-filsafat-pragmatisme-dalam-pendidikan/
  14. [14]      https://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2008/03/31/positivisme-dan-perkembangannya/?amp=1
  15. [15]      https://pgsd.binus.ac.id/2020/11/29/filsafat-pendidikan-idealisme/
  16. [16]      http://eprints.umg.ac.id/68/1/artikel%20ahyan.pdf

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar