Yuk membelajarkan diri melalui pengalaman asyik Outbound/ penjelajahan asyik.


Pos P3K; Pertolongan Pertama pada Ketersendat-sendatan


Artikel ini merupakan salah satu modul dalam kegiatan mentoring “Ayo bikin pengalaman pendampinganmu jadi ARTIkEL menarik,” yang diselenggarakan oleh AELI, dan dipesertai 17 orang Fasel (fasilitator experiential learning) dari bermacam propinsi. Kegiatan mentoring dilaksanakan pada bulan Mei 2020. Pada proses sebelumnya, kita sudah/ sedang melaksanakan perencanaan penulisan suatu artikel. Proses sederhana perencanaan suatu tulisan, ternyata didahului dengan merumuskan 5 hal saja, yaitu:
  1. Menetapkan tema artikel,
  2. Menentukan judul artikel,
  3. Menentukan tujuan penulisan artikel,
  4. Merumuskan kalimat tesis, dan
  5. Menyusun kerangka artikel.


Bagaikan main bakiak, unsur-unsur pembentuk artikel mesti kompak sealur.
Pos P3K (Pertolongan Pertama pada Ketersendat-sendatan) ini sebenarnya bukan pos utama dalam perjalanan penulisan artikel. Layaknya saat kita menyelenggarakan program experiential learning, maka jamak pula diadakan Pos kesehatan atau Pos P3K (Pertolongan Pertama pada Kecelakaan). Pos ini menjadi semacam pos taktis dalam proses mentoring karena terpantau beberapa peserta masih megalami kebuntuan dalam menuangkan rumusan perencanaan artikel.
Pos taktis P3K ini akan diisi beberapa kiat mengimajinasikan suatu artikel. Silakan bisa dibaca-baca, direnung, dan dipraktikkan. Bagaimana dengan peserta yang berpikir dirinya tidak perlu masuk/ mengikuti pos P3K ini? Ya nggak masalah sih, artinya sudah bagus lah, lancar menuangkan ide-idenya. Harapannya sih, usai menikmati sajian “pertolongan” di pos ini, teman-teman fasilitator yang buntu bisa dalam waktu 2x10 menit menyelesaikan games di Pos II. Bagi yang sudah menyelesaikan games pos I dan II bisa lebih mantap lagi dalam memasuki Pos III nanti.
Segera yuk, kita ikuti, bagaimana suatu artikel bisa ditulis secara taktis.

Konten dan Konteks

Seorang orangtua murid yang tiba-tiba nekat menjenguk anaknya yang tengah ikut Persami (Perkemahan Sabtu-Minggu) protes kepada kakak pembina sebab dia sempat melihat (lebih tepatnya mengintip) sang buah hati kesayangannya kerepotan waktu dapat tugas memasak. “Pak, saya nggak setuju sekali anak-anak disuruh masak sendiri. Mereka kan di rumah tidak pernah memasak, masa di sini malah disuruh memasak. Kalau terjadi apa-apa, misalnya tangannya kena pisau, atau kecipratan minyak panas saat menggoreng, kan sangat berbahaya. Kami orang tua membayar lho supaya anak-anak bisa ikut kemah ini; apa pihak sekolahan mau ngirit sehingga tidak bisa menyediakan catering untuk makannya? Daripada berjam-jam memasak mendingan dibelikan saja tuh makanan, waktu yang boros terbuang untuk memasak bisa digunakan untuk materi lain yang lebih berguna.”
Sang kakak pembina yang diberondong protes orang tua murid itu menghela napas panjang sebelum menjawab, …… jawabnya terusin sendiri ya, he he he….
Kita akan lebih memahami tentang konten dan konteks melalui contoh kejadian anak-anak yang berkemah memasak. Ya, konten peristiwanya adalah anak-anak memasak; konteksnya mereka sedang berkemah. Konsep anak-anak memasak ketika sedang berkemah adalah hal yang sangat umum dan dipandang sebagai salah satu cara efektif dalam pengembangan karakter. Nah, celakanya, si orang tua lepas konteks dalam memandang hal tersebut. Dia memposisikan anaknya justru direpotkan dengan proses memasak; bahkan baginya itu suatu hal yang memboroskan waktu saja. hmmmm… konten yang lepas kontes memang berpotensi merusak konsep.
Secara garis besar, konten itu bisa diartikan sebagai isi, cara, atau teknis; sedangkan konteks adalah wadah, medium, atau esensinya.
Satu contoh lagi tentang konten dan konteks. Saat anda membaca artikel Pos III ini, kontennya ya seperti deretan kalimat yang sedang anda baca ini. Bisa jadi ada yang nyambung, namun tentu ada pula yang bingung. Agus ini nulis maksudnya gimana sih? Kasih petunjuk tentang penulisan artikel kok hanya mbahas beberapa hal saja yang kurang penting. Ya, wajar jika pembaca tidak lihat konteksnya. Apa sih konteksnya? Ya, ini artikel ditulis dalam konteks materi mentoring di mana sebelum dan sesudah pembacaan artikel ini ada materi lain yang sinambung. Ooo….. gitu tho, iya, gitu.
Cukup ya, memahami konten dan konteks. Kini kita masuk pada obrolan bahwa tulisan/ artikel yang baik, mestinya punya konten yang sesuai dengan konteksnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan penulis supaya terdapat kesesuaian konten dan konteks adalah:

Sasaran Pembaca,

Misalnya seorang fasilitator experiential learning mau menulis tentang “rope access,” dengan tujuan menguak sisi pembelajarannya. Jika sasaran pembaca adalah sesama fasilitator, maka bisa jadi dia tidak perlu menjelaskan sangat detil deskripsi dan fungsi tiap peralatan rope acces yang disebut dalam artikelnya. Namun jika sasaran pembacanya adalah para guru yang bahkan “flying fox” saja tidak tahu, maka sebaiknya penulis membatasi penggunaan kata-kata/ istilah teknis yang malah nanti membingungkan pembaca (atau malah jika dijelaskan satu persatu malah artikel jadi bertele-tele nan menjemukan). Mending dia fokus pada pembahasan tentang sisi pembelajarannya.
Jadi, silakan nanti teman-teman tetapkan, siapa sih sasaran utama pembaca artikelnya? Itu akan memengaruhi teknis kita dalam menuliskan isi kerangka tulisan.

Nada Artikel,

5 Mei 2020, Kita kehilangan penyanyi lagu campursari yang inspiratif, yaitu mas Didi Kempot. Sebagian besar lagu-lagu yang dia nyanyikan bertema kesedihan, penantian tak berujung, patah hati, kepasrahan, janji yang diingkari, juga penerimaan akan kondisi yang ambyar. Salah satu pernyataan fenomenalnya adalah, “walau patah hati, tetap dijogeti,” yang mewujud dalam menyanyikan lagu bertema kesedihan (dan kawan-kawannya tadi) dalam irama campursari yang merangsang orang untuk berjoget, minimal berdendang lah. Hmmm… lazimnya, seorang penyanyi melagukan kisah sedih/ patah hati dalam suasana dan irama yang sedih mendayu, namun ternyata, bisa kok, tema yang sama dilagukan dengan irama yang asyik untuk bergoyang. Mas Didi Kempot memberi inspirasi bahwa ternyata banyak cara asyik yang bisa digunakan untuk menyampaikan sesuatu yang (biasanya dikonotasikan) muram.
Didi Kempot; melagukan kepatahhatian dengan (nada) jogetan.

Nah, mirip dengan lagu; tulisan/ artikel juga bertujuan menyampaikan pesan tertentu pada pembacanya. Jika dalam lagu ada aneka genre, semisal pop, rock, keroncong, jazz, metal, melayu, reagge, dangdut, dan tentu saja campur sari; maka dalam suatu artikel ada juga yang diistilahkan dengan “nada tulisan.” Beberapa contoh nuansa atau nada tulisan misalnya bersifat: menginformasikan, menerangkan, membujuk, mengingatkan, menyemangati/ memotivasi, membantah/ menyangkal, memerintah, menakut-nakuti, mendikte, atau memprovokasi. Tidak perlu diperdebatkan tentunya bahwa tiap genre lagu punya fans masing-masing. Artikel pun sama, nada apa yang akan kita gunakan, tak lepas dari siapa sih sasaran utama pembacanya?
Mari kita tengok 3T masing-masing, lalu saya yakin teman-teman bisa mengira-ira sendiri mau bernada apa artikelnya. Makin penulisnya menguasai suatu tema, maka makin banyak ragam artikel mau diarahkan. Misal nih, seorang fasilitator kaya pengalaman dalam membawakan suatu games, maka ketika dia akan meng-artikel-kan suatu games, dia bisa memilih apakah mau bercerita tentang teknis memandunya, tujuan games, manajemen resiko games tersebut, atau kejadian-kejadian unik saat games dimainkan.
Oh ya, nada artikel juga turut dipengaruhi oleh sasaran pembaca kita ya.

Kompetensi penulis,

Pada suatu masa, saya suka membaca novel karya-karya Marga T dan Mira W. Konten alias isinya, kebanyakan tentang kisah cinta. Hampir semua novel mereka yang saya baca, punya latar belakang cerita seputar (profesi) dokter dan (dinamika di) rumah sakit. Saya malah menikmati dapat sedikit-sedikit pengetahuan tentang kedokteran/ kerumahsakitan/ kepenyakitan karena membaca novel 2 pengarang tadi. Mereka sangat lihai memasukkan unsur medis dalam novel cinta-cintaan tak lain karena mereka seorang dokter, iya, novelis yang dokter. Panteslah mereka bisa dengan pas menyelipkan di sana-sini suasana dunia kedokteran dalam novelnya.
Satu lagi novel yang senang saya baca adalah karya Jhon Grisham; dia seorang mantan politikus dan mantan pengacara dari Amerika Serikat. Bisa ditebak, settingan dalam novelnya banyak mengambil tentang dunia pengadilan, kehidupan pengacara, jaksa, hakim, dan juga intrik-intrik politik. Tema umum dalam novelnya banyak berkisah tentang kesetiaan, ketabahan, kesetaraan, dan perjuangan menegakkan keadilan. Karena memang punya kompetensi di bidang hukum, maka menikmati novel yang kental dengan dunia hukum/ pengadilan tidak membuat bosan; justru asyik dapat wawasan baru tentang sistem peradilan (di AS)
Nah, sekarang dalam konteks mentoring ini, kita semua fasilitator nih, maka sudah pas jika menuliskan artikel yang berbasis pengalaman sebagai fasilitator, khususnya dalam pendampingan program. Bahwa kita memerdalam suatu bidang lebih spesifik dalam experiential learning, itu bagus adanya. Mestinya konten yang akan kita tulis nyambung dengan konteksnya dong, karena kita menuliskan sesuatu yang (mestinya) kita kuasai.

Waktu penulisan,

Saat ini pandemi corona sedang booming di Indonesia (dan banyak negara lain tentunya). Akibat serius bagi para fasilitator-dan juga bagi banyak lini pekerjaan- adalah tidak adanya program experiential learning/ outbound yang bisa didampingi lagi. Gimana mau berkegiatan, lha wong mau berkumpul saja dibatasi kok. Konteksnya saat ini kita lagi dilanda pandemi ya, kontennya tidak perlu diuraikan lagi; eh, kita ketemu lagi dengan si konten dan si konteks, he he he…
Ngeri? Hmmm… bisa iya juga dong, bagaimana para fasilitator nanti bisa hidup jika ada pembatasan, bahkan pelarangan untuk berkegiatan semacam outbound, guna mematuhi protokol social distancing?
Beberapa orang Fasel, mulai berbagi gagasan tentang bagaimana kegiatan experiential learning dilakukan secara online. Ada pula yang berbagi tips bagaimana bikin program experiential learning pascapandemi. Lha ini ada 17 orang yang malah sibuk berkutat bikin artikel, he he he…
Ya, waktu penulisan menjadi salah satu faktor yang bisa mempengaruhi konten dan konteks artikel. Mengambil contoh tadi, mungkin 4 bulan lalu, artikel tentang experiential learning secara online, masih masuk akal secara konten, namun kurang dilirik pembaca karena konteksnya saat itu kegiatan experiential learning/ outbound di lapangan masih marak. Buat apa habisin waktu membaca artikel yang tidak relevan? Namun saat ini, artikel bertema tersebut pasti jadi salah satu bahan bacaan yang dicari para fasilitator. “Ketakutan” kehilangan pekerjaan membuat para fasilitator mencari sumber-sumber inspirasi (salah satunya melalui artikel) tentang bagaimana mereka bisa beradaptasi dengan kondisi masa depan.
Kembali pada urusan konten dan konteks; isi/ konten sama, tapi dulu (mungkin) kurang/ tidak diminati, sekarang dicari; mengapa? Karena beda konteks waktunya.
Salah satu aktivitas yang terancam punah pascapandemi corona

Media Publikasi,

Salah satu peserta program mentoring menuliskan perencanaan artikel dengan rinci, lalu spontan salah satu peserta lain berkomentar bahwa menilik bahasa yang dituliskan, artikel tersebut akan menjadi “Karya Ilmiah.” Mengapa ada yang langsung berkomentar bahwa itu karya ilmiah? Karena berdasarkan kelaziman, komentator tadi mengamati bahwa jika suatu tulisan dipublikasikan dalam suatu media/ jurnal ilmiah, maka konten dan gaya bahasanya begini begitu; jika diterbitkan di majalah remaja populer, maka isi dan bahasanya akan begitu begini, jika dimasukkan dalam majalah Bobo (majalah anak-anak) tentunya beda lagi bahasanya. Nah, berdasarkan pengalaman tersebut, komentator lalu berasosiasi bahwa artikel temannya adalah karya ilmiah.
Ya, di mana artikel kita (direncanakan) akan dipublikasikan turut memengaruhi kesesuaian konten dan konteks. Di mana teman-teman akan mempublikasikan artikel yang sedang ditulis? Atau malah belum kepikiran? Hmmm… nggak apa-apa, santai dahulu.

Guna menutup urusan konten dan konteks, saya mencontohkan artikel  Pos P3K ini ya, supaya relevan.
Konten:
1)    Memaparkan tentang Konten dan Konteks,
2)    Menjelaskan tentang Data Primer dan Sekunder
Konteks :
1)    Sasaran pembaca adalah peserta program mentoring, yang merupakan para Fasel. Mereka sudah mengikuti proses sebelumnya sehingga harapannya nyambung dalam memaknai artikel Pos P3K ini. Gaya bahasa yang saya gunakan juga yang informal, diselingi gimmick-gimmick, maksudnya supaya segar; nggak tahu kalo malah dipandang wagu, he he he…
2)    Nada artikel, memberi informasi supaya memotivasi, karena ada beberapa peserta yang mengalami ketersendat-sendatan penulisan.
3)    Kompetensi saya seorang praktisi experiential learning yang kebetulan pernah membuat beberapa buku dan menulis puluhan artikel tentang experiential learning. Saya dipercaya oleh AELI untuk mengampu proses mentoring ini.
4)    Waktu penulisan dalam proses mentoring, menyesuaikan perkembangan peserta. Ini sebetulnya hal yang kurang ideal, karena biasanya saya menuntaskan artikel dalam 2-4 hari guna mengakomodir proses inkubasi.
5)    Media publikasi direncanakan disampaikan langsung pada peserta mentoring melalui grup WA. Bahwa dimasukkan dalam blog supaya menjadi arsip dan memudahkan pembacaan lewat handphone.
Cukup ya tentang konten dan konteks,

Data Primer dan Sekunder

Prinsip menulis artikel adalah “tinggal” mengisi kerangka yang ada dengan “daging” alias data, penjelasan, atau informasi yang relevan. Selanjutnya kita akan menyebutnya dengan data saja ya. Bilamana kita sudah mantap saat membuat kerangka, maka sebetulnya kita bagaikan sudah menyelesaikan separuh proses penulisan artikel. Dalam konteks menuliskan pengalaman pendampingan EL, maka data takterbatas pada deretan kata yang membentuk kalimat saja, tetapi juga bisa berupa foto, ilustrasi, skema, hasil polling, hasil pengamatan, hasil penelitian, hasil wawancara, dan sejenisnya.
Dari mana data diperoleh? Menilik dari jenisnya, terdapat 2 data, yaitu Data Primer dan Data Sekunder.
Data Primer mengacu segala sesuatu yang berasal dari pihak penulis sendiri, biasanya didapatkan secara langsung.
Data Sekunder mengacu pada hal-hal yang diperoleh penulis dari sumber tidaklangsung semisal studi pustaka/ membaca buku, mendengarkan seminar, foto-foto/ gambar yang dibuat orang lain, pendapat tokoh lain, dan aneka hasil penelusuran di internet.
Kita akan belajar dari 3T yang dicontohkan dalam Pos II, yaitu:
Tema : Rope Acces dalam Experiential Learning Program
Tujuan : Menjabarkan nilai nilai pembelajaran dalam Rope Access yang bermanfaat untuk pembentukan karakter baik personal maupun team
Tesis : Dengan penyusunan program, pemilihan jenis kegiatan dan pola penanganan oleh team yg tepat, Rope Access bisa digunakan sebagai single tool dalam Experiential Learning Program
Dari 7 subtema, 2 yang pertama dalam kerangka artikelnya adalah “Penjelasan tentang rope access” dan “Penjelasan tentang Experiential Learning Program” kita akan ulik untuk menggali bagaimana daging tulisan bisa diisikan di dalamnya

Subtema “Rope Access”

Data apa yang diperlukan untuk mengisi rangka ini? Tentunya bisa yang bersifat primer ataupun sekunder. Makin kompeten/ berpengalaman/ berpengetahuan sang penulis terhadap suatu tema, maka semestinya  banyak data primer yang bisa diisikan sebagai “daging” artikel. Contoh data primer:
  • Pengalaman penulis dalam memfasilitasi kegiatan rope access, termasuk foto-foto yang dibuat/ melibatkan yang bersangkutan.
  • Pengetahuan penulis akan peralatan yang pernah dia gunakan,
  • Pendapat/ tulisan/ konsep yang pernah penulis sampaikan tentang tema terkait,
  • Refleksi/ analisis penulis tentang dinamika rope access,
  • Hasil ngobrol penulis dengan peserta yang pernah difasilitasinya.

Contoh data sekunder:
  • Penulis ingin menjelaskan sesuatu yang menurutnya relevan, tetapi yang bersangkutan belum pernah terlibat di dalamnya, maka dia melakukan studi pustaka tentangnya.
  • Cerita dari sesama fasilitator yang memfasilitasi rope access,
  • Penulis mengutip data-data teknis tentang suatu peralatan dari buku manualnya,
  • Foto-foto dari internet yang sesuai dengan tema, tetapi penulis belum pernah mendokumentasikannya secara langsung.

Kombinasi penyajian data primer dan sekunder dilakukan sedemikian rupa sehingga bisa menerangkan, minimal apa itu rope access dan bagaimana dilaksanakan? Bagaimana jika penulis tidak/ kurang menguasai tentang tema rope access? Ya kita bisa tanya balik, lha kenapa nulis tentang itu? He he he…
Namun intinya begini, seandainya ada tema yang kurang familiar/ belum kita kuasai, namun sangat ingin kita tulis, ya konsekuensinya si penulis mesti banyak menggali data-data sekunder, atau kalau memang serius, dia perlu waktu untuk bisa memunculkan data primer dengan mencoba/ mengalami langsung hal-hal sesuai tema yang dia idamkan tersebut.

Ilustrasi Rope Access

Subtema Experiential Learning.

Nah ini juga yang menjadi pokok perhatian saya selaku mentor; yaitu bagaimana paham tentang experiential learning bisa disampaikan oleh para penulis secara pas. Sebagian penulis dalam permainan I, mencantumkan variabel program experiential learning menjadi bagian 3Tnya. Memerhatikan bahwa definisi experiential learning (khususnya di Indonesia) belum populer digunakan khususnya dalam kegiatan semacam outbound, maka selain mengacu pada sumber sekunder, penjabaran tentang experiential learning ini bisa menghasilkan varian pemahaman antarpenulis.
Okelah, jika hanya mengacu pada data-data sekunder, tentu penjelasan tentang experiential learning terasa lebih kaku daripada penceritaan penulis akan experiential learning yang pernah dia fasilitasi/ geluti. Memang penyajian akan terlihat lebih meyakinkan (perihal teorinya), namun apakah itu yang sungguh diharapkan sang penulis? Mestinya sih tidak dong.
Guna mengisi rangka perihal experiential learning, maka saya berpesan pada teman-teman penulis:
  1. Jika memang sudah yakin, terutama melalui pengalaman langsung/ primer, bahwa sesuatu tadi adalah experiential learning, ya silakan sajikan secara baik, namun jika belum yakin perkuatlah dahulu melalui data sekunder, dan jangan lupa sebutkan sumber primernya.
  2. Jika ragu bahwa Tema-Tujuan-Tesis memang betul-betul perlu menyinggung experiential learning, maka coba tinjau ulang pernyataan 3Tnya. Misal, semula mau menulis tema “Rope Acces dalam Experiential Learning Program,” namun ternyata gamang menerangkan tentang experiential learning, maka coba seandainya direvisi dengan misalnya, “Rope Acces dalam pembentukan karakter, baik personal maupun team,” apalagi pernyataan tersebut tertera dalam tujuan.

Bagi saya, experiential learning itu dipahami sebagai suatu metode, yang bisa digunakan untuk mencapai target tertentu. Maka konteks kita menerangkan metode experiential learning itu apakah sebagai variabel utama, atau sebagai variabel pendukung untuk menunjang hal yang lebih penting; dalam contoh tadi adalah urusan “pembentukan karakter”
Cukup ya contoh tentang perbedaan Data Primer dan Sekunder, kini saya beri tips bagaimana mencari ide untuk mendapatkan aneka data tadi, berdasarkan pengalaman saya tentunya.

No
Aktivitas
Jenis data
1.      
Membaca buku/ artikel
Sekunder
2.      
Menonton film
Sekunder
3.      
Mengamati langsung
Primer
4.      
Wawancara
Primer
5.      
Melihat-lihat berkas proposal lama
Primer &/ sekunder
6.      
Melihat-lihat berkas laporan program
Primer &/ sekunder
7.      
Melihat-lihat dokumentasi (foto/ video) program
Primer &/ sekunder
8.      
Sengaja menyiapkan “tools” tertentu untuk mendapatkan data saat program
Primer
9.      
Mengikuti kuliah/ obrolan online
Sekunder
10.   
Mencermati obrolan tematis via media sosial
Sekunder
11.   
Tulisan/ catatan pengalaman pendampingan
Primer


Silakan teman-teman bisa mencobanya, semoga ada yang cocok untuk bisa menderaskan ide.

Vitamin Pos P3K

Kalau di Pos Permainan kita diajak bermain games, di Pos ini saya mau ngasih vitamin yang harapannya bisa diresapi guna memersiapkan diri menghadapi Pos yang lebih asyik tentang menulis dan berpikir kreatif.
Gini vitaminnya,

Perhatikan gambar di bawah ini, lalu silakan jawab 3 pertanyaan berikut.
Vitamin Pos P3K

  1. Apa yang Anda lihat?
  2. Apakah gambar tersebut punya arti bagi Anda? jika punya, apa artinya?
  3. Apa yang bisa anda lakukan pada gambar tersebut, supaya bisa lebih punya arti/ makna tertentu bagi Anda? lalu jelaskan. Silakan jika mau lakukan percobaan, kirimkan hasilnya ya

Yes, itulah vitamin untuk pengakhir Pos P3K ini, semoga bisa membantu melancarkan aliran ide dalam menyusun kerangka artikel.

Brebes, 19 Mei 2020

Share:

Kerangka Artikel dalam Kisah Experiential Learning (Pos II)


Pos II, Kerangka Artikel

Modul ini merupakan kelanjutan dari modul sebelumnya ini

Brebes, Sabtu, 16 Mei 2020

Review

Yup, kini kita masuk ke Pos II ya, teman-teman; dalam rangka mentoring penulisan artikel. Kita singgung sejenak poin-poin dalam pos sebelumnya ya.
Dalam konteks menuliskan pengalaman pendampingan kita dalam suatu artikel, maka (entah bagaimana caranya) teman-teman sudah menetapkan suatu tema tertentu. Saya berharap tema tersebut memang muncul berdasarkan pengalaman, bukan sekedar idealisme menuliskan sesuatu yang kita belum mengalami/ memelajarinya. Bukan tidak bisa kita menulis hal semacam itu, tapi nanti tekniknya agak beda dengan yang akan kita nikmati saat ini.
Tema lalu diperjelas dengan “apa sih tujuan kita menulis tema tersebut?” Wajar kan, kita melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Maka jika kita belum bisa merumuskan tujuan penulisan artikel (terkait tema) ya silakan bengong dahulu untuk merefleksikan atau mengimajinasikannya.
Tema dan Tujuan lalu dipungkasi dengan menuliskan pernyataan “Kalimat Tesis” yang jika dirumuskan dengan baik, dapat mengarahkan, mengembangkan, dan mengendalikan proses penulisan artikel kita.
Permainan di Pos I, yaitu menuliskan 3T (Tema-Tujuan-Tesis) menjadi dinamika yang akan mendasari Pos II ini, yaitu bagaimana kita bisa membuat kerangka artikel yang baik.

Urgensi Kerangka Artikel

Menulis artikel pada hakekatnya adalah mengorganisasikan ide, yang diawali dengan membuat kerangka. Secara umum, Kerangka Artikel merupakan susunan apa saja hal-hal yang mau dituliskan dalam suatu artikel. Fungsi kerangka ini antara lain:
  1. Memudahkan pengendalian variabel,
  2. Memerlihatkan pokok bahasan,
  3. Mencegah pembahasan melenceng dari tema, judul, tujuan, dan kalimat tesis yang sudah dibuat, (eh, bocorannya, games di Pos II ini nanti, kita perlu menentukan judul artikel lho)
  4. Mencegah ketidaklengkapan pokok bahasan,
  5. Mencegah pengulangan pembahasan ide.



Nah, penting kan, kerangka artikel itu? Maka yuk kita nanti buat dengan seksama. Kita fokus dahulu dalam 2 pos pertama ini untuk menuntaskan perencanaan artikel, sebelum nanti kita mulai menulis. Ingat ya, gagal merencanakan, berarti merencanakan kegagalan.
Penulis itu layaknya Arsitek yang membuat perencanaan dahulu sebelum menarik garis di atas kertas

Salah satu cara sederhana menyusun kerangka artikel adalah merinci kalimat tesis dalam subtema yang relevan. Mari kita langsung cobakan membuat contoh kerangka artikel berdasarkan sebagian hasil permainan yang sempat saya baca (dan komentari) sampai malam tadi (sengaja yang masuk sampai pagi ini belum saya buka aplikasi WA di HP saya supaya bisa fokus nulis modul ini).
Oh ya, secara keseluruhan artikel kita nanti akan terdiri dari 3 bagian ya, yaitu:
  1. Pengantar,
  2. Isi atau pembahasan utama, dan
  3. Penutup.

Saya kutip salah satu 3T dari seorang Fasel berinisial PSP (cie… sok misterius nih, he he he…)

Tema : Rope Acces dalam Experiential Learning Program

Tujuan : Menjabarkan nilai nilai pembelajaran dalam Rope Access yang bermanfaat untuk pembentukan karakter baik personal maupun team

Tesis : Dengan penyusunan program, pemilihan jenis kegiatan dan pola penanganan oleh team yg tepat, Rope Access bisa digunakan sebagai single tool dalam Experiential Learning Program

Usul saya, redaksional tesis bisa diperbaiki jadi Rope Access sebagai single tool dalam Experiential Learning Program, melalui penyusunan program, pemilihan jenis kegiatan, dan pola penanganan oleh team yang tepat.

Ada 2 variabel di sana, yaitu Rope Access dan Experiential Learning Program. Bagaimana 2variebel ini dihubungkan secara harmonis? Kemungkinan pokok-pokok kerangka artikelnya misalnya:
Ilustrasi semacam ini perlu digali untuk membangkitkan ingatan  pengalaman kita saat mau ditulis menjadi artikel.


A. Tulisan pembuka/ pengantar (silakan nanti pintu masuknya mau bagaimana)

B. Isi
  1. Penjelasan tentang “Rope Access” (silakan jika penulis mau membagi dalam beberapa poin lebih rinci lagi. Dan ingat-ingat…. dalam tujuan termaktub "Menjabarkan nilai nilai pembelajaran," pernyataan tersebut harus dipenuhi lho.)
  2.  Penjelasan tentang Experiential Learning Program,
  3. Apa itu penyusunan program?
  4. Bagaimana memilih jenis aktivitas?
  5. Apa pengertian single tools?
  6. Seperti apa pola penanganan oleh team yg tepat
  7. Bagaimana bisa rope access bermanfaat untuk pembentukan karakter baik personal maupun team (seperti tercantum dalam tujuan lho)

C. Tulisan penutup (silakan penulis membuat simpulan/ penegasan/ kata-kata terakhir yang berkesan/ menggugah/ memotivasi pada pembaca terkait tema ini)

Ya, “hanya” bedasarkan 3T saja minimal sudah ada 7 subtema yang perlu dibahas. Itupun jika penulis masih mau membagi tiap subtema dalam beberapa poin lagi, masih sangat memungkinkan)
Lalu bagaimana kita mengisi data/ cerita dalam tiap subtema tadi? Hmmm…. Itu nanti di pos berikutnya ya.
Kini saatnya……

 Permainan


Yes,
Permainan kita cukup sederhana kok, yaitu cukup menuliskan Tema, Judul, Tujuan, Tesis, dan Kerangka Artikel dari tulisan yang akan kita buat. Kalau 3T dari permainan I sudah dirasa oke, berarti tinggal nyari judul dan bikin kerangka artikelnya dong, HAH? Tinggal???

Dinanti sampai hari Senin pagi tanggal 18 Mei 2020, pukul 07.07 ya….
terimakasih, dan..... 
Selamat Bermain.




Mungkin ada (terlalu) banyak ide yang hendak dituliskan; namun seperti sajian Pempek ini, perlu penataan di wadah yang pas saat disajikan.


Share:

Ayo Bikin Pengalaman Pendampinganmu jadi ARTIkEL yang Menarik (Pos I)

Pos I, Merencanakan Artikel

Bersama Agustinus Susanta

Salam jumpa (lagi) teman-teman fasilitator,
Usai sesi online mengenai “Ayo bikin pengalaman pendampinganmu jadi ARTIkEL menarik,” kita jumpa kembali untuk melanjutkan proses “Mentoring” yang bertujuan melakukan pendampingan pada teman-teman terpilih supaya bisa menuliskan artikel berdasarkan pengalaman sebagai fasilitator.
Suasana dalam pendampingan program EL

Kilas Balik

Mari kita lebih dahulu mengilas balik materi obrolan yang bukan pertama-tama mengajari teknik menulis, tetapi mencoba menggugah para Fasilitator Experiential learning untuk lebih mau belajar dari pengALAMannya
2 hal mengapa pengalaman (pendampingan) kita perlu dibuat jadi suatu ARTIkEL tak lain karena:
  1. Kita mau BELAJAR
  2. Kita mau MENGINSPIASI

Ya, proses “belajar” kita akan makin besar dengan “MENGATAKAN,” daripada hanya sekedar membaca, mendengar, atau melihat. Dalam konteks penulisan artikel, proses “mengatakan” bisa disamakan dengan “menuliskan kembali” pengalaman kita dalam bentuk artikel/ karangan tertentu.
Prosentase kita belajar dari apa yang kita lakoni

Bagaimana membuat ARTIkEL menarik dari pengalaman pendampingan kita? Ternyata kita hanya perlu punya 2 hal saja, yaitu: Punya Pengalaman, dan Punya Motif
Semua “aktivitas” pendampingan kita sebenarnya bisa jadi peng-alam-an asal direfleksikan. Jika tidak, segala aktivitas tadi ya hanya berhenti sebagai kejadian atau peristiwa semata.
Motif tak lain adalah alasan mengapa kita mau menuliskan pengalaman tadi. Hayooo… apa motif teman-teman mau bikin artikel ini?
Tentu banyak sekali aktivitas/ kejadian/ momen yang terjadi saat kita berperan menjadi Fasilitator experiential learning. Saat mau menuliskannya, yuk kita oprek dahulu semuanya tadi dengan 3 langkah ini:
  1. Adakah tema/ hal-hal yang (cukup) menarik untuk kita bagikan?
  2. Jika “sesuatu” tersebut sudah ketemu; batasi apa yang mau dituliskan,
  3. Refleksikan kembali “sesuatu” tersebut, lalu lengkapi jika perlu data pendukung.
Sesi seminar via aplikasi zoom lalu merupakan langkah pertama di saat saya lebih banyak mengobrolkan pengalaman selama sekitar 10 tahun terakhir menuliskan pengalaman pendampingan, dalam puluhan artikel. Hal yang terutama ingin saya sampaikan adalah menganimasi teman-teman semua, bahwa ternyata banyak tema-tema/ topik seputar pendampingan kita, yang bisa ditulis/ dibuat artikel.
Beberapa tema/ topik yang saya contohkan beserta tautannya adalah:
  1. Konsep terkait experiential learning,
    a.  
    http://catatanpenggiatoutbound.blogspot.com/2011/11/antara-instruktur-cermin-dan-sahabat.html   (25 Nop 2011)
    b.
    http://catatanpenggiatoutbound.blogspot.com/2016/04/arsitektur-experiential-learning.html   (1 Mei 2016)
  2. Petunjuk praktis tentang “sesuatu,”
    a.
    http://catatanpenggiatoutbound.blogspot.com/2011/05/tips-mengadakan-outbound-di-tempat.html   (7 Mei 2011)
    b. 
    https://mancakrida.blogspot.com/2019/06/tips-membuat-rute-outbound.html   (18 Juni 2019)
  1. Menceritakan scenario program/ games tertentu,
    a.
    http://catatanpenggiatoutbound.blogspot.com/2012/11/ladang-minyak.html  (13 Nopember 2012)
    b.
    http://catatanpenggiatoutbound.blogspot.com/2015/02/demam-tangram.html  (11 Februari 2015)
  1. Analisis/ opini/ refleksi,
    a.
    http://catatanpenggiatoutbound.blogspot.com/2011/11/antara-instruktur-cermin-dan-sahabat.html   (25 Nop 2011)
    b.
    https://mancakrida.blogspot.com/2018/06/ketika-fasil-berharap-ada-yang-ngasih.html   (9 Juni 2018)
  2. Menceritakan sosok/ tokoh/ obrolan seru,
    a.
    http://catatanpenggiatoutbound.blogspot.com/2013/04/berambut-gondrong-pakaian-dekil-dan.html  (16 April 2013)
    b.
    https://mancakrida.blogspot.com/2019/06/mengenang-anggota-aeli-yang-masih-imut.html  (10 Juni 2019)
  3. Cerita tentang perjalanan/ pengalaman hidup,
    a.
    http://catatanpenggiatoutbound.blogspot.com/2012/03/jangan-jangan.html  (28 Maret 2012)
    b.
    https://mancakrida.blogspot.com/2017/12/provider-gokil-nan-kreatif-catatan-iff.html  (26 Desember 2017)
Apel pagi sebelum training; salah satu contoh kegiatan menarik yang bisa diartikelkan
Usai seminar, kita mengisi kuisioner untuk memetakan seserius apa kita mau membuat artikel dari pengalaman kita. Hasilnya, ada 17 peserta yang dikategorikan mau serius untuk minimal membuat 1 artikel saja selama bulan Mei 2020 ini. Ada teman-teman yang kelihatannya sudah pasti mau menuliskan apa, ada yang masih belum jelas, namun ada juga yang belum punya ide; nggak masalah, yang penting mau serius khan?

Mas Rangga sebagai perwakilan DPP AELI bidang “Penelitian dan Pengembangan” sudah membuatkan wadah untuk kita bisa belajar bersama menuntaskan artikel. Dari semula direncanakan menggunakan format grup pada aplikasi Facebook, lalu beralih menjadi grup Whatsapps; nggak masalah. Mari kita sukseskan langkah kedua kita, yaitu memulai proses penulisan artikel ini

Skenario Mentoring

Rancangan saya dalam proses mentoring melalui sarana komunikasi WA ini adalah:
  1. Saya akan memposting beberapa materi/ ulasan/ penugasan terkait penulisan artikel,
  2. Teman-teman merespon materi/ ulasan/ penugasan, baik secara umum, atau berdasarkan topik/ artikel yang sudah dipilihnya. 
2 hal tadi kita lakukan tentu saja dengan target tiap peserta menyelesaikan artikelnya. Jika dipandang perlu, kita akan mengadakan sekali lagi sesi diskusi online untuk memaksimalkan proses mentoring ini. Mari kita (Saya dan teman-teman) proaktif dalam berproses sehingga sebelum bulan Juni 2020 proses mentoring ini selesai, ditandai dengan keterselesaian penulisan 17 artikel.
Ya, sesederhana itu skenarionya, karena yang penting saat ini adalah proses kreatif teman-teman dalam mengeksplorasi tema/ topik tertentu menjadi tulisan yang ciamik. Kita mulai dengan ulasan singkat mengenai “Tema” ya.

Tema yang Baik

Tema artikel harus layak ditulis dan dibaca, tanpanya mana bisa kita (sebagai penulis) semangat untuk mengembangkan tulisan tersebut. Lha, kalau kita sendiri tidak semangat ketika menulis artikel, kemungkinan besar, tulisan kita cenderung amburadul, dan akibatnya pembaca pun enggan untuk melanjutkan membaca artikel kita. Mari kita gali dan temukan tema yang layak tulis.
Apakah tema yang sudah pernah teman-teman pikirkan sudah “baik”? Mari kita ukur dengan beberapa indikator berikut:

  1. Tema yang baik berbasis pada kompetensi penulisnya, baik terkait dalam bidang keahlian, ketrampilan, pengetahuan, maupun pengalamannya. Bisa saja sih, seorang yang kesehariannya jadi apoteker menulis tentang teori experiential learning, tapi hasilnya kemungkinan ya hanya kulitnya saja sesuai pengalatan yang bersangkutan. (Eh, rupanya dia pernah sekali ikut pelatihan yang sangat mengesankannya).
  2. Tema yang baik mampu memenuhi ekspektasi/ harapan pembacanya; baik sekedar untuk menambah informasi (baru), memerdalam atau memperjelas suatu bahasan, atau bahkan bisa menimbulkan efek/ kegairahan/ semangat/ gerakan tertentu.
  3. Tema yang baik punya cakupan yang dibatasi. Tema yang terlalu luas, akan menghasilkan bahasan yang dangkal, bisa jadi mengulas banyak hal kesana kemari namun tidak ada fokusnya. 

Contoh tema yang kurang ideal karena terlalu luas misalnya:
-          Tempat Outbound, (ada apa dengan tempat outbound…?)
-          Ice Breaking (apa itu….?)
-          Menulis Laporan, (…. Hmmm….)

Tema yang telalu sempit/ detil biasanya (kurang) menarik dan bermanfaat bagi pembaca. Artikelnya semacam ini sulit dikembangkan karena hubungan antarvariabel tidak jelas sehingga kurang menarik dibahas/ dibaca
Contoh tema yang kurang ideal karena terlalu sempit cakupannya:
-          Tempat Outbound paling terpelosok di Kabupaten Brebes (trus… emangnya kenapa?)
-          Cara menyetel pengeras suara sebelum ice breaking (wow…..)
-          Bagaimana para instruktur pelatihan menulis laporan pertanggungjawaban? (hello, saya perlu baca inikah…?)
Cukup 3 indikator saja ya yang saya sajikan untuk mengukur seberapa seru tema-tema artikel yang sudah kita pikirkan. Selanjutnya nanti kita refleksikan tema kita masing-masing.
Menulis artikel adalah seni mengharmoniskan setidaknya 2 variabel aktivitas

Kalimat Tesis

Guna menyusun sebuah kerangka artikel, diperlukan kalimat tesis, apa itu? Kalimat tesis adalah rumusan singkat gagasan utama sebuah artikel. Ciri-ciri kalimat tesis yang baik, diantaranya:
  1. Berisi gabungan rumusan topik dan tujuan,
  2. Menekankan tema sebagai pengungkapan suatu gagasan,
  3. Batasan dan rumusannya jelas,
  4. Merupakan kalimat lengkap dengan subyek dan predikat,
  5. Merupakan kalimat positif, bukan kalimat tanya, kalimat seru, dan apalagi kalimat negatif
  6. Dapat mengarahkan, mengembangkan, dan mengendalikan proses penulisan artikel.



Saya sengaja sampaikan tentang kalimat tesis yang lazimnya digunakan dalam proses penulisan artikel ilmiah; tak lain karena saya ingin kita semua bisa merefleksikan secara sistematis aneka pengalaman pendampingan, apalagi yang mau di-artikel-kan. Lagi pula, artikel yang akan kita tulis ini ilmiah lho…

Oh ya, kita belum membahas tentang judul ya, jadi saat kita mengulik tentang tema dan kalimat tesisnya, jangan terlalu terpaku dengan judul (yang mungkin sudah terpatenkan dalam pikiran kita, he he he…) Urusan judul itu nanti kita obrolkan di modul selanjutnya ya.


Penugasan Pos I

Kita sudahi Pos I tentang “Merencanakan Artikel” ini dengan sesuatu yang tentu sudah teman-teman tunggu, yaitu…..

Permainan.


Ya, permainan kita sangat sederhana, yaitu cukup menuliskan Tema, Tujuan, dan Tesis dari artikel yang akan kita buat.
Contoh:
Tema
:
Humor dalam Program Experiential Learning
Tujuan
:
Menjelaskan bahwa unsur humor bisa menunjang keberhasilan program experiential learning
Tesis
:
Penggunaan humor yang terukur dan tulus dapat mencairkan suasana, sehingga program experiential learning bisa berlangsung lebih lancar

Hmm… bilamana teman-teman masih kesulitan untuk menyinkronkan tiga hal tadi, wajar; yang penting setelah direnung-renung secukupnya, definitifkan dalam tulisan.
Bahwa setelah proses menulis nanti ada pengembangan/ penyesuaian di sana sini, itu juga masih wajar selama makin meningkatkan kualitas dan kemanfaatan artikel secara keseluruhan.
Silakan forum WA digunakan untuk berbagi tema/ komentar tentang penugasan ini, yang penting, paling lambat Hari Sabtu 16 Mei 2020 pukul 08.08 pagi di grup WA sudah tersaji (rumusan akhir) Tema, Tujuan, dan Tesis Artikel dari tiap peserta mentoring.

Selamat bermain;
Info lebih lanjut bisa via 0812 2680 2639

Brebes, 14 Mei 2020
Share: