Pelatihan berbasis Permainan


AI dalam AELI; Dari MUSDA Menuju MUNAS

Pengantar

Tulisan ini merupakan bagian ketiga; sambungan dari catatan pertama 3 tahun lalu bertema kalibrasi di AELI yang bisa dibaca pada halaman ini ; terus catatan kedua tentang Kegenitan AELI di sini .

Melalui tulisan ini saya mau lebih menjelaskan salah satu contoh aplikasi AI dalam pergerakan AELI. Jika dalam catatan kedua AI itu = Artificial Intelligence, sekarang AI yang kita bahas itu singkatan dari Appreciative Inquiry ya. Dalam penutup bagian kedua saya menjanjikan cerita tentang upaya penumpasan kegenitan dalam AELI, khususnya dalam konteks saya jadi SC MUSDA DPD Jateng tgl 15 April 2025 lalu. Mengidentifikasi “kegenitan” untuk lalu membuat pendasaran yang relevan termasuk juga dalam gerakan “Kalibrasi.”

Appreciative Inquiry

Selama sekitar 30 tahun berorganisasi, terutama dalam lembaga nirlaba, saya sering menggunakan/ dilibatkan dalam penyusunan strategi menggunakan pendekatan SWOT sebagai singkatan dari Strengths (Kekuatan), Weaknesses (Kelemahan), Opportunities (Peluang), dan Threats (Ancaman). Namun sejak mengenal Appreciative Inquiry/ AI dan merasakan manfaatnya, saya beralih ke sana. AI diartikan sebagai upaya pembaharuan organisasi dan pengembangan kepemimpinan yang berfokus pada kekuatan, potensi, dan hal-hal positif yang sudah ada dalam individu atau organisasi. Pendekatan ini mengeksplorasi apa yang sudah berhasil dan bagaimana hal tersebut dapat diperluas atau diperkuat, alih-alih mencari masalah untuk diperbaiki.

Ilustrasi tentang AI
Ilustrasi di atas menggambarkan pendekatan AI dengan sederhana. Keadaannya sama, ada tanah yang digali, TANAH HASIL GALIAN ditumpuk di sebelah LUBANG BEKAS GALIAN. Terdapat 2 orang yang berbeda perspektif dalam menyikapi hal tersebut; orang di sebelah kanan, katakanlah bernama Ali menunjuk lubang sambil berkata “Lihat kita kehilangan sesuatu!” sedangkan orang satunya yang bernama Eli sambil menatap hasil galian bilang “Lihat apa yang kita dapat.”  1 keadaan 2 cara pandang. Ali fokus pada defisit, kehilangan atau ketiadaan, sedangkan Eli fokus pada aset, hasil, atau capaian yang diperoleh.

Dalam beberapa program pengembangan diri, saya juga sering menggunakan analogi kue donat yang berlubang untuk menjelaskan konsep AI ini dengan pendekatan serupa. Dalam memandang donat apakah kita melihat dan menyesali kenapa ada lubang di tengah donat tersebut? Atau kita melihat bahwa kue donat itu sendiri adalah eksistensi yang  bisa dinikmati bahkan dengan berbagi. Analogi ini bisa kita terapkan dalam tubuh AELI. Apakah kita cenderung melihat “lubang” berupa mungkin kekurangan, kesalahan, kekeliruan, atau sebaliknya; fokus pada pencapaian, hasil, juga potensi yang ada pada asosiasi? Awas, kekeliruan kita menyikapi kondisi yang sejatinya sama ini bisa membuat kita pesimistis, atau sebaliknya optimistis. Plato sendiri bilang bahwa realitas itu diciptakan oleh pikiran, kita bisa mengubah realitas kita itu dengan mengubah pikiran kita.

Secara teoritis, tahapan AI meliputi proses 5D yaitu:

  1. Definition (Definisi) yang diartikan sebagai: Menentukan fokus dan tujuan perubahan dengan sudut pandang positif.
  2. Discovery (Penemuan) yang diartikan sebagai:  Mengeksplorasi keberhasilan dan kekuatan yang sudah ada.
  3. Dream (Impian) yang diartikan sebagai:  Membayangkan masa depan ideal yang dapat dicapai berdasarkan keberhasilan sebelumnya.
  4. Design (Desain) yang diartikan sebagai:  Merancang strategi dan rencana konkret untuk mencapai impian tersebut.
  5. Destiny/ Delivery (Implementasi) yang diartikan sebagai:  Mewujudkan perubahan dengan tindakan nyata dan komitmen.

Kembali pada konteks menjadi salah satu SC Musda, pendekatan AI kami masukkan dalam pasal 3 Peraturan, setelah pasal tentang tujuan dan azaz. Bagi pembaca yang ingin tahu tata tertib selengkapnya, bisa melihat di ........

https://mancakrida.blogspot.com/2025/06/draft-tatib-musda-dpd-aeli-jateng-2025.html

Sebagai “sutradara” musda, secara pribadi saya juga mencoba menggunakan pendekatan AI ini dalam upaya menyukseskan acara secara efektif dan efisien. Maka, rentetan hal yang terpikirkan secara radikal adalah:

  • Memelajari kembali Anggaran Dasar AELI,
  • Memelajari kembali Anggaran Rumah Tangga AELI,
  • Memelajari Peraturan keorganisasian yang berlaku, dan
  • Memelajari tata tertib musyawarah daerah periode sebelumnya.

Empat hal tersebut kami lakukan demi bisa merumuskan secara sederhana, apa sih musda itu? yang lalu menghasilkan 4 tujuan saja yaitu:

  1. Mengevaluasi laporan pertanggungjawaban Ketua DPD Periode 2022-2025,
  2. Mendengarkan laporan dinamika keanggotaan dari tiap Koordinator Wilayah,
  3. Menetapkan Amanat Asosiasi yang akan diemban oleh Ketua DPD 2025-2028 melalui kepengurusannya, dan
  4. Memilih Ketua DPD Periode 2025-2028

Oke, tujuan pertama pasti sudah umum dilakukan dalam banyak organisasi; maka kita lewati saja penjelasannya. Tujuan kedua diagendakan dalam rangka mencapai tujuan ketiga. Nah, tujuan ketiga ini yang punya kisah nostalgik bagi saya.

“Adat” membuat amanat atau dalam beberapa naskah ditulis sebagai “amanah” adalah gagasan saya dan Mas Ega saat menjadi Presidium Sidang Rapat Umum Anggota AELI tahun 2013. RUA itu kalau saat ini setara dengan Munas sebagai forum tertinggi asosiasi. Hmmm... ternyata ide membuat amanat untuk diemban oleh ketua terpilih masih dipandang relevan sampai sekarang.

Tujuan keempat Musda juga sangat jelas; walau yang justru menarik adalah tatacaranya.

Dalam tata tertib musyawarah periode sebelumnya, saya melihat kontradiksi begini. Dalam salah satu pasal, disebutkan bahwa “Pengambilan keputusan diusahakan sedapat mungkin dengan cara musyawarah untuk mufakat” namun dalam pasal berikutnya yang mengatur pemilihan Ketua DPD, cara yang ditetapkan adalah langsung dengan cara voting/ pemungutan suara. Berdasarkan temuan ini, maka kami para SC lalu membuat perbaikan tatacara pemilihan Ketua DPD; pertama dengan cara ditawarkan lalu dimusyawarahkan, barulah jika tidak ada hasil menempuh jalan diajukan namun setelah itu tetap dimusyawarahkan. Pemungutan suara menjadi opsi terakhir. Bagi saya, model seperti ini cocok dan mengakomodir semangat “musyawarah” yang dijadikan nama acara.

Dalam beberapa kesempatan mengikuti forum rapat/ musyawarah di AELI pada jaman dulu, kadang saya menjumpai perdebatan atau diskusi yang tidak perlu karena konten yang dibicarakan sebenarnya sudah diatur dalam aturan dasar yang lebih mendasar, seperti AD/ ART. Guna mencegah hal (sia-sia) ini terjadi kami juga membuat pasal berisi himbauan agar semua peserta memelajari kembali AD, ART, dan Peraturan Keorganisasian asosiasi.

Setelah pada tingkat SC disepakati, draft aturan tata tertib ini dibagikan pada para peserta sidang 1 minggu sebelum acara dengan harapan sudah bisa dipelajari lebih dahulu. Berkaca pada Musda sebelumnya, (katanya) sidang pertama yang membahas pengesahan tata tertib berlangsung lama karena tiap pasal dibacakan dan dimintakan persetujuan pada semua peserta. Hmmm... sebagai perbandingan, tata tertib musda sebelumnya mengandung 45 pasal yang kalau dituliskan memenuhi 11 halaman; sedangkan Musda 2025 hanya mengandung 26 pasal dalam 9 halaman saja. Ya; kami para SC memangkas pasal-pasal yang dipandang tidak signifikan atau pasal-pasal yang kontennya sebenarnya sudah diatur dalam AD, ART, atau Peraturan Organisasi. Misi kami adalah membuat peraturan sesimpel mungkin tanpa bergenit-genit menjelaskan hal-hal yang sudah di atur dalam ketentuan yang lebih mendasar. Bagi saya hal ini adalah upaya radikal atau mendasar yang memang perlu dibuat.

Singkat cerita, Musda berjalan lancar, termasuk dalam proses pemilihan ketua DPD yang berlangsung tanpa banyak drama. Hal yang tidak saya duga adalah saya masuk penjaringan dalam 4 besar calon ketua DPD bareng Mas Napo, Mas Arik, dan Mas Tobang. Namun dalam musyawarah internal, kami memutuskan Mas Napo untuk terus melanjutkan “pelayanan” sebagai Ketua DPD.

Kini kita coba menerapkan 5 D dalam tubuh AELI, setidaknya melalui contoh Musda DPD Jateng

Definition

D pertama merupakan Definition, yang diartikan sebagai: Menentukan fokus dan tujuan perubahan dengan sudut pandang positif. Misi AELI sudah bisa digunakan untuk mendifinisikan tujuan organisasi, apalagi diperjelas dengan AD/ART; karenanya tidak saya bahas di sini ya.

Discovery

D kedua adalah Discovery yang diartikan sebagai:  Mengeksplorasi keberhasilan dan kekuatan yang sudah ada. Capaian internal AELI tercermin dalam laporan pertanggungjawaban pengurus, maka bagi saya sudah jelas dan tidak perlu dibahas. Nah, menelusuri “kekuatan atau potensi” lain itu yang menarik bagi saya. Tentu saja kekuatan, keberhasilan, kompetensi, serta juga potensi di luar urusan experiential learning atau outbound dong.

Begini, Musda AELI DPD Jateng dirangkaikan dengan 2 acara lain, yaitu malamnya dilanjut dengan Gathering Fasel dan keesokan paginya ada kompetisi Battle Ice Breaking. Dalam 2 hari perjumpaan dengan para fasilitator saya mencoba menerapkan AI dalam menelusuri potensi yang ada. Hasilnya, setidaknya saya menemukan 3 hal menarik dari profil keanggotaan, yaitu.

  • Beberapa anggota AELI ternyata juga pengurus atau aktivis di beberapa asosiasi atau perkumpulan tour dan kepariwisataan.
  • Ada anggota AELI DPD Jateng yang ternyata juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) Jawa Tengah, yaitu Mas Ade.
  • Ada anggota AELI DPD Jateng yang ternyata juga menjabat sebagai Ketua Pengurus Daerah FONI (Federasi Orienteering Nasional Indonesia) Jawa Tengah, yaitu Mas Kholik.

Itu belum mencatatkan potensi saya sendiri yang di Kabupaten Brebes dipercaya menjabat sebagai Ketua FONI Pengurus Cabang. Jika ditelisik lebih lanjut, saya meyakini ada lebih banyak potensi yang bisa digali dari para anggota AELI DPD Jateng. Apakah segala potensi yang tertemukan bisa dimanfaatkan secara tepat dalam pergerakan AELI? Itu tergantung perspektif dalam menapaki D berikutnya.

Suasana Musda

Dream

D ketiga adalah Dream (Impian) yang diartikan sebagai:  Membayangkan masa depan ideal yang dapat dicapai berdasarkan keberhasilan sebelumnya. Musda mengakomodir penyusunan D ini melalui sidang-sidang di 3 komisi. Tak lupa, sebelum anggota didistribusikan dalam 3 sidang, SC mengingatkan kembali bahwa dalam “bermimpi” peserta sidang harus tetap memegang teguh semangat ketercapaian misi AELI sebagai akar atau pondasi, serta harus dirumuskan secara SMART. SMART adalah salah satu alat bantu dalam menetapkan Dream/ Mimpi, merupakan singkatan dari:

  • Specific (Spesifik),
  • Measurable (Terukur),
  • Achievable (Dapat Dicapai),
  • Relevant (Relevan), dan
  • Time-bound (Terikat Waktu)

Hasil sidang komisi mewujud berupa Amanat Anggota yang merupakan rumusan singkat kondisi ideal keasosiasian yang perlu diwujudkan atau diperjuangkan oleh pengurus DPD selanjutnya. Agar tidak mengawang-awang, apalagi sampai penasaran, saya bocorkan sekalian ya Dream Anggota AELI Jateng, yang terbagi dalam 3 ranah.

Berikut ini Dream tentang “peningkatan dan penguatan sistem keanggotaan dan keorganisasian,” yang diistilahkan dengan  Ground Work

  • Menjaring anggota dari kab/ kota yang kurang tersentuh dengan tetap mengutamakan kualitas daripada kuantitas
  • Membenahi sistem penarikan iuran tahunan anggota dan tata kelola administrasi
  • Memenuhi hak anggota terkait orientasi, kartu/sertifikat
  • Perlu diadakan bidang penelitian dan pengembangan
  • Pengadaan nomor wa resmi AELI semacam member care atau call center

Selanjutnya inilah Dream tentang “peningkatan kapasitas dan penjaminan kualitas anggota,” yang dilabeli dengan nama Level Up.

  • Melanjutkan workshop tematik (program educational dan development)
  • Mem’FasEL’kan FasEL
  • Perlu diadakan bidang penelitian dan pengembangan
  • Menyusun modul/materi berbasis SKKNI
  • Membuat database FasEL dengan kompetensinya
  • Mengadakan pertemuan anggota lembaga (setahun dua kali) dengan tema sesuai kebutuhan/permintaan

Terakhir, saya beberkan Dream tentang “Memasyarakatkan metode pembelajaran berbasis pengalaman dan penguatan hubungan dengan pemerintah, mitra dan pengguna jasa” yang dikenal dengan istilah Exposure

  • Mempersiapkan tim delegator khusus yang cakap sebagai representasi AELI
  • Membuat buku/katalog produk yang ditawarkan AELI
  • Mendorong pengembangan media sosial (konten anggota lembaga)
  • Melakukan pendekatan ke stakeholder (pemerintahan dan asosiasi mitra)
  • Melakukan kerjasama dengan vendor untuk kepentingan anggota

·     Bagaimana, apakah menurut para pembaca yang budiman, Dream kami masuk akal ditinjau dalam kaidah SMART? Kalo menurut saya sih iya. Ada unsur idealisme memang, namun bukan hal yang aneh-aneh apalagi ajaib nan absurd sehingga tidak bisa diimajinasikan secara masuk akal tolak ukur keberhasilannya.

Design

D keempat adalah Design (Desain) yang diartikan sebagai “Merancang strategi dan rencana konkret untuk mencapai impian tersebut.” Nah, kalo tahap ini, giliran DPD yang bergerak. Yang keren nih, ketua terpilih kami, Mas Napoleon Wauran bergerak sat-set dalam membentuk kepengurusan DPD hanya dalam waktu 3 minggu, sehingga pada 7-8 Mei 2025 bisa langsung mengadakan Rapat Kerja Daerah; luar biasa. Dalam Rakerda, 3 rombongan poin-poin amanat tadi lebih disederhanakan lagi menjadi:

Dream ranah GROUNDