Yuk membelajarkan diri melalui pengalaman asyik Outbound/ penjelajahan asyik.


DOMINO KATEKESE

KARTU DOMINO KATEKESE dalam 2 kemasan;
Kemasan Ekonomis (box kertas karton) dan Kemasan Modis (Box sealware)

DOMINO KATEKESE, apa  itu?
Permainan DOMINO KATEKESE adalah sarana pembelajaran pengetahuan iman katolik menggunakan kartu-kartu domino yang mengandung 10 tema, yaitu: 8 Sabda Bahagia, 10 Perintah Allah, 5  Perintah Gereja, 7 Karunia Roh Kudus, 7 Sakramen, 5 Peristiwa Gembira, 5 Peristiwa Sedih, 5 Peristiwa Mulia, 5 Peristiwa Terang, dan 14 Perhentian Jalan Salib.
Domino Katekese ini bisa dimainkan oleh anak-anak sampai orang tua, baik secara individu maupun kelompok (1 tim pemain bisa terdiri dari 1-4 orang).


Bagaimana memainkannya...

  • Tujuan Permainan DOMINO KATEKESE ini adalah menghabiskan kartu secepat mungkin dengan cara menumpuki GAMBAR dengan ANGKA dalam TEMA yang SAMA atau sebaliknya (menumpuki angka dengan gambar).
  • Pemenang adalah pemain yang lebih dahulu menghabiskan kartu, lalu baru berdasar nilai. 
  • Permainan DOMINO KATEKESE bisa dimainkan oleh 2 - 6 “pemain” sekaligus; sedangkan tiap tim pemain bisa terdiri dari 1 - 4 orang; mulai dari anak-anak sampai lanjut usia.
  • DOMINO KTEKESE terdiri dari 81 kartu yang mengacu pada 10 tema pengetahuan Iman/ Rohani Katolik, yaitu: SABDA BAHAGIA, PERINTAH ALLAH, PERINTAH GEREJA, KARUNIA ROH KUDUS, SAKRAMEN, PERISTIWA GEMBIRA, PERISTIWA SEDIH, PERISTIWA MULIA, PERISTIWA TERANG, dan PERHENTIAN JALAN SALIB.
  • Tiap kartu domino terdiri dari 2 bagian; bagian atas berisi  GAMBAR+ keterangan dan bagian bawah berisi ANGKA. Mereka  sudah diacak sedemikian rupa sehingga pada sebagian besar kartu, gambar dan angka berbeda tema.


Cara Bermain:

  1. Bagikan 7 kartu pada tiap pemain, sisanya ditumpuk menjadi kartu “minuman.”

    Ilustrasi pembagian kartu dengan 4 Pemain

  2. Tentukan pemain pertama yang bermain, lalu berikutnya memutar searah jarum jam.

    Misalnya: Kartu pertama yang diturunkan ini;
    Atas: Gambar "Roh Kudus turun atas para rasul" artinya bertema "5 PERISTIWA MULIA"
    Bawah: Angka "14 PERHENTIAN JALAN SALIB"

  3. 4 kartu pertama yang ditumpukkan harus mengandung “Angka 14 PERHENTIAN JALAN SALIB,” disusun mengarah 4 penjuru.
  4. Jika 4 orang pertama atau seterusnya tidak punya kartu Angka 14 Perhentian Jalan Salib, langsung “ambil/minum” 1 kartu saja dari tumpukan, dan gilirannya dilanjutkan pemain berikutnya, walau setelah minum pemain tadi mendapat kartu “Angka 14 Perehentian Jalan Salib,” dia tetap tidak boleh langsung memainkan/ menumpukkan kartu tersebut.

    Kartu kedua yang turun adalah Angka 14 Perhentian Jalan Salib.

    Kartu ketiga yang turun juga harus Angka 14 Perhentian Jalan Salib.


    Kartu keempat yang turun juga harus Angka 14 Perhentian Jalan Salib.

  5. Jika 4 kartu pertama “sudah membentuk silang/ salib, maka permainan dilanjutkan dengan menumpuki kartu pada 4 alternatif jalur yang sudah ada (ujung 4 jalur).
  6. Tumpuki ujung kartu terluar dengan tema yang sama, contoh: “Gambar ROH HIKMAT ditumpuk dengan “Angka 7 KARUNIA ROH KUDUS” karena memang salah satu dari Karunia Roh Kudus adalah Roh Hikmat.

    Contoh tumpukan yang boleh: 
    Gambar ROH HIKMAT ditumpuk dengan Angka 7 KARUNIA ROH KUDUS

  7. ”Gambar Yesus” bisa menumpuki Gambar atau Angka apa saja.

    Gambar Yesus boleh menumpuki kartu apa saja (Gambar atau Angka)

  8. ”Gambar Yesus” hanya bisa ditumpuki dengan  ”Gambar Yesus” juga.

    Ingat... Gambar Yesus hanya bisa ditimpa/ ditumpuk dengan Gambar Yesus juga

  9. DILARANG menumpuki Gambar atau Angka dengan tema yang berbeda,

    Ups... Angka 5 PERISTIWA MULIA tidak bisa ditimpa Gambar "Sakramen Ekaristi" (7 SAKRAMEN)

  10. DILARANG  menumpuki Gambar dengan Gambar, atau  Angka dengan Angka (meskipun tema sama),

    Jangan Ya Dek Ya... menimpa Gambar dengan Gambar, atau  Angka dengan Angka itu dilarang

  11. DILARANG menumpuki Gambar Yesus dengan Angka, atau Gambar selain Gambar Yesus

    Ups, ini juga tidak boleh. Gambar Yesus hanya boleh ditimpa dengan Gambar Yesus

  12. Pemain yang TIDAK PUNYA KARTU untuk ditumpukkan, harus MENGAMBIL 1 KARTU “minuman” saja, lalu gilirannya DILEWATI 1 kali (walau lalu dia dapat kartu yang sesuai).
  13. Jika kartu “minuman” HABIS dan pemain tidak punya kartu untuk ditumpukkan lagi, maka 1 kartunya DITUTUP/ dimatikan (nilai minus), serta TIDAK BISA DIPERGUNAKAN lagi.
  14. Ketika tidak ada pemain yang bisa melanjutkan menumpuki kartu lagi, maka sisa kartu yang ada pada tiap pemain menjadi kartu mati; dan permainan selesai.
  15. “Kartu mati” dihitung MINUS SESUAI DENGAN ANGKA TEMA; misal 1 kartu “Angka 5 Peristiwa Sedih” bernilai -5/ minus 5.

Variasi Permainan

Sebagai sarana berkatekese, beberapa variasi (tingkat kesulitan) berikut dapat dilakukan dengan mempertimbangkan konteks & karakter peserta:
  • Para pemain “pemula” boleh melihat/ mencari jawaban kecocokan Angka dengan Gambar, sedangkan pada tingkat lebih lanjut, pemain tidak boleh melihat kunci kecocokan jawaban.
  • Tiap pemain yang hendak menjatuhkan kartu, bisa mengatakan pada pemain lain bahwa dia akan menimpa/ menumpuki kartu tertentu dengan kartu apa; contoh: “Saya akan menumpuki kartu “Gambar ROH HIKMAT” ini dengan “Angka 7 KARUNIA ROH KUDUS.” Hal ini bisa menjadi sarana koreksi bersama.
  • Boleh juga dalam permainan disiapkan Juri/ Pendamping untuk memantau apakah kartu yang dijatuhkan tiap peserta benar.

KONTEN DOMINO KATEKESE

8 SABDA BAHAGIA

  1. Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga.
  2. Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.
  3. Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.
  4. Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.
  5. Berbahagialah orang yang murah hati, karena mereka akan beroleh kemurahan.
  6. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.
  7. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
  8. Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga.

 10 PERINTAH ALLAH

  1. Akulah Tuhan, Allahmu, jangan menyembah berhala, berbaktilah kepada-Ku saja, dan cintailah Aku lebih dari segala sesuatu.
  2. Jangan menyebut nama Tuhan Allahmu dengan tidak hormat.
  3. Kuduskanlah hari Tuhan.
  4. Hormatilah ibu-bapamu.
  5. Jangan membunuh.
  6. Jangan berzinah.
  7. Jangan mencuri.
  8. Jangan bersaksi dusta tentang sesamamu.
  9. Jangan mengingini istri sesamamu.
  10. Jangan mengingini milik sesamamu secara tidak adil.

 5 PERINTAH GEREJA

  1. Rayakan hari raya yang disamakan dengan hari Minggu.
  2. Ikutlah Perayaan Ekaristi pada hari Minggu dan pada hari raya yang diwajibkan, dan janganlah melakukan pekerjaan yang dilarang pada hari itu.
  3. Berpuasalah dan berpantanglah pada hari yang ditentukan.
  4. Mengaku-dosalah sekurang-kurangnya sekali setahun.
  5. Sambutlah Tubuh Tuhan pada Masa Paskah.

 7 KARUNIA ROH KUDUS

  1. Roh Hikmat
  2. Roh Pengertian
  3. Roh Nasihat
  4. Roh Keperkasaan
  5. Roh Pengenalan akan Allah
  6. Roh Kesalehan
  7. Roh Takut akan Allah

 7 SAKRAMEN

  1. Sakramen Baptis
  2. Sakramen Krisma / Penguatan
  3. Sakramen Ekaristi
  4. Sakramen Rekonsiliasi / Pengakuan
  5. Sakramen Pengurapan Orang Sakit
  6. Sakramen Imamat
  7. Sakramen Perkawinan

 5 PERISTIWA GEMBIRA

  1. Maria menerima kabar gembira dari Malaikat Gabriel
  2. Maria mengunjungi Elisabet, saudarinya
  3. Yesus dilahirkan di Betlehem
  4. Yesus dipersembahkan dalam Bait Allah
  5. Yesus diketemukan dalam Bait Allah

 5 PERISTIWA SEDIH

  1. Yesus berdoa kepada Bapa-Nya di Surga dalam sakratul maut
  2. Yesus didera
  3. Yesus dimahkotai duri
  4. Yesus memanggul salib-Nya ke Gunung Kalvari
  5. Yesus wafat di salib

 5 PERISTIWA MULIA

  1. Yesus bangkit dari kematian
  2. Yesus naik ke surga
  3. Roh Kudus turun atas para Rasul
  4. Maria diangkat ke surga
  5. Maria dimahkotai di surga

 5 PERISTIWA CAHAYA / TERANG

  1. Yesus dibaptis di Sungai Yordan
  2. Yesus menyatakan diri-Nya dalam pesta pernikahan di Kana
  3. Yesus memberitakan Kerajaan Allah dan menyerukan pertobatan
  4. Yesus menampakkan kemuliaan-Nya
  5. Yesus menetapkan Ekaristi

 14 PERHENTIAN JALAN SALIB

  1. Yesus Dijatuhi Hukuman Mati
  2. Yesus Memanggul Salib
  3. Yesus Jatuh untuk Pertama Kali.
  4. Yesus Berjumpa dengan Ibu-Nya.
  5. Yesus Ditolong Simon dari  Kirene.
  6. Wajah Yesus Diusap oleh Veronika.
  7. Yesus Jatuh untuk Kedua Kalinya.
  8. Yesus Menghibur Perempuan-perempuan yang Menangisi-Nya
  9. Yesus Jatuh untuk Ketiga Kalinya.
  10. Pakaian Yesus Ditanggalkan.
  11. Yesus Disalibkan.
  12. Yesus Mati di Salib.
  13. Yesus Diturunkan dari Salib.
  14. Yesus Dimakamkan.

===========

Di mana DOMINO KATEKESE ini dapat diperoleh/ dibeli?
Langsung kontak saja:
Ita; (WA 0811-2912-316) atau
Agustinus Susanta; WA: 0812 2680 2639

Selamat bermain.


PROMO NATAL - AKHIR TAHUN 2024

Share:

Writing Camp III Edisi ABLP-Klawing Embuh

Berawal dari Workshop ABLP yang Tak Mau Berakhir

Writing Camp III edisi ABLP-Klawing Embuh adalah perwujudan niat semua peserta workshop ABLP (Adventure Based Learning Program) yang sudah diadakan oleh Wilayah Plat R DPD AELI Jawa Tengah pada tanggal 13-15 Agustus 2024 di Base Camp Klawing Adventure, Purbalingga Jateng. Pada sesi terakhir, cetusan Mas Soel Winarno-yang bertindak sebagai narasumber- tentang harapan bahwa ada (monumen) tulisan yang dihasilkan akibat workshop, ditanggapi dengan persetujuan 14 pesertanya. Pak Dhe Kusworo sebagai salah satu peserta berinisiatif memformatkan proses penulisan tersebut dengan mendaulat saya sebagai “Temenan” atau dipanjangkan sebagai “Teman Menulis Anda.” Semua berawal dari workshop ABLP yang telah berakhir, namun justru menjadi awal ekspedisi petualangan yang baru. Ya, kini kita akan BELAJAR secara BERTUALANG menggunakan aktivitas tantangan “MENULIS ARTIKEL.”

Generasi Klawing-Embuh siap Bertualang

Kok Bisa?

Mengapa membuat tulisan atau menulis artikel saya samakan dengan kegiatan petualangan atau adventure? Dalam workshop, Mas Soel menyampaikan bahwa “adventure” dapat dipahami sebagai “Serangkian kegiatan yang hasil akhirnya tidak diketahui/ tidak pasti, namun jika berhasil dilakukan bisa memberikan kepuasan/ kebanggaan.” Simon Priest menggambarkan “adventure” sebagai suatu zona tertentu saat terjadi kesesuaian antara kompetensi dan risiko. Suwer, agak susah menjelaskannya jika tanpa melihat skema, maka, nih saya sketsakan apa yang dimaksud oleh PakDhe Priest (sumber http://simonpriest.altervista.org/OE.html)

Paradigma "Adventure" menurut Simon Priest

Paradigma suatu tantangan menurut Priest bisa dikategorikan menjadi 5 area pengalaman tergantung kondisi pelaku, yaitu:

  1. Exploration & Experimentation
  2. Adventure
  3. Peak Adventure
  4. Misadventure, dan
  5. Devastation & Disaster

 6 posisi yang saya buat itu sekedar menjelaskan bahwa suatu aktivitas/ tantangan bisa dihayati secara berbeda oleh tiap orang. Sebagai contoh, aktivitas berkayak bagi Si Satu hanyalah suatu Exploration & Experimentation saja, namun bagi Si Dua, itu adalah petualangan/ adventure; sementara bagi si Tiga dan Empat, berkayak itu sudah mencapai peak adventure walaupun kemampuan mereka dalam berkayak berbeda. Lain lagi cerita si Lima yang orangnya mudah panik, baginya kegiatan berkayak adalah suatu misadventure. Yang lebih parah dan berbahaya itu nasib si Enam yang kemampuan berkayaknya rendah, namun harus menanggung risiko yang tinggi. Dia sejatinya sedang menantang area   Devastation & Disaster.

Mengapa “writing Camp” bisa disebut dengan adventure? Ya karena bagi banyak orang, “menulis” itu bagaikan momok, sesuatu yang dianggap sulit, serta menakutkan. Bagaimana 20an orang (peserta dan panitia) mengikrarkan diri selama selapan (35 hari) bisa menghasilkan Bunga Rampai bertema ABLP? Nah itulah proses ekspedisi dan petualangannya. Hasilnya sih pinginnya sukses, namun hmmm…. siapa bisa menjamin, walau proses ala pakem experiential learning sudah, eh, akan coba diterapkan? Cocok, hasil akhir Writing Camp mengandung ketidakpastian, namun tunggu saja jika bunga rampai itu sudah terbit, maka dijamin para penulis di dalamnya akan merasa puas dan bangga. Sebagai mentor atau Temenan, selain Mas Soel, saya juga melibatkan Mas Ardian Rangga, M.Pd. yang selain duduk dalam jajaran DPP AELI, beliau juga sudah terlibat sejak Writing Camp Pertama.

Okey, cukup ngomongin teorinya ya, kini kita kembali ke urgensi Writing Camp. Apa sih perlunya saya ikut Writing Camp ini? pertanyaan ini mungkin senada dengan peserta ABLP saat bertanya, “Untuk apa Kak Fasilitator kami harus cape-cape mendayung untuk mengarungi sungai?” Mungkin pertanyaannya yang perlu dibalas dengan pertanyaan reflektif, “Bagi kita seorang fasilitator, apa arti keberhasilan menulis sebuah artikel? Apa makna saat bersama tim yang solid berhasil menerbitkan bunga rampai ABLP yang berkualitas” begini pendasarannya.

Ada satu sesi dalam workshop saat Mas Soel mengajak kami berdiskusi tentang hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow. Apa saja itu? Dimulai dari tingkat piramida terbawah lalu ke atas adalah:

  1. Kebutuhan Fisiologi (Physiological Needs)
  2. Rasa Aman (Safety Needs)
  3. Kasih Sayang (Social Needs)
  4. Penghargaan (Esteem Needs)
  5. Aktualisasi Diri (Self Actualization)

Begini penggambarannya.

Apakah “menulis” itu untuk memenuhi kebutuhan Fisiologi? Rasanya sih nggak ya, kecuali pekerjaan kita itu berhubungan dg dunia tulis menuli semisal jurnalis atau novelis. Apakah “menulis” itu memenuhi kebutuhan kita akan Rasa Aman? Hmm bisa jadi bagi brp orang dia akan merasa aman setelah menulis karena berhasil mengamankan/ mendokumentasikan sebuah gagasan. Kalau kebutuhan akan memiliki & Kasih Sayang, apakah bisa dipenuhi dg (tantangan) menulis artikel? Hmm … abstrak ya, silakan dicari jawab sendiri deh. Menulis mungkin bgai sebagian orang bisa memenuhi kebutuhan akan penghargaan; dia merasa dihargai karena sudah berhasil menulis suatu artikel. Walaupun gini-gini saya juga punya pengalaman atau gagasan tentang ABLP lho, tuh saya sudah tuliskan dengan rapi walau prosesnya penuh perjuangan; keren khan, Bro? Kalau yang saya ingin, semoga writing camp kita kali ini bisa menyentuh kalbu para peserta dalam hal memenuhi kebutuhan Aktualisasi Diri. Saya seorang Fasel, punya pengalaman, punya kehendak untuk berbagi, maka saya tuliskan dalam sebentuk artikel yang bisa menjadi sarana aktualisasi siapa saya sejatinya. Semoga keberhasilan kita nanti dalam menyelesaikan target bisa menjadi fondasi bagi aktualisasi diri pribadi sebagai seorang fasilitator experiential learning, dan juga aktualisasi Workshop ABLP Klawing-Embuh.

Oh ya, Writing Camp ini merupakan edisi ke-3 di bawah naungan AELI. Writing Camp ke-1 dan ke-2 sudah dilaksanakan pada tahun 2020 dengan keseruan yang bisa diintip di sekitar  https://mancakrida.blogspot.com/2020/06/experiential-learning-yang-perlu-kamu.html Tema Writing Camp III adalah ABLP; kenapa diimbuhi dg kata Klawing-Embuh? Karena saat workshop ada 2 kelompok yang terbentuk yaitu kelompok Klawing dan Kelompok Embuh; gitu aja sih penjelasahnnya he he he… Beberapa catatan atau materi pembelajaran yang digunakan dalam ekspedisi ini, dipungut dari proses terdahulu, sehingga peserta perlu rajin membaca juga supaya tidak gampang bingung.

Ice Breaking, Games 4T



Writing Camp III yang dimulai pada tanggal 17 Agustus 2024 dibuka dengan games 4T yaitu merumuskan:

  1. Topik/ tema tulisan,
  2. Tujuan,
  3. Tesis, dan
  4. Titel/ judul artikel.

Pada masa pembekalan atau oreientasi ini, Peserta Writing Camp diminta menuliskan 4 hal tersebut, dan langsung dikirim pada grup WA writing camp III. Perbekalan untuk menyelesaikan games ini bisa didapatkan melalui https://mancakrida.blogspot.com/2020/05/ayo-bikin-pengalaman-pendampinganmu.html   sebagai peninggalan Writing Camp sebelumnya.

Permainan 4T diakhiri pada hari Senin Pon pukul 22.22. 18 dari 23 peserta sudah menyelesaikan games ini, dengan gagasan/ judul sebagai berikut:

  1. Proses/komponen dalam ABLP
  2. Ketrampilan dan kemampuan yang diperlukan dalam ABLP
  3. Pemanfaatan teknologi modern dan dunia digital dalam proses ABLP
  4. Disiplin management waktu dalam ABLP
  5. Zona Pengembangan Manusia dalam Program Pembelajaran Berbasis Petualangan
  6. Mengarahkan dan mengembangakan potensi Manusia pada kegiatan ABLP
  7. Mengelola Resiko Dalam Pelatihan Berbasis Petualangan di Alam Bebas
  8. Manajemen waktu dalam ABLP
  9. Aktifitas memasak dalam program  bertualang,  "bukan memasak biasa"
  10. Management  Resiko Tinggi
  11. Membuat program petualangan anak
  12. Petualang akan memunculkan kreatifitas baru
  13. Debriefing itu Mengasyikkan
  14. Meningkatkan Kesadaran diri dan kesadaran sosial melalui ABLP
  15. – belum –
  16. – belum –
  17. – belum –
  18. Safety briefing dalam kegiatan ABLP
  19. Mengelola Perilaku Individu Melalui Adventure Based Learning Program (ABLP)
  20. – belum –
  21. Perubahan Perilaku peserta dalam Kegiatan ABLP
  22. Silent Trekking
  23. – belum –

Pos BENDUNGAN

Helow, Ayo Bnetuk Dahulu Kerangka Tulisanmu...

Baru mulai ekspedisi, peserta sudah tertahan di POS BENDUNGAN. Bendungan dibuat agar bisa membendung aliran air yang lalu terkumpul untuk dimanfaatkan dan diatur secara terukur untuk berbagai kepentingan, misalnya irigasi, air minum, pembangkit listrik, dan rekreasi. Mirip dengan Bendungan Slinga di Sungai Klawing, dalam ekspedisi kali ini, BENDUNGAN adalah singkatan dari Bentuk Dahulu Kerangka Tulisanmu. "Bendungan" akan membantu kita agar tidak kebanjiran ide, namun juga tidak kering gagasan.

Aktivitas dalam pos ini adalah membuat Kerangka Tulisan, melengkapi 4 T yang sudah dibuat.

Sebagai bahan bacaan tentang bagaimana membuat KERANGKA TULISAN, peserta diajak mengunjungi kunjungi jejak Writing Camp sebelumnya di https://mancakrida.blogspot.com/2020/05/kerangka-artikel-dalam-kisah.html

Peserta  akan beraktivitas di Pos Bendungan ini sampai Hari Jumat Pahing 17 Sapar 1958 pukul 23.45, yang berarti sekitar 12 jam dari artikel ini dibuat.

Setelah membaca-baca referensi dan merenung-renung sambil ngopi, barangkali ada peserta yang bertanya, “Apakah 4T bisa direvisi, bahkan diganti?”... oooo boleh, selama kita masih berada di Pos Bendungan ini hal itu nggak masalah. Justru itulah tujuan utama saya membuat catatan atau tulisan ini, “Mengabarkan perkembangan peserta Writing Camp sekaligus memberi inspirasi penajaman proses menulis”

Jadi begini sodara-sodara… Kita menulis itu tidak bisa lepas dari 3 KON. Jare wong banyumas, Apa maksudde? Maksudde, Artikel adalah segepok informasi tertulis yang hendak disajikan pada pembaca. Bagaimana supaya artikel kita bisa tersajikan secara tepat? Ternyata kuncinya ada pada 3 KON, yaitu Konteks, Konten, dan Kontrol. Penjelasan lebih lanjut bisa dibaca di https://mancakrida.blogspot.com/2020/07/3-kon-dalam-menulis-artikel.html

Konteks besar kita adalah membuat Bunga rampai atau kumpulan artikel bertema ABLP. Sepembacaan sayasebagian besar hal ikhwal tentang Adventure Based Learning Program sudah coba diulas/ dikupas/ ditinjau dari berbagai sisi. Teori adventure, teori pembelajaran, manajemen pelaksanaan, manajemen risiko, kompetensi fasilitator, contoh-contoh aktivitas, dan variasi programnya. Sebagai suatu tema sudah okey, namun mari kita renungkan seberapa “ngotot” kita akan menuli tema tersebut? Artinya, jika kita memang sudah punya pengalaman atau gagasan, atau berniat mencari tahu tentang tema yang diidekan, nggak masalah lah; proses menulis bisa menjadi petualangan atau adventure bagi kita. Namun bagi yang memilih temanya dirasa jauh dari kemampuan kita mewujudkannya dalam sebuah artikel, silakan bisa dipertimbangkan lagi dengan 2 alternatif tindakan memertajam/ memerjelas atau mengganti.

Memertajam/ memerjelas tema itu maksudnya mengambil 1 gagasan/ studi yang lebih rinci dari gagasan besarnya. Misal  jika kita malah bingung dg tema besar “Mengarahkan dan mengembangakan potensi Manusia pada kegiatan ABLP” maka bisa saja dipertajam dengan gagasan “Mengembangakan potensi manusia melalui kegiatan arung jeram.” Pada gagasan pertama yang luas, kita nanti perlu menjelasakan tentang potensi manusia itu apa maksudnya, lalu wajib menjelasakan apa itu ABLP, dan konsekuensinya memaparkan keterkaitan 2 variabel tadi. Pada contoh tema yang dipertajam, kita cukup menjelasakan variabel potensi manusia, dan arung jeram. Nah, bagi yang sehari-hari berkecimpung dalam dunia arung jeram, tentu itu akan lebih familier dan membumi untuk ditulis.

Maksud mengganti 4T rasanya jelas ya, ya mengganti dengan gagasan yang memang sekiranya bisa kita tuntaskan tanpa serasa masuk zona “Misadventure” atau bahkan “disaster,” hihhh, ngeri banget ya. Menyitir kasus arung jeram tadi, jika tema “Mengembangakan potensi manusia melalui kegiatan arung jeram.” Hendak ditulis oleh seorang fasilitator bahkan yang tidak pernah ber-arung jeram, ya teorinya sih bisa… namun sebarapa “soul” akan didapat itu yang jadi pertaruhan. Belum lagi jika nanti sidang pembaca langsung menilai, Eh, kok si Anu nulis tentang arung jeram, jangan-jangan kita sedang bermimpi. Weh, hiperbola ya.

Yang Minat, yang Minat!

Bagi yang masih mau memertajam atau mengganti tema, berikut ini saya sampaikan beberapa tema sederhana yang mungkin lebih asyik ditulis oleh beberapa peserta Writing Camp III, melengkapi tema-tema yang sudah beredar

  • Metode survey lokasi kegiatan pembelajaran berbasis petualangan di hutan (atau di waduk/ telaga),
  • Teknik pemanasan sebelum beraktivitas trekking,
  • Wana Wisata Baturraden (misalnya) sungguh tempat yang cocok untuk bertualang,
  • Teknik berkemah,
  • Mengenali tumbuhan yang aman dikonsumsi di alam liar,
  • Arung jeram sebagai media sarana pengembangan diri,
  • Tips melakukan ABLP di daerah pesisir utara Pulau Jawa,
  • Membangun relasi dengan penduduk setempat saat berkegiatan; studi kasus … anu…
  • Dan sebagainya.

Sudah cukup saya ngepoin 4T teman-teman peserta. Ayo saatnya menuntaskan kerangka artikel yang akan dikumpul paling lambat nanpi malam pukul 23.45. Sampai saat ini baru 1 yang sudah setor Kerangka Tulisan; saya tidak mau sebut namanya, cukup inisianya saja yaitu NW; maka bisa saja kepoin lebih dahulu; begini.

  • Tema: Komponen dalam ABLP
  • Tujuan: Menguraikan komponen yang harus ada dalam ABLP
  • Thesis: Kegiatan petualangan pada ABLP harus memiliki komponen yang tepat agar dapat menyampaikan muatan pembelajaran yang diinginkan
  • Title: "Why ABLP?"
  • Kerangka Tulisan

1. Pendahuluan

2. Isi (deskripsi variabel)

  • Apa itu ABLP: apa itu kegiatan petualangan dan apa itu program pembelajaran
  • Apa saja komponen yang harus ada dalam ABLP

3. Isi (hubungan antar variabel)

  • Bagaimana komponen-komponen yang harus ada dalam ABLP tersebut memiliki pengaruh terhadap penyampaian muatan pembelajaran

4. Penutup

  • Alasan kenapa harus menggunakan media kegiatan petualangan dalam menyampaikan muatan pembelajaran. "Why ABLP?"

Komentar saya simpel, yaitu:

Alur berpikir sudah oke, namun sebaiknya kerangka pada bagian isi itu ditulis dengan kalimat positif, bukan kalimat tanya. Maksudnya lugas saja, misal;

Pengertian ABLP (hati-hati ya, mau sedalam apa menjelaskan jargon ini? kalau diperlukan tulis juga sub-nya)

Penjelasan (misal) 7 Komponen dalam ABLP, yaitu:

  • Komponen ke-1,
  • Komponen ke-2,
  • Komponen ke-3,
  • Komponen ke-4,
  • Komponen ke-5,
  • Komponen ke-6,
  • Komponen ke-7,

Pengaruh komponen (yang mana) terhadap penyampaian muatan pembelajaran

Keunggulan menggunakan media kegiatan petualangan dalam menyampaikan muatan pembelajaran (bisa diperbandingkan dg metode anu misalnya)

Semoga umpan balik ini bisa juga menjadi inspirasi bagi semua peserta sehingga bisa membentuk kerangka tulisan dg taktis. Menulis artikel pada hakekatnya adalah mengorganisasikan ide, yang diawali dengan membuat kerangka. Ingat ya…, Kerangka Tulisan merupakan susunan apa saja hal-hal yang mau dituliskan dalam suatu artikel. Fungsi kerangka ini antara lain:

  1. Memudahkan pengendalian variabel,
  2. Memerlihatkan pokok bahasan,
  3. Mencegah pembahasan melenceng dari tema, judul, tujuan, dan kalimat tesis yang sudah dibuat,
  4. Mencegah ketidaklengkapan pokok bahasan,
  5. Mencegah pengulangan pembahasan ide.

Selamat berproses adventure di Pos Bendungan ini dengan merenungkan sketsa berikut.



Brebes, Jumat Pahing Agustus, 12 jam sebelum deadline.

Salam Temenan: SAR (Soel-Agus-Rangga)

Share:

TAKTIS MENULIS TESIS (Bagian ke-5 dapat Master dalam 1 Tahun)

Catatan ini merupakan lanjutan dari pengalaman saya yang tertulis di sini

Saya mengerjakan penulisan tesis melalui program MsWordnya Microsoft dengan Window 8, sehingga beberapa tips yang dibocorkan berdasarkan aplikasi tersebut. Bagi pembaca yang mengetik menggunakan aplikasi lain, mohon bisa disesuaikan ya, yang penting prinsip fungsinya sama.

Autocorret

Hal pertama yang saya lakukan adalah menyalakan laptop. Eh, maksudnya, setelah lembar kerja saya disetting format margin kiri-kanan-atas-bawah, saya membuka fitur “autocorret” untuk memersingkat pengetikan suatu kata. Kalo di laptop saya, carinya di FileàOptionsàProofingàAutocorret. Di sana biasanya sudah ada kata-kata tertentu yang cara penulisannya keliru, namun jika diketikkan akan otomatis berubah seperti yang tertera dalam daftar. Mari kita lihat gambar berikut yang menampilkan bahwa jika kita salah menulis “year” yang berarti tahun, dengan mengetikkan “yera,” maka nanti otomatis hasil ketikan kita berubah menjadi “year.”

Mengorek Autocorrect

Saat kita bermaksud mengetikkan “years” namun jari kita salah nutul dan yang terketik adalah “yeras” atau “yersa” maka hasilnya akan otomatis berubah menjadi “years.” Fasilitas ini kelihatannya sederhana, namun bagi kita bisa memercepat penulisan dan memerkecil risiko kesalahan ketik. Pada gambar di atas, saya lalu mamasukkan huruf “yg” yang jika diketikkan akan “Replace-With” “yang.” Untuk menghasilkan kata “yaitu” sebagai salah satu kata sambung yang sering digunakan, itu bisa digantikan dengan mengetik huruf “yi” saja. Makin jelas ya fungsi fitur ini? jika kita mau menulis kata tertentu yang biasanya panjang, rentan salah ketik, atau sering kita tulis, maka cukup bikin “kodenya” saja, bisa singkatan atau huruf lainnya.

Dalam tesis, saya banyak menuliskan kata entrepreneur, sebagai batu lompatan saya bisa mengkodenya hanya dengan menulis "ent," "entre," atau "entrep." Untuk menuliskan kata entrepreneurship yang cukup panjang (16 karakter) dan rentan keliru, saya cukup ngetik 3 huruf saja, yaitu "ets". Demikian seterusnya saya isi 2 kolom “Replace-With” dengan banyak kode/ singkatan dan kata yang diinginkan. 1 kata yang dikehendaki bisa kok dikodekan lebih dari 1. Namun, kita perlu cermat dalam menggunakan fitur ini, karena saya pernah menulis nama salah satu dosen, namun gelarnya aneh, begini, “Prof. Asalwae M.Pada,” hmmm… ternyata saya nyetting kata “pada” dengan “pd”sehingga ketika saya betul-betul bermaksud menulis “Pd” yang menunjukkan (Master) Pendidikan, yang tertulis malah “Master Pada” he he he… sejak itu, “pd” saya hapus dari gudang “autocorrect.”

Styles

Salah seorang kawan seperjuangan saya dalam menyelesaikan tesis ditolak naskah laporannya oleh pihak perpustakaan pusat UNY gara-gara format penulisannya tidak menggunakan “Styles.” Apa itu? Kalo di “Home,” laptop saya, kotak “Styles” itu diisi dengan “Normal, No Spacing, Heading 1, Heading 2, Heading 3, Heading 4, Title, Subtitel," dan sebagainya. Saya menggunakan fungsi tersebut untuk menentukan “Style” anatomi naskah tesis. Dalam buku panduan tesis, biasanya tertera tatacara pengetikan Bab, Subbab, Anak Subbab, dan yang utama ya isi laporan. Dalam “Styles,” kita bisa mengatur biasanya:

  • Penulisan nama Bab menggunakan style “Heading 1,”
  • Nulis “Subbab” dengan styles “Heading 2,” dan
  • “Anak Subbab” diketik menggunakan styles “Heading 3.”

Untuk badan utama isi kita gunakan saja styles “Normal” yang biasanya kita modifikasi sesuai panduan, misal yang biasa itu dengan jenis huruf “Times New Roman” ukuran 12, spasi 2 atau ganda. Kalo saya, selain pengaturan minimal itu, masih ada beberapa "style" yang berbeda untuk nulis kutipan panjang, numbering poin, judul/ keterangan tabel atau gambar, serta nulis isi tabel.

Serunya, styles-styles tadi bisa kita modifikasi sesuka hati kita. Saya sering melakukan hal itu saat masih proses nulis draft dan editing, misalnya saya tunjukkan dalam gambar berikut ini nih.


Modifikasi Styles

Gambar di atas memertontonkan saya memodifikasi "Subbab" yang ditulis melalui “Heading 2.” Jenis huruf saya pilih Comic Sans MS, ukuran 12 dan warnanya merah. Saat modifikasi tersebut di “OK” maka semua "Subbab" yang nulisnya pake “Heading 2” akan otomatis berubah. Perhatikan juga naskah utama saya rubah jarak spasinya menjadi tunggal dari yang sesuai ketentuan ganda melalui "Style Normal.” Saya termasuk hobi mengatur "styles" utama ini menjadi 1 spasi dalam proses penulisan supaya jumlah halaman menjadi ringkas jadi 75 – 85%nya saja.  Jika kita nulis belasan halaman saja, mungkin untuk ngedit di sana-sini dokumen yang berspasi ganda tidak terlalu pusing mencarinya, namun kalau naskah kita sudah lebih dari 100 lembar, pas untuk mencari posisi atu subbab tertentu akan memerlukan waktu lebih lama (untuk scroll mouse).

Sebagai gambaran, Bab I sd Bab V tesis saya itu berjumlah 132 halaman dari total 228 halaman jika ditambah lembar-lembar pembuka, Lampiran dan Daftar Referensi. Itu hitungan dengan format penulisan sesuai pedoman ya. Jika badan utama artikel dibuat 1 spasi, maka jumlah 132 halaman isi utama akan menyusut jadi 89 halaman saja atau menjadi 67%. “Mengurangi” 43 halaman dalam proses review atau editing tentu akan membantu percepatan perpindahan spot yang dicari. Oh ya, jarak margin bawah dan atas halaman juga sebaiknya “di-hide” atau dihilangkan saja dalam proses review ini sehingga yang kita tinjau itu hanya teks saja tanpa perlu melihat ruang margin. 

