Yuk membelajarkan diri melalui pengalaman asyik Outbound/ penjelajahan asyik.


3 KON dalam Menulis Artikel


Experiential Writing Camp II dimulai dengan Pos P yang langsung menggelar permainan MAKELAR, yaitu “Mengapa Artikel ini Menarik?”
Caranya sederhana, tiap peserta camp diminta untuk mencari, menemukan, dan membaca 1 artikel saja yang menurutnya menarik. Tema artikel bebas, bisa dipungut dari majalah, koran, ataupun internet. Usai membaca, peserta cukup menuliskan 4 hal ini saja terkait artikel tersebut, yaitu mengenai
  1. Judul Artikel,
  2. Penulis,
  3. Tempat dan waktu publikasi, dan
  4. Alasan kenapa artikel menarik.

Berdasar hasil permainan yang sudah selesai, khususnya poin nomor 4 tentang "Mengapa artikel menarik perhatian saya?” inilah beberapa hasil jawaban yang saya kompilasi:
  • Artikel disajikan dengan data dan divalidasi dengan wawancara,
  • Bahasa artikel lugas, terang, dan renyah,
  • Tulisan mudah dipahami dan tidak terlalu banyak menyita waktu,
  • Tulisan memberi pemahaman kondisi sebenarnya terhadap suatu masalah,
  • Menjawab rasa penasaran pembaca,
  • Tulisan tidak terlalu panjang,
  • Mengakomodir hasrat pembaca.

Mengapa Camp menulis ini dibuka dengan games membaca dan mengomentari suatu artikel? Karena target peserta tak lain adalah membuat artikel juga, maka sangatlah wajar jika ada proses belajar dari pembacaan suatu artikel yang menurut peserta itu bagus atau menarik. Jawaban poin keempat tadi merupakan tantangan yang harus digarap para peserta camp saat nanti membuat artikel. Sanggupkah mereka menulis artikel yang  menarik pembaca? kita tunggu saja nanti tanggal mainnya.

3 KON yang perlu diperhatikan saat menulis artikel

Artikel yang dibuat/ ditulis oleh seorang penulis itu ibarat masakan yang dibuat oleh seorang koki. Suatu makanan yang hendak dihidangkan tentu dibuat dalam konteks tertentu misalnya:
  • Untuk siapa makanan itu dibuat? Anak-anakkah, orang jompo, orang jawa yang katanya suka manis, penderita asam urat, atau untuk siapa?
  • Kapan makanan akan disantap? Saat makan malam, makan siang, hanya jadi snack sore, atau untuk sarapankah?
  • Di mana akan disantap? Di rumahkah, dalam perjalanan menggunakan kereta api, saat naik gunung, atau di restoran mewah?

Kombinasi berbagai hal tersebut tentu menjadi pertimbangan seorang koki (profesional) sebelum dia membuat masakan. Makin lengkap data-data tentang bagaimana masakannya akan dinikmati, maka sebenarnya makin terarah pula koki tersebut dalam proses memasak, tidak asal jadi, matang, dan dimakan.

Artikel adalah segepok informasi tertulis yang hendak disajikan pada pembaca. Bagaimana supaya artikel kita bisa tersajikan secara tepat? Ternyata kuncinya ada pada 3 KON, yaitu Konteks, Konten, dan Kontrol.

KONTEKS

Konteks adalah kondisi di mana suatu keadaan terjadi. Beberapa konteks artikel yang perlu kita perhatikan adalah:
  1. Apa MOTIF atau TUJUAN kita menulis artikel? Apakah memberitakan suatu kejadian, sekedar curhat suatu masalah, menginspirasi pembaca dengan kisah syahdu, memprovokasi/ ngompor-ngomporin pembaca, berbagi ilmu pengetahuan, mengangkat suatu isu, mempromosikan produk/ jasa, atau maksud lainnya? Sesederhana apapun artikel kita, mestinya punya motif atau maksud dong, nah, temukan itu.
  2. SIAPA sasaran pembaca kita? Konyol jika seorang penulis ingin membuat artikel yang ditujukan untuk (memuaskan) semua orang. Mungkin tulisan itu akan jadi dalam bentuk deretan kalimat, tetapi hampir tidak punya efek bagi yang membacanya; itupun jika ada yang minat membacanya lho. Mari kita tentukan, siapa sasaran utama pembaca tulisan kita. Hal tersebut akan menentukan seberapa dalam/ dangkal pembahasan serta pemilihan gaya bahasanya. Pilihan bahasa yang tepat dengan sasaran pembaca akan makin mendekatkan suatu artikel dengan pembacanya, “Eh, ini gaya tulisannya aku banget deh” lepas dari apa isinya.
  3. DI MANA tulisan kita akan muncul/ dipublikasikan? Menulis tema serius yang akan dimasukkan dalam jurnal ilmiah, tetapi menggunakan kata ganti “Aku” dan “Kamu” tentu bukanlah hal yang  tepat. Atau sebaliknya, mengisi blog remaja populer dengan gaya bahasa sangat formal tentu akan menimbulkan kekakuan pembacaan. Penting bagi kita untuk tahu, kira-kira hasil tulisan kita itu akan dipublikasikan dalam format dan wadah apa sih? Koran nasional, jurnal ilmiah, bagian dari buku, blog pribadi, sambutan suatu pertemuan,  artikel suatu majalah remaja, makalah seminar, atau apa? Hal tersebut akan menentukan bagaimana tulisan dibuat.
  4. Sebagai apa sih KAPASITAS kita? Bayangkan, seseorang yang sehari-hari hanya bergelut di bidang reparasi jam antik, tiba-tiba menulis tentang efek geopolitik di Korea Utara pascapandemi corona. Pun jika tulisan semacam itu ada, saya bisa pastikan, isinya ngalor-ngidul bikin pusing pembacanya. Ya, konteks yang perlu kita perhatikan adalah relevansi latar belakang penulis artikel dengan tema tulisannya. Tulisan yang baik hanya bisa dibuat oleh orang yang punya kapasitas. Lha, bagaimana jika saya sangat ingin menulis suatu tema, tetapi  pemahaman saya terhadap tema tersebut masih kurang? Jawabnya ya sederhana, tingkatkan kapasitasmu, atau jika nekat mau langsung menulis, ya tanggung sendiri risikonya, paling-paling dipandang sebelah mata saja oleh pembacanya.

Selain 4 hal tadi, bisa saja kita menulis artikel karena beberapa latar belakang yang lain. Sekedar contoh, seorang profesor ahli astronomi bisa jadi diminta membuat tulisan sambutan dalam buku kenangan kelulusan anaknya, mewakili orang tua murid. Tentu dalam tulisan tersebut, sang profesor tidak akan bercerita tentang misteri kosmos jagat raya, namun tentang perasaan dan pesan-pesan orang tua murid yang anaknya baru saja lulus. 
Apapun itu, mari kita jadikan konteks kepenulisan sebagai pertimbangan tentang bagaimana konten tulisan akan kita buat.

KONTEN

Konten adalah informasi atau isi yang tersedia. Apa isi artikel? Hal yang jelas tersurat ya deretan huruf/ angka, kata, kalimat, dan alinea yang dilengkapi aneka tanda baca. Adapun hal yang tersirat adalah suatu TOPIK yang disajikan dengan jalinan data/ informasi tertentu. Urusan tentang teknik menulis dengan kaidah bahasa yang benar akan kita bahas belakangan di Pos selanjutnya. Urusan bagaimana mengulik tema secara menarik sehingga menghasilkan konten yang berbobot, juga kan dibahas lebih belakangan lagi. Saat ini kita akan fokus pada urusan tentang pentingnya kesesuaian konten dalam konteks.

KONTROL

Katakanlah konteks penulisan artikel kita sudah jelas, konten atau isi pun sudah memadahi, lalu bagaimana menjamin bahwa antara mereka terjalin hubungan yang harmonis? Saya gunakan KON ke-tiga ya itu Kontrol sebagai alat untuk mengontekskan suatu konten tulisan sesuai dengan konteksnya (hayo ini kalimat yang tata bahasanya sudah benar, tapi tolong yang masih bingung maunya apa, baca lagi pelan-pelan dengan penuh penghayatan ya)

Setidaknya, ada 3 T sbg instrumen yang bisa kita gunakan sebagai alat kontrol, yaitu: Tesis, Tata Bahasa, dan Tata Tertib. Kita bahas secara singkat yuk.

Tesis

Tesis merupakan suatu rumusan singkat gagasan utama suatu karangan/ tulisan. Ingat, kalimat tesis bukan judul. Kalimat Tesis dibuat ketika seorang penulis sudah menemukan konteks tulisan serta bagan utama kontennya. Kita dapat membuat kalimat tesis yang baik dengan ciri-ciri berikut ini:
  • Pernyataan berisi gabungan rumusan topik dan tujuan penulisan,
  • Menekankan topik sebagai suatu ungkapan hasrat/ pikiran penulis,
  • Mempunyai pembatasan rumusan yang tepat,
  • Merupakan kalimat lengkap dengan subyek dan predikat
  • Menggunakan kata-kata yang lugas/ denotatif, bahkan yang bersifat teknis sekalipun,
  • Merupakan pernyataan positif, bukan kalimat tanya, bukan kalimat seru/ ajakan, atau juga bukan kalimat negatif.
  • Bersifat mengarahkan, mengembangkan dan mengendalikan proses penulisan,
  • Dapat diukur dan dibuktikan kebenarannya (terhadap tulisan)

Berikut ini contoh-contoh kalimat tesis yang baik dan yang kurang tepat:

  • Fasilitator yang mempunyai Sertifikasi Profesi mempunyai nilai lebih dalam menjalankan perannya (sudah tepat)
  • Mengapa Fasilitator perlu mengikuti uji kompetensi? (kurang tepat, ini sekedar kalimat tanya, barangkali tepat untuk judul)
  • Fasilitator yang tidak punya sertifikat tidak layak untuk di-staffing. (kurang tepat, ini kalimat negatif yang bernuansa seruan)
  • Pentingnya sertifikat kompetensi Fasel (kurang tepat, ini bukan kalimat lengkap, lagipula cakupannya terlalu luas, masih bisa dipertimbangkan sebagai judul artikel)


Tata Bahasa

Tata bahasa sebagai salah satu kontrol kontekstualitas konten terhadap konteks berarti sebuah upaya teknis penulisan yang informasi teknisnya bisa dipahami semua pembaca. Tata bahasa merupakan suatu konvensi/ kesepakatan universal yang digunakan sebagai sarana menyampaikan suatu informasi. Mematuhi kaidah penulisan merupakan upaya yang harus dilakukan tiap penulis supaya apa saja yang hendak disampaikannya dapat diterima oleh para pembaca “sesama” mungkin dengan apa yang dipikirkannya. Demikian pula dari sisi pembaca, dia berharap, apa yang dia baca itu segagasan dengan apa yang dikehendaki penulis. Dalam konteks menulis, maka selain pilihan serta susunan kata/ diksi, tanda baca merupakan faktor yang perlu diperhatikan supaya pesan tertulis bisa disampaikan secara tepat.

Tante kami sudah menikah.
Tante, kami sudah menikah.
Tante kami, sudah menikah.
Tante, kami, sudah menikah.

Perhatikan 3 kalimat di atas yang mengandung kata yang sama persis. Namun “sekedar” penempatan tanda baca “koma” yang bergeser, bisa menimbulkan arti yang berbeda. Mak, yuk kita makin perhatian dengan tanda baca.

Tata Tertib

Alat kontrol ketiga dalam mengupayakan kontekstualitas konten artikel terhadap konteks saya sebut sebagai "Tata Tertib” yang diperlakukan ketika kita menulis sebuah artikel, dan berharap dipublikasikan. Menulis artikel tentu berbeda dengan membuat status atau unggahan di twitter yang bisa diisi kata-kata atau kalimat sesuka hati. Walau sepintas bebas, toh twitter punya ketentuan yang pada akhirnya bisa membatasi jenis cuitan penggunanya, misal jika diindikasikan ada kiriman yang bersifat hasutan atau menyesatkan. Hal ini pernah dialami Presiden Amerika, Donald Trump yang. ceritanya saya kutip dari Suara.com

Belum lama ini Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mendapat sorotan usai cuitannya dilabeli oleh Twitter dan dianggap menyesatkan. Hal ini lantas memicu amukan Donald Trump dan mengancam akan menghapus media sosial. 
Mendengar hal tersebut, Bos Twitter, Jack Dorsey   tak terima dan menjelaskan secara rinci mengenai label cek fakta yang disematkan pada tweet Donald Trump di Twitter.
Dalam akun Twitter pribadinya @jack menjelaskan bahwa dengan tegas dirinya menyebutkan ini adalah tanggung jawabnya dalam situasi ini ia menekankan agar tak menekan karyawan Twitter lainnya. Pada utas yang dibuatnya, Jack Dorsey menjelaskan bahwa ''Tujuannya adalah menghubungkan titik pernyataan yang bertentangan dan informasi menuju pada perselisihan, sehingga orang dapat menilai sendiri'' tulisnya di Twitter.
Jack Dorsey juga mengatakan bahwa transparansi yang dilakukan Twitter sangat penting, sehingga orang dapat dengan jelas melihat alasan di balik tindakan yang dilakukan pihak Twitter. Sebelumnya, Donald Trump diketahui mencuitkan yang membuat tweet yang diunggahnya pada hari Selasa (26/5/2020) tersebut dilabeli cek fakta oleh Twitter.

Baik, kita sekalian belajar tentang konteks dari kejadian tadi ya. Tanpa tahu konten/ isi cuitan Trump di twitter, kita bisa menangkap bahwa ada ketentuan penulisan/ postingan/ cuitan dalam platform twitter yang dilanggar oleh penggunanya, yaitu “diindikasikan menyesatkan.” Hal ini merupakan salah satu syarat atau ketentuan penulisan konten, kebetulan dalam konteks twitter. dalam konteks tulisan ini, disebut dengan "Tata Tertib."

Syarat kontrol lain yang bersifat umum biasanya dibuat oleh media tempat artikel kita mau dipublikasikan. Contoh lain bisa kita lihat di Mojok.co yang hanya memuat "artikel-artikel ringan yang hanya butuh waktu sekitar seperminuman kopi saja untuk menulisnya, tulisan-tulisan pendek (600-1.000 kata) yang dihasilkan saat naik angkot, menunggu kereta, boker, usai makan siang kantor, di supermarket, dan lain-lain."  Hah, betul seperti itukah syaratnya? iya memang. Maka, jika artikel kita mau dipertimbangkan untuk nongol di sana, maka buatlah tulisan ringan sepanjang 600 sampai 1.000 kata saja. Tulisan berat, apalagi sepanjang 3000 kata otomatis akan ditolaknya walau kita ngotot itu tulisan yang sangat bagus (bagi peningkatan kapasitas fasilitator experiential learning) Oh ya, Mojok. co ini punya label "Sedikit Nakal Banyak Akal," maka silakan bisa dibayangkan sendiri nuansa artikel-artikel yang diusungnya.

Saya pikir cukup ya uraian tentang 3 KON dalam penulisan, yaitu Konteks, Konten, dan Kontrol. Semoga masih sanggup dicerna oleh teman-teman fasilitator yang dinamis ini. Kita akhiri artikel ini dengan sedikit contoh aplikasi 3 KON ini dalam sebuah kasus. 

Mari perhatikan 3 foto berikut ini.

Kasus Pertama
Apa yang teman-teman baca dalam baliho yang dipasang di dekat lampu lalu lintas ini? Setuju, nggak jelas apa tulisannya. Saya pastikan jika kita berhenti di jalanan saat lampu sedang menyala merah, tidak ada satu manusiapun yang (berminat) bisa membaca semua deretan tulisan tadi (sampai tuntas). Kenapa? Karena amat tulisannya sangat banyak, dan kecil-kecil pula terlihatnya. Sayang ya, walau KONTEN informsi yang ingin disampaikan si penulis yaitu DPMPTSP itu mungkin penting, yakni tentang pengurusan IMB (Ijin mendirikan Bangunan), namun KONTEKSnya kurang tepat. Saya curiga format yang ditampilkan pada baliho tersebut adalah sekedar memperbesar format flyier yang aslinya seukuran kertas A4. Trus, apa tidak boleh menyampaikan info tentang IMB dengan cara seperti itu? Boleh sih bagi operator yang tidak punya KONTROL, tapi ya itu tadi, siapa yang mau baca dan (akhirnya) memahami maksud pesannya? Eh, omong-omong ada yang tahu manfaat foto karyawan di baliho ini, juga QR code yang tercantum di sana?

Konten pesan ada, tetapi ketika hal tersebut akan disampaikan melalui baliho di jalan raya, tentu perlu penyesuaian format tulisan, tata letak, ukuran dan sebagainya, termasuk sisi waktu keterbacaan oleh pembaca, yaitu pengendara yang berhenti di jalan raya sambil menunggu lampu hijau kembali. Dong ya, bahwa 3 KON itu perlu saling kerjasama?

Kini kita nikmati foto Kasus Kedua, apa yang langsung terlihat? 
Kasus Kedua
Ya, pesan yang lugas tentang “Wajib Pake Masker.” Konteks dipasang saat pandemi corona sudah tepat. Format pesan dengan gambar mencolok dan kata-kata yang singkat juga sudah sesuai dipampangkan di jembatan penyeberangan jalan. Namun ada sayangnya, tersua sesuatu yang sedikit mengganjel untuk urusan konten saudara-saudara? Apa itu? Silakan yang mau jawab bisa kirim di kolom komentar ya.

Saatnya kita masuk pada contoh ketiga, eng ing eng…. 
Kasus Ketiga
Menurut saya, produk “tulisan” ini sudah tepat konten dan konteksnya. Menyampaikan informasi tentang dengan tulisan yang “to the point” sekalipun hanya dilengkapi simbol tanpa foto seperti contoh kedua. Komposisi dan ukuran tulisanpun masih nyaman dibaca oleh pengendara yang menunggu lampu hijau.

Demikian obrolan Pos P ini saya tutup dengan harapan semoga teman-teman peserta Experiential Writing Camp II makin sadar bahwa pada saatnya nanti kita perlu membuat artikel yang taat pada 3 KON. Supaya apa? Ya supaya ada yang mbaca, dan diharapkan pesan-pesan yang hendak kita sampaikan bisa lebih mudah diterima pembaca.
Games MAKELAR, sudah sesuai 3 KON belum ya?
Bagi yang belum mengerjakan games MAKELAR, ayo disegerai, ditunggu sampai besok Senin pukul 07.17 di camp area.
Bagi teman-teman yang sudah selesai, terimakasih ya.

Brebes, Minggu 19 Juli 2020
Agustinus Susanta
Temenan (Teman Menulis Anda)







Share:

2 komentar: