Pengantar
Tulisan ini merupakan bagian ketiga; sambungan dari catatan pertama 3 tahun lalu bertema kalibrasi di AELI yang bisa dibaca pada halaman ini ; terus catatan kedua tentang Kegenitan AELI di sini .
Melalui tulisan ini saya mau lebih menjelaskan salah satu
contoh aplikasi AI dalam pergerakan AELI. Jika dalam catatan kedua AI itu =
Artificial Intelligence, sekarang AI yang kita bahas itu singkatan dari Appreciative
Inquiry ya. Dalam penutup bagian kedua saya menjanjikan cerita tentang upaya
penumpasan kegenitan dalam AELI, khususnya dalam konteks saya jadi SC MUSDA DPD
Jateng tgl 15 April 2025 lalu. Mengidentifikasi “kegenitan” untuk lalu membuat
pendasaran yang relevan termasuk juga dalam gerakan “Kalibrasi.”
Appreciative
Inquiry
Selama sekitar 30 tahun berorganisasi, terutama dalam
lembaga nirlaba, saya sering menggunakan/ dilibatkan dalam penyusunan strategi
menggunakan pendekatan SWOT sebagai singkatan dari Strengths (Kekuatan),
Weaknesses (Kelemahan), Opportunities (Peluang), dan Threats (Ancaman). Namun sejak
mengenal Appreciative Inquiry/ AI dan merasakan manfaatnya, saya beralih
ke sana. AI diartikan sebagai upaya pembaharuan organisasi dan pengembangan
kepemimpinan yang berfokus pada kekuatan, potensi, dan hal-hal positif yang
sudah ada dalam individu atau organisasi. Pendekatan ini mengeksplorasi apa
yang sudah berhasil dan bagaimana hal tersebut dapat diperluas atau diperkuat,
alih-alih mencari masalah untuk diperbaiki.
![]() |
Ilustrasi tentang AI |
Dalam beberapa program pengembangan diri, saya juga sering
menggunakan analogi kue donat yang berlubang untuk menjelaskan konsep AI ini
dengan pendekatan serupa. Dalam memandang donat apakah kita melihat dan
menyesali kenapa ada lubang di tengah donat tersebut? Atau kita melihat bahwa
kue donat itu sendiri adalah eksistensi yang bisa dinikmati bahkan dengan berbagi. Analogi
ini bisa kita terapkan dalam tubuh AELI. Apakah kita cenderung melihat “lubang”
berupa mungkin kekurangan, kesalahan, kekeliruan, atau sebaliknya; fokus pada
pencapaian, hasil, juga potensi yang ada pada asosiasi? Awas, kekeliruan kita
menyikapi kondisi yang sejatinya sama ini bisa membuat kita pesimistis, atau
sebaliknya optimistis. Plato sendiri bilang bahwa realitas itu diciptakan oleh
pikiran, kita bisa mengubah realitas kita itu dengan mengubah pikiran kita.
Secara teoritis, tahapan AI meliputi proses 5D yaitu:
- Definition (Definisi) yang diartikan sebagai: Menentukan fokus dan tujuan perubahan dengan sudut pandang positif.
- Discovery (Penemuan) yang diartikan sebagai: Mengeksplorasi keberhasilan dan kekuatan yang sudah ada.
- Dream (Impian) yang diartikan sebagai: Membayangkan masa depan ideal yang dapat dicapai berdasarkan keberhasilan sebelumnya.
- Design (Desain) yang diartikan sebagai: Merancang strategi dan rencana konkret untuk mencapai impian tersebut.
- Destiny/ Delivery (Implementasi) yang diartikan sebagai: Mewujudkan perubahan dengan tindakan nyata dan komitmen.
Kembali pada konteks
menjadi salah satu SC Musda, pendekatan AI kami masukkan dalam pasal 3
Peraturan, setelah pasal tentang tujuan dan azaz. Bagi pembaca yang ingin tahu
tata tertib selengkapnya, bisa melihat di ........
https://mancakrida.blogspot.com/2025/06/draft-tatib-musda-dpd-aeli-jateng-2025.html
Sebagai “sutradara” musda, secara pribadi saya juga mencoba
menggunakan pendekatan AI ini dalam upaya menyukseskan acara secara efektif dan
efisien. Maka, rentetan hal yang terpikirkan secara radikal adalah:
- Memelajari kembali Anggaran Dasar AELI,
- Memelajari kembali Anggaran Rumah Tangga AELI,
- Memelajari Peraturan keorganisasian yang berlaku, dan
- Memelajari tata tertib musyawarah daerah periode sebelumnya.
Empat hal tersebut kami lakukan demi bisa merumuskan secara
sederhana, apa sih musda itu? yang lalu menghasilkan 4 tujuan saja yaitu:
- Mengevaluasi laporan pertanggungjawaban Ketua DPD Periode 2022-2025,
- Mendengarkan laporan dinamika keanggotaan dari tiap Koordinator Wilayah,
- Menetapkan Amanat Asosiasi yang akan diemban oleh Ketua DPD 2025-2028 melalui kepengurusannya, dan
- Memilih Ketua DPD Periode 2025-2028
Oke, tujuan pertama pasti sudah umum dilakukan dalam banyak organisasi;
maka kita lewati saja penjelasannya. Tujuan kedua diagendakan dalam rangka
mencapai tujuan ketiga. Nah, tujuan ketiga ini yang punya kisah nostalgik bagi
saya.
“Adat” membuat amanat atau dalam beberapa naskah ditulis sebagai “amanah”
adalah gagasan saya dan Mas Ega saat menjadi Presidium Sidang Rapat Umum
Anggota AELI tahun 2013. RUA itu kalau saat ini setara dengan Munas sebagai
forum tertinggi asosiasi. Hmmm... ternyata ide membuat amanat untuk diemban
oleh ketua terpilih masih dipandang relevan sampai sekarang.
Tujuan keempat Musda juga sangat jelas; walau yang justru menarik adalah
tatacaranya.
Dalam tata tertib musyawarah periode sebelumnya, saya melihat kontradiksi
begini. Dalam salah satu pasal, disebutkan bahwa “Pengambilan keputusan
diusahakan sedapat mungkin dengan cara musyawarah untuk mufakat” namun dalam
pasal berikutnya yang mengatur pemilihan Ketua DPD, cara yang ditetapkan adalah
langsung dengan cara voting/ pemungutan suara. Berdasarkan temuan ini, maka
kami para SC lalu membuat perbaikan tatacara pemilihan Ketua DPD; pertama
dengan cara ditawarkan lalu dimusyawarahkan, barulah jika tidak ada hasil
menempuh jalan diajukan namun setelah itu tetap dimusyawarahkan. Pemungutan
suara menjadi opsi terakhir. Bagi saya, model seperti ini cocok dan
mengakomodir semangat “musyawarah” yang dijadikan nama acara.
Dalam beberapa kesempatan mengikuti forum rapat/ musyawarah di AELI pada
jaman dulu, kadang saya menjumpai perdebatan atau diskusi yang tidak perlu
karena konten yang dibicarakan sebenarnya sudah diatur dalam aturan dasar yang
lebih mendasar, seperti AD/ ART. Guna mencegah hal (sia-sia) ini terjadi kami
juga membuat pasal berisi himbauan agar semua peserta memelajari kembali AD,
ART, dan Peraturan Keorganisasian asosiasi.
Setelah pada tingkat SC
disepakati, draft aturan tata tertib ini dibagikan pada para peserta sidang 1
minggu sebelum acara dengan harapan sudah bisa dipelajari lebih dahulu. Berkaca
pada Musda sebelumnya, (katanya) sidang pertama yang membahas pengesahan tata
tertib berlangsung lama karena tiap pasal dibacakan dan dimintakan persetujuan
pada semua peserta. Hmmm... sebagai perbandingan, tata tertib musda sebelumnya
mengandung 45 pasal yang kalau dituliskan memenuhi 11 halaman; sedangkan Musda
2025 hanya mengandung 26 pasal dalam 9 halaman saja. Ya; kami para SC memangkas
pasal-pasal yang dipandang tidak signifikan atau pasal-pasal yang kontennya
sebenarnya sudah diatur dalam AD, ART, atau Peraturan Organisasi. Misi kami
adalah membuat peraturan sesimpel mungkin tanpa bergenit-genit menjelaskan
hal-hal yang sudah di atur dalam ketentuan yang lebih mendasar. Bagi saya hal
ini adalah upaya radikal atau mendasar yang memang perlu dibuat.
Singkat cerita, Musda
berjalan lancar, termasuk dalam proses pemilihan ketua DPD yang berlangsung
tanpa banyak drama. Hal yang tidak saya duga adalah saya masuk penjaringan
dalam 4 besar calon ketua DPD bareng Mas Napo, Mas Arik, dan Mas Tobang. Namun
dalam musyawarah internal, kami memutuskan Mas Napo untuk terus melanjutkan
“pelayanan” sebagai Ketua DPD.
Kini kita coba menerapkan
5 D dalam tubuh AELI, setidaknya melalui contoh Musda DPD Jateng
Definition
D pertama merupakan Definition, yang diartikan
sebagai: Menentukan fokus dan tujuan perubahan dengan sudut pandang positif.
Misi AELI sudah bisa digunakan untuk mendifinisikan tujuan organisasi, apalagi diperjelas
dengan AD/ART; karenanya tidak saya bahas di sini ya.
Discovery
D kedua adalah Discovery yang diartikan sebagai: Mengeksplorasi keberhasilan dan kekuatan
yang sudah ada. Capaian internal AELI tercermin dalam laporan
pertanggungjawaban pengurus, maka bagi saya sudah jelas dan tidak perlu
dibahas. Nah, menelusuri “kekuatan atau potensi” lain itu yang menarik bagi
saya. Tentu saja kekuatan, keberhasilan, kompetensi, serta juga potensi di luar
urusan experiential learning atau outbound dong.
Begini, Musda AELI DPD
Jateng dirangkaikan dengan 2 acara lain, yaitu malamnya dilanjut dengan
Gathering Fasel dan keesokan paginya ada kompetisi Battle Ice Breaking. Dalam 2
hari perjumpaan dengan para fasilitator saya mencoba menerapkan AI dalam
menelusuri potensi yang ada. Hasilnya, setidaknya saya menemukan 3 hal menarik
dari profil keanggotaan, yaitu.
- Beberapa anggota AELI ternyata juga pengurus atau aktivis di beberapa asosiasi atau perkumpulan tour dan kepariwisataan.
- Ada anggota AELI DPD Jateng yang ternyata juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) Jawa Tengah, yaitu Mas Ade.
- Ada anggota AELI DPD Jateng yang ternyata juga menjabat sebagai Ketua Pengurus Daerah FONI (Federasi Orienteering Nasional Indonesia) Jawa Tengah, yaitu Mas Kholik.
Itu belum mencatatkan
potensi saya sendiri yang di Kabupaten Brebes dipercaya menjabat sebagai Ketua
FONI Pengurus Cabang. Jika ditelisik lebih lanjut, saya meyakini ada lebih
banyak potensi yang bisa digali dari para anggota AELI DPD Jateng. Apakah
segala potensi yang tertemukan bisa dimanfaatkan secara tepat dalam pergerakan
AELI? Itu tergantung perspektif dalam menapaki D berikutnya.
![]() |
Suasana Musda |
Dream
D ketiga adalah Dream (Impian) yang diartikan
sebagai: Membayangkan masa depan
ideal yang dapat dicapai berdasarkan keberhasilan sebelumnya. Musda
mengakomodir penyusunan D ini melalui sidang-sidang di 3 komisi. Tak lupa,
sebelum anggota didistribusikan dalam 3 sidang, SC mengingatkan kembali bahwa
dalam “bermimpi” peserta sidang harus tetap memegang teguh semangat
ketercapaian misi AELI sebagai akar atau pondasi, serta harus dirumuskan secara
SMART. SMART adalah salah satu alat bantu dalam menetapkan Dream/ Mimpi, merupakan
singkatan dari:
- Specific (Spesifik),
- Measurable (Terukur),
- Achievable (Dapat Dicapai),
- Relevant (Relevan), dan
- Time-bound (Terikat Waktu)
Hasil sidang komisi mewujud berupa Amanat Anggota yang
merupakan rumusan singkat kondisi ideal keasosiasian yang perlu diwujudkan
atau diperjuangkan oleh pengurus DPD selanjutnya. Agar tidak
mengawang-awang, apalagi sampai penasaran, saya bocorkan sekalian ya Dream
Anggota AELI Jateng, yang terbagi dalam 3 ranah.
Berikut ini Dream tentang “peningkatan dan penguatan sistem keanggotaan dan keorganisasian,” yang diistilahkan dengan Ground Work
- Menjaring anggota dari kab/ kota yang kurang tersentuh dengan tetap mengutamakan kualitas daripada kuantitas
- Membenahi sistem penarikan iuran tahunan anggota dan tata kelola administrasi
- Memenuhi hak anggota terkait orientasi, kartu/sertifikat
- Perlu diadakan bidang penelitian dan pengembangan
- Pengadaan nomor wa resmi AELI semacam member care atau call center
Selanjutnya inilah Dream
tentang “peningkatan kapasitas dan penjaminan kualitas anggota,” yang dilabeli
dengan nama Level Up.
- Melanjutkan workshop tematik (program educational dan development)
- Mem’FasEL’kan FasEL
- Perlu diadakan bidang penelitian dan pengembangan
- Menyusun modul/materi berbasis SKKNI
- Membuat database FasEL dengan kompetensinya
- Mengadakan pertemuan anggota lembaga (setahun dua kali) dengan tema sesuai kebutuhan/permintaan
Terakhir, saya beberkan Dream
tentang “Memasyarakatkan metode pembelajaran berbasis pengalaman dan penguatan
hubungan dengan pemerintah, mitra dan pengguna jasa” yang dikenal
dengan istilah Exposure
- Mempersiapkan tim delegator khusus yang cakap sebagai representasi AELI
- Membuat buku/katalog produk yang ditawarkan AELI
- Mendorong pengembangan media sosial (konten anggota lembaga)
- Melakukan pendekatan ke stakeholder (pemerintahan dan asosiasi mitra)
- Melakukan kerjasama dengan vendor untuk kepentingan anggota
· Bagaimana, apakah menurut para pembaca yang budiman, Dream kami masuk akal ditinjau dalam kaidah SMART? Kalo menurut saya sih iya. Ada unsur idealisme memang, namun bukan hal yang aneh-aneh apalagi ajaib nan absurd sehingga tidak bisa diimajinasikan secara masuk akal tolak ukur keberhasilannya.
Design
D keempat adalah Design (Desain) yang diartikan
sebagai “Merancang strategi dan rencana konkret untuk mencapai impian
tersebut.” Nah, kalo tahap ini, giliran DPD yang bergerak. Yang keren nih,
ketua terpilih kami, Mas Napoleon Wauran bergerak sat-set dalam membentuk
kepengurusan DPD hanya dalam waktu 3 minggu, sehingga pada 7-8 Mei 2025 bisa
langsung mengadakan Rapat Kerja Daerah; luar biasa. Dalam Rakerda, 3 rombongan
poin-poin amanat tadi lebih disederhanakan lagi menjadi:
Dream ranah GROUNDWORK disarikan
dengan tujuan “Menguatkan ikatan keanggotaan AELI di Jawa Tengah” melalui
disain sasaran “Terbentuknya kepercayaan dan partisipasi aktif anggota dalam
sistem keanggotaan yang kuat.”
Dream ranah LEVEL-UP disarikan
dengan tujuan “Menguatkan kapasitas dan kualitas anggota AELI di Jawa Tengah,” melalui
disain sasaran “Tercapainya peningkatan kapasitas dan penjaminan kualitas bagi
anggota perorangan dan lembaga,” sedangkan
Dream ranah EXPOSURE disarikan
dengan tujuan “Menguatkan pengenalan dan pengakuan AELI di Jawa Tengah,” melalui
disain sasaran “Terciptanya pengakuan terhadap AELI sehingga anggota AELI
menjadi pilihan utama dan terpercaya.”
Desain lebih detil tentu
sedang dimatangkan oleh Pengurus DPD.
Delivery
Tahap terakhir dari siklus AI adalah Destiny/ Delivery
(Implementasi) yang diartikan sebagai:
Mewujudkan perubahan dengan tindakan nyata dan komitmen. Saya belum
bisa menjelasakan hal ini karena kami belum mengalaminya. Namun saya berkeyakinan,
ketika pergerakan kami menggunakan pendekatan AI ini, pun seandainya ada riak
belak belok atau variasi dalam implementasi, maka masih sangat memungkinkan
untuk “diluruskan” kembali karena pendasarannya jelas.
Cukup ya tentang penyontohan AI yang saya sampaikan dalam
konteks MUSDA Jateng. Sekarang saya mau berbagi pemikiran tentang hal yang juga
penting, yaitu Munas VII AELI.
Yakin, Sudah Siapkah Kita untuk Munas?
Pagi ini terbersit pemikiran yang langsung saya tuangkan dalam kiriman
ke grup WA Forkom Anggota Lembaga AELI. Isinya begini
Tabik teman-teman lembaga.
Untuk teman-teman lembaga, saya kepikiran begini; ini
bagi saya SANGAT PENTING; kalau berkenan mohon bisa direnungkan pendapat saya
ini ya; bukan bagian dari kampanye ya.
Munas nanti momen yang sangat krusial terkait pergerakan
asosiasi kita; bukan soal siapa ketua umumnya nanti, karena itu keniscayaan.
Toh Ketum harus menyesuaikan Amanat Munas dalam memilih DPP; belum lagi DPP
harus Rakernas dalam membuat rencana eksekusi Amanat Anggota. Yang saya
cermati; panitia (SC) sudah menyiapkan berbagai amandemen untuk AD/ART kita;
termasuk sudah merencanakan 4 komisi yang akan membahasnya.
Nah, apakah peserta Munas utama yang punya hak suara (4
orang delegsi tiap DPD) bisa hadir maksimal? Saya melihat agenda Munas kita ini
sangat penting; mulai dari menetapkan Nilai, Kode Etik (Lembaga juga
Perorangan), Perubahan durasi waktu kepengurusan dari 3 ke 5 tahun, revisi
struktur keorganisasian, dan sebagainya. Yakinlah; perlu peserta sidang yang
idealnya quorum dan benar-benar siap membahas dan memutuskan berbagai hal
(sangat penting) tadi.
Kita memang sebagai anggota lembaga, mungkin ada yang
tergabung di kepengurusan DPD, mungkin ada yang jadi utusan resmi daerah; namun
bisa jadi kita di sini dalam konteks Munas hanya ingin datang untuk
menyampaikan pendapat/ unek-unek saja, atau sekedar mau nostalgia. Barangkali
juga ada yang lebih banyak karena berbagai alasan tidak hadir dalam Munas
nanti. Maka saya sih berharap mari kita pastikan apakah delegasi provinsi kita
bisa maksimal 4 orang berangkat ke Munas? Kalau sampai saat ini direncanakan belum
bisa 4 orang, adakah kendala yang bisa dicarikan solusi oleh para anggota
lembaga di tiap daerahnya sehingga bisa full team datang?
Mengikuti hingar bingar (kampanye) Suksesi Caketum memang
seru; tetapi jika fondasi AD/ART asosiasi yang akan direvisi (secara resmi oleh
delegasi) tidak bisa dilaksanakan secara maksimal, apalagi malah nanti
(amit-amit jangan terjadi) banyak celah; apalah arti visi misi para Caketum
jika pondasi asosiasi kita rapuh.
Jadi sodara-sodari.... poin pemikiran saya adalah; yuk
kita persiapkan para delegasi kita secara maksimal agar bisa membuat keputusan
terbaik bagi AELI melalui MUNAS VII agar tetap BERSATU untuk makin BERJAYA.
Demikian sekedar pemikiran saya.
Terimakasih.
Jika postingan tersebut saya kirim dengan harapan teman-teman lembaga bisa mendukung DPDnya untuk mengirimkan 4 orang sebagai delegasi resmi, maka kini saya akan sekedar berbagi tips persiapan Munas pada rekan-rekan pengurus DPD, terutama yang nanti akan menjadi delegasi resmi serta mempunyai hak suara dalam menetapkan (Amandemen) AR/ART ataupun keputusan krusial lain di forum tertinggi asosiasi. saya format dalam kalimat tanya ya.
- Apakah saya sebagai Ketua DPD sudah memahami konteks kehadiran dan urgensi saya (beserta rombongan resmi) dalam Munas nanti?
- Sebagai bagian delegasi, sudahkan saya sudah pertama-tama membaca, lalu memelajari semua materi Munas VII yang dikirimkan oleh panitia? Jika sudah memelajarinya, apakah saya, atau kami sesama delegasi, atau bahkan seanggota DPD sudah membuat kajian komprehensif dalam menanggapinya?
- Oh ya, sudahkah DPD saya mempunyai Amanat Musda yang harus pengurus perjuangkan di tingkat provinsi? Lho kok kami yang memerjuangkan, lha iya lah, kan namanya pengurus artinya mereka yang mengurus. Jika sudah ada, yuk kita nanti kit ceritakan amanat itu saat Munas, bukan untuk dilimpahkan pada panitia atau nanti DPP, namun untuk dikaji bersama DPD lain barangkali ada hal-hal yang bisa dikerjakan (DPP) untuk membantu efektivitas dan efisiensi pencapaian? Jika ternyata DPD saya belum punya amanat anggota, ya masih ada waktu lah beberapa hari untuk menggali dari anggota, sebelum keberangkatan ke Jakarta.
- Sudahkah saya dan teman-teman sedelegasi menyamakan frekuensi bahwa kami ini utusan daerah yang pertama-tama memerjuangkan kepentingan daerah yang sudah dipercayakan pada kami; bukan sekedar ikut formalitas apalagi ikut-ikutan pada arah keputusan yang sebenarnya tidak atau kurang membawa kebermanfaatan bagi provinsi kami? Oh ya, tiap daerah khan punya karakteristik yang berbeda, maka seandainya nanti terjadi perbedaan pendapat, itu adalah hal yang biasa, hal yang bisa diobrolkan secara sehat berdasar ketercapaian 3 misi AELI.
Yuk kita jadi delegasi
yang cerdas. AELI itu nirlaba; maka persembahan dan perjuangan kita dalam
berorganisasi hendaknya dilakukan secara efektif dan efisien dengan melakukan
persiapan dan pemetaan secara global; walau nanti keputusan yang diambil tentu secara
lokal sesuai isu yang dibahas. Tidaklah perlu bergenit-genit membahas hal yang
sudah ada keputusannya gara-gara kita tidak (diberi)tahu bahwa hal itu sudah
ada. Kita dukung semua yang sudah disiapkan oleh OC dan SC Musda; kita dukung
DPP pada masa-masa akhir kepengurusan, dan tentu saja kita dukung semua anggota
di daerah kita.
Brebes, 21 Juni
2025
Agustinus Susanta, S.T., M.Pd.
Nomor anggota AELI 33020098;
Ketua DPD Sumatera Selatan periode 2013-2017