Satu lagi taktik saya "menyingkat" tampilan pengeditan adalah dengan menghapus gambar-gambar yang berasal dari "insert picture," semacam foto; tentu setelah keterangan/ "caption"nya dibuat. Sebagai ganti foto tersebut, saya cukup buatkan kotak saja (Insert Shape) untuk manandai bahwa di situ seharusnya ada gambar. Selain untuk menyingkat panjang naskah, penghapusan (sementara) foto atau gambar itu juga untuk memerkecil ukuran file tesis. Namun yang perlu diperhatikan sebelum kita menjalankan tips ini adalah kita sudah paham konteks gambar tersebut dengan naskah di atas atau bawahnya, sehingga walau (saat itu) tidak ada gambarnya, kita masih bisa melanjutkan penulisan atau peng-editan naskah.

Lalu bagaimana kabar kawan saya tadi yang menulis secara tekstual. Dia lalu memoles teksnya dengan menyematkan "Styles" di tempat seperti yang sudah saya jelaskan tadi. "Daftar Isi" yang tadinya dibuat manual satu persatu bolak balik lihat halaman "Bab" dan "Subbab," kini dibuatnya dengan fitur “References à Table of Content” yang setelah diatur tinggal klik tampillah langsung daftar isi dengan penghalaman yang akurat. Ya, lumayan lah, dia perlu seharian untuk memformat ulang teks tesisnya; sehari yang membuat waktu pengurusan keterangan bebas pinjaman perpustakaan tertunda. Dalam konteks lebih menyeluruh lagi, bisa jadi waktu “sehari” bisa menunda penyelesaian waktu studi kita selama 1 semester lagi jika berbagai persyaratan dilakukan secara online dan tidak kenal toleransi. Sekali lagi saya bersaran, mari kita gunakan Styles (dan References) sejak awal penulisan teks tesis demi efektivitas proses.

References

Menu “References” yang saya gunakan dalam penulisan tesis adalah "Table of Contents, Insert Citation, Insert Caption," dan "Insert Table of Figures." Berbagai fitur tadi sangat membantu proses penulisan mengingat tesis saya mengandung 23 tabel, 25 gambar, dan 27 lampiran. Tanpa mereka, saya pasti kesulitan dalam proses review karena harus bolak-balik meninjau dari satu teks ke gambar, tabel, atau lampiran yang bersangkutan; lumaya lho, lebih dari 200 halaman totalnya. Kita kupas satu persatu yuk…

Table of Contents

"Table of Contents" sebagai pembuat "Daftar Isi" secara otomatis, sudah disinggung dalam bahasan "Styles" sebelum ini ya. Saya sedikit menambahkan bahwa jika dibuat dengan “Styles” maka selaras dengan “Daftar Isi,” kita bisa melihat navigasi teks kita seperti tampilan berikut:

Navigasi Berbasis Styles

Tangkapan layar komputer seperti tergambar di atas memerlihatkan halaman tentang “B. Kajian Penelitian yang Relevan.” Jika kita misalnya akan berpindah (kembali) ke halaman “Rumusan Masalah,” maka tinggal klik saja subjudul tersebut di navigasinya, maka otomatis kita langsung menuju sana, tanpa perlu bolak-balik atau berkali-kali scroll mouse; gimana memudahkan kan? Jelas dong… makanya pake “Styles”

Insert Citation

Fasilitas "Insert Citation" akan membantu kita mengotomasi daftar sitasi atau kutipan yang dalam karya ilmiah wajib hukumnya. Bagian yang banyak menggunakan fitur ini adalah "Bab I Pembukaan" dan paling banyak di "Bab II Kajian Pustaka." Bukan membantu kita mencari referensinya ya, tetapi ketika referensi yang akan kita kutip tadi sudah ada, bagaimana memformatkannya dalam naskah. Saya cerita proses pencarian referensi lebih dahulu ya.

Pada "Bab I Pendahuluan," saya banyak mendapat referensi awal dari surat kabar, iya koran terutama Kompas yang menurut saya paling tepercaya di Indonesia. Dalam konteks konten di bab tersebut, saya sudah menentukan bahwa salah satu problem kita adalah rendahnya kualitas generasi muda (dari harapan ideal). Saya memerkuat pendapat tersebut dengan inspirasi berita atau laporan dari surat kabar sebagai identifikasi dari problem tersebut. Memang referensi pada Bab I tidak hanya diperoleh dari surat kabar, tentu ada dari buku dan artikel jurnal. 

Kenapa koran sangat membantu saya? Karena berita-berita di koran itu aktual, menceritakaan kekinian; termasuk berbagai masalah dan keprihatinan. Misalnya kita cerita bahwa dalam bidang kecerdasan, Indonesia mendapat skor 78,49 dan berada pada urutan ke-130 dari 199 negara berdasar hasil pemeringkatan intelligence quotient tahun 2022. Pertama-tama saya mendapat informasi tersebut setelah membaca koran fisik, yang bisa saya lanjut dengan menelusur berita terkait pada format elektronik. Kadang-kadang saya mengelaborasi berita pada koran tersebut, jangan-jangan sudah ada artikel ilmiah atau buku yang membahasnya. Sekiranya usia publikasi dari buku atau artikel terkait itu memenuhi syarat sitasi, bisa jadi saya ngambil kutipannya dari sana, bukan dari koran. Oh ya, biasanya pihak kampus mensyaratkan usia referensi itu paling lama sekian tahun ke belakang.

Saya tidak langsung membuat format sitasi begitu mendapat 1 kutipan yang kira-kira bisa menjadi referensi. Saya tulis ulang berita tersebut sama persis seperti yang saya baca di koran fisik lalu diberi keterangan siapa penulis atau kontributornya, dikutip dari koran apa tanggal berapa, kolom apa, dan halaman berapa. Pokokke tulis saja sumber mentahnya, nggak usah dibuat dahulu versi aturan mengutip. Saya lalu berkelana lagi mencari tema serupa atau melanjutkan penelusuran dengan hal berikutnya. Jika dapat suatu referensi, misal kali ini dari jurnal elektronik; saya “copas” teks-nya, lalu diberi keterangan dari jurnal apa, terbitan kapan, siapa pengarangnya, dan keterangan lain yang relevan.

Beberapa kali saya menelusuri sumber kutipan justru dari "Referensi" atau "Daftar Pustaka" artikel ilmiah tertentu. Yang bikin bingung itu misalnya ada pernyataan ilmiah (yang biasanya populer) lalu dikutip banyak penulis, namun penyebutannya tidak sama persis antara artikel satu dengan yang lain. Misal nih, dalam suatu artikel, saya membaca bahwa “Hisrich mengartikan entrepreneurship sebagai proses bla bla bla” dan saya berpikir wah pengertian itu related banget dengan pokok bahasan. Tapi siapa itu Hisrich? Penulis buku? Peneliti? Pengusaha top? Atau siapa? Guna melakukan penelusuran, saya menggunakan Google Scholar yang dalam bahasa Indonesia menjadi Google Cendekia, alih-alih situs yang lebih top seperti Mendeley. Google Scholar adalah mesin pencari web yang dapat diakses secara bebas yang mengindeks teks lengkap atau metadata literatur ilmiah di berbagai format dan disiplin penerbitan.

Sebagai upaya penelusuran, saya ketikkan saja “Hisrich Entrepreneurship” dalam “google scholar” dan setelah di-klik muncul banyak item yang memuat 2 kata tersebut. Bukannya ilang, saya malah tambah bingung… itu yang dikutip sang penulis jurnal berasal dari sumber yang mana? Hisrich yang mana? Saya klik-klik saja supaya tidak penasaran. Salah satunya “hisrich” yang “book” saya klik pilihan “cite-nya” sehingga muncul tampilan seperti dalam gambar berikut.

Contoh "Citation" melalui Google Scholar

Muncul 5 pilihan yang merupakan versi-versi format pengutipan. Jadi, buku yang dikutip sama, judulnya Entrepreneurship,  diterbitkan pada tahun 2017 oleh penerbit McGraw-Hill Education yang ada di New York. Penulisnya ada 3, yaitu Robert D. Hisrich, Michael P. Peters, dan Dean A Shepherd. Dari 5 pilihan cara menuliskan sitasi, silakan pilih mana yang sesuai aturan penulisan, kalo kampus kami sih menganut sitasi versi APA. Kampusmu yang mana?

Contoh yang saya sampaikan memang kurang ideal, karena kalau mau ideal, semestinya saya sudah pernah membaca buku tersebut, entah seluruhnya atau sebagian, lalu menemukan pernyataan yang pas, barulah dikutip. Yang terjadi kan (rata-rata) "Eh, saya nemu pernyataan yang saya mau, pernyataan itu, berdasarkan daftar pustaka dikutip dari sumber tertentu, saya mau memastikan ah, sumbernya itu apa?" Okelah… silakan para pembaca yang budiman bisa menggunakan cara ideal untuk mengutip pernyataan dari sumber tertentu.

Proses kutip-mengutip pernyataan atau data, saya langsungkan sampai mencapai sekitar 15 halaman tesis (spasi tunggal), itu sudah termasuk karangan saya sendiri dalam merangkaikan berbagai kutipan tadi. Dari maksimal 15 halaman draft tulisan tersebut saya lalu mulai mengedit dengan memilih kutipan mana yang memang mau digunakan; jika ada pernyataan yang kurang relevan atau tidak saya kehendaki masuk tulisan, lalu saya singkirkan. Usai pengeditan minor tersebut, kuantitas tulisan biasanya berkurang sekitar 20-30% dari draft awal. Langkah berikutnya, saya lalu memformatkan kutipan dengan fasilitas “References” submenu “Insert Citation.” Saya tunjukkan contohnya melalui gambar berikut ini yang menjelaskan penulisan kutipan versi APA untuk pernyataan yang berasal dari Koran Kompas.

Contoh Ngisi Referensi

Persis setelah pernyataan yang akan dikutip, kita klik “References” lalu klik “Insert Citation,” pilih “Add New Source” maka akan muncul jenis "source-nya" misal book, book section, journal article, dan lain-lain. Karena yang akan saya tunjukkan itu bersumber dari koran kertas/ fisik, saya pikir akan ada pilihan “newspaper.” Ee… ternyata nggak ada, ya sudah, saya pilih jenisnya “Article in A Periodical,” dengan kolom-kolom menu yang tinggal diisi, terdiri dari Author/ Corporate Author, Title, Periodical Title, Year, Month, Day, dan Pages. Karena pernyataan yang saya kutip jelas pengarangnya, yaitu Wisnu Dewabrata dan Soelastri Soekirno; saya isikan pada bagian “Author.” Pada beberapa kasus, kutipan saya berasal dari Koran Kompas kertas namun tidak ada nama jelas penulisnya, maka saya pilih kolom “Corporate Author” yang cukup ditulis dengan “Kompas.” Begitu semua isian sudah komplet, kita tinggal klik “OK” maka akan segera muncul tulisan (Dewabrata & Soekirno, 2022) di belakang pernyataan yang kita kutip tadi. Keterangan tersebut kalau kita blok dengan kursor laptop juga akan berlatar blok warna abu-abu dan jika diulik akan muncul menu untuk mengedit/ memodifikasi “citation” tadi, seperti terlihat dalam gambar di atas.

Jadi ingat ya, walaupun secara tampilan benar, dan saat dicetak hasilnya sama, keterangan/ citation itu bisa ditulis secara manual (biasanya oleh mahasiswa yang belum tahu fungsi citation atau dia sengaja pingin penulisannya lama), atau hal tersebut bisa dimunculkan melalui fitur “Insert Citation” seperti sudah saya jelaskan tadi. Berbagai format sumber kutipan bisa dipilih di sana, termasuk misalnya pernyataan yang sama atau mirip namun diambil dari sumber online. Contoh saya tadi itu kutipan yang memang saya baca di koran Kompas fisik, maka cara “citationnya” begitu. Pernyataan yang sama juga sebenarnya ada di Kompas.id yang diterbitkan secara online; namun cara pengutipannya beda, yaitu dengan pilihan “Source” berupa “Document form Web Site.” Apa yang muncul di sana? silakan coba sendiri ya…

Nah, jika semua kutipan sudah kita buat “citation-nya” dengan sistem, maka langkah terakhir untuk melihat “Daftar Pustaka" atau "Referensi” dari semua kutipan, tinggal kita klik saja bagian “Bibliography,” tentu ditempatkan persis di bawah subjudul “Daftar Pustaka/ Daftar Referensi.” Kenapa tempatnya di sana? ya memang itu fungsi untuk membuat daftar secara otomatis. Kalo kita klik-nya saat kursor komputer ada di bagian “Latar Belakang” misalnya, maka daftar pustaka kita yang berisi sekian banyak sumber kutipan akan nongol di sana pula; lucu dan sudah pasti keliru.

Bagaimana jika kita mengadakan perubahan kutipan, menambah atau mengurangi atau merevisi nama pengarang misalnya. Jangan khawatir, selama kita melakukan modifikasi pada “Insert Citation,” maka untuk merubah "Daftar Pustaka" kita tinggal klik di bagian modifikasi “bibliography” tadi, maka perubahan akan otomatis terrekam. Jadi, pesan saya untuk hal ini, kalo kita sudah berani ngambil kuliah S2, sebaiknya jangan bikin daftar pustaka dengan ngetik manual saat bikin tulisan ilmiah. Pertama karena lama; kedua, akurasinya rawan dipertanyakan entah jumlah item atau kesalahan tulis sumber, dan ketiga jelas susah untuk diedit.

Parafrase

Editing minor ketiga yang saya rekomendasikan dalam catatan ini, adalah Parafrase; walau tidak saya lakukan dalam penulisan tesis; kenapa? Karena saya baru menyadari kegunaannya pada saat dokumen laporan diminta oleh pihak perpustakaan; ingat ya, bukan oleh dosen pembimbing atau penguji, bukan juga oleh pihak program studi atau dekanat. Konteksnya saya ceritakan dalam catatan seri berikutnya, namun intinya adalah untuk meminimalisir tingkat plagiasi tulisan kita. Tiap kampus punya aturan berapa prosen maksimal tingkat plagiasi atau penjiplakan karya ilmiah seorang mahasiswa. Kalo di UNY adalah maksimal 20%. Apa maksudnya? Maksudnya, berbagai pernyataan atau data yang kita kutip dalam tesis merupakan buah pemikiran orang lain; betul ya? betul. Memang kita sebagai peneliti punya kreativitas dalam menggagas alur tulisan dan itu wajib dituangkan sebagai tulisan orisinal kita sendiri dong. Namun, apa jadinya jika tesis kita itu lebih banyak ngutip sana sini daripada pemikiran atau bahasan orisinal dari kita? Jadinya ya kita bisa dikategorikan sebagai penjiplak (semata) atau plagiat. 

Tapi kan diperlukan teori (orang lain) dalam pembahasan tesis; betul. Namun diharapkan kita tidak menelan, eh, menulis mentah-mentah pernyataan dari artikel atau buku lain. Pun ada kesamaan di sana sini, itu tadi, batasnya maksimal 20% (untuk aturan di UNY ya). Bagaimana tahu prosentasenya? Salah satu yang paling polpuler itu menggunakan program “Turnitin” guna menelisik naskah kita untuk dikeluarkan keterangan bagian mana saja yang dinyatakan sama dengan sumber-sumber lain yang terdata dalam internet. "Turnitin"  akan mengeluarkan angka sekian prosen tingkat kesamaan kita dengan karya-karya lain, serta menunjukkan tiap bagian yang dimaksud. Supaya lebih jelas, saya tampilkan contohnya ya.

Contoh Tampilan Hasil Turnitin

Indeks kesamaan laporan penelitian saya dinyatakan oleh “Turnitin” sebesar 18% dan dari total 127 sumber yang tertelusuri, beserta prosentasenya. Gambar di atas hanya memerlihatkan bagian awal dari semua sumber yang saya kutip. Hasil tersebut merupakan revisi dari teks sebelumnya yang oleh turnitin dinyatakan 21% kesamaannya dengan sumber-sumber lain yang terrekam sistem; padahal syaratnya maksimal 20%. Dalam revisi teks, saya melakukan parafrase secara manual karena targetnya “hanya” menurunkan tingkat plagiasi sebesar 2% saja. Apakah ada parafrase yang dilakukan secara sistem atau aplikasi? Ada, macam-macam kok jenisnya. Kita tinggal masukkan teks yang akan di-parafrase lalu nanti muncul hasil parafrasenya. Setelah gubahan jadi, kita bisa cek lagi, apakah sudah di bawah 20% atau belum. Jika belum, parafrase lagi…  demikian seterusnya.

Parafrase adalah penggubahan suatu pernyataan/ kalimat dengan kosakata lain yang sinonim tanpa mengubah arti atau makna dari pernyataan tersebut. Supaya lebih jelas, saya detilkan lagi contohnya. Dalam laporan ada pernyataan yang saya tulis begini, hasil menyalin dari sumber di internet, 

Para pemain melemparkan dadu untuk menentukan siapa yang bermain pertama kali. Pemain yang memperoleh nilai tertinggi bermain lebih dahulu dari petak “Mulai,” lalu diikuti pemain di sebelah kirinya (searah jarum jam). Tiap pemain bergantian melangkah sesuai hasil guncangan 2 dadu; jika terjadi hasil dadu yang sama (misalnya 4 dan 4) maka pemain tersebut boleh bermain kembali sampai keluaran dadunya berbeda.” 

Dalam tinjauan “Turnitin,” teks tersebut mempunyai tingkat plagiasi 50%. Saya lalu melakukan parafrase manual terhadap teks tersebut sehingga menghasilkan gubahan sebagai berikut, 

Para pemain melontarkan 2 dadu untuk menentukan siapa yang bermain pertama kali. Pemain yang memperoleh nilai tertinggi bermain lebih dahulu dari petak “Mulai,” lalu diikuti pemain di kirinya (sesuai arah jarum jam). Para pemain silih berganti melangkah berdasarkan hasil lemparan 2 dadu; seandainya muncul dadu dobel, misalnya 5 dan 5, maka pemain tersebut terus main sampai kedua dadunya berbeda.” 

2 pernyataan tadi maknanya sama, namun setelah dicek lagi oleh “turnitin,” tingkat kesamaan pernyataan kedua turun jadi 20%,

Itu tadi contoh dari saya. Kawan saya ada yang tingkat plagiasinya 60% dan dia sampai 5 kali melakukan parafrase, baik menggunakan aplikasi atau manual; pening. Kawan yang satunya ada yang malah tingkat plagiasinya 80%, namun saya belum tahu kabarnya bagaimana cara dia menurunkan jadi hanya maksimal 20% sebagai syarat wisuda.

Berdasarkan hal-hal tadi, daripada kita tergopoh-gopoh di waktu yang genting “menurunkan” tingkat plagiasi, mending hal tersebut dicicil sedikit demi sedikit, sejak kita membuat draf laporan. Jika kita tidak sempat membaca semua hasil parafrase (online), kadang tersua kata-kata yang agak janggal walau bisa diruntut maknanya. Maklumlah, sistem dituntut membuat kalimat gubahan menggunakan kata-kata seberbeda mungkin walau maknanya sama. Kalau saya jadi aplikasi tersebut, pasti pusing 7 keliling. Satu tips lagi dalam mengutip pernyataan (lalu di-parafrase.) Akan lebih baik jika kita menulis ulang teks yang mau kita kutip, daripada menyalin lalu mengeditnya. Entah bagaimana “Turnitin” itu tahu kalau kita copy-paste suatu teks dari sumber tertentu di internet.

Insert Caption (Tabel, Gambar, atau Lampiran)

Kini kita mengulik tentang “Insert Caption” sebagai fasilitas penyistematisan berbagai caption. Jenis caption yang saya gunakan dalam tesis ini adalah "Tabel, Figure/ gambar, dan Lampiran," yang dalam aturan main tesis memang harus dibuatkan daftarnya. Prinsip menuliskan keterangan terhadap 3 item caption ini sama, akan saya jelaskan sambil lihat gambar di bawah ini yang mencontohkan memberi keterangan suatu gambar; kebetulan ini gambar ke-7 dalam suatu naskah.

Contoh Proses Bikin "Caption"

Posisikan kursor komputer di tempat “Saption” akan dibuat, lalu pilih menu “Reference” klik “Insert Caption,” maka akan muncul kolom-kolom pilihan. Pada isian “Caption” muncul pilihan “Gambar 7” karena ini memang gambar ke-7 yang sudah direkam oleh fitur ini. Pada “Label,” muncul beberapa pilihan, salah satunya “Gambar.” Nama label sebelumnya bisa kita buat sendiri dalam blok “New Label.” Di situ saya juga buat pilihan “Tabel” dan “Lampiran” yang akan digunakan sesuai peruntukannya.

Bagaimana cara menampilkan daftar yang sudah kita “caption” tadi? Gampang… Pada tempat yang dikehendaki, Klik “Insert Table of Figure” dari menu “References.” Lalu disitu akan muncul “Caption Label” dengan berbagai pilihan, apa mau “Tabel, Gambar, atau Lampiran.” Klik OK maka otomatis akan terurai daftar yang kita maksud, mulai dari nomor 1 sampai selesai, lengkap dengan halamannya.

Seandainya saat melakukan editing mayor (meninjau seluruh naskah) kita menambahkan atau mengurangi sesuatu yang kita “caption,” maka otomatis nanti nomor caption akan terkoreksi secara berurutan di badan teks. Untuk memperbaharui daftarnya, hapus saja yang lama, lalu kita buat daftar baru yang otomatis menampilkan hasil revisian tadi.

Cukup ya penurunan jurus-jurus taktis nulis tesis yang sudah saya bagikan. Kita sambung pada seri berikutnya tentang bagaimana kita bisa menyunting atias ngedit naskah kita, juga dengan langkah-langkah efektif.


Brebes, 22 Maret 2024.

Agustinus Susanta, S.T., M.Pd.

================ Bersambung ================

Share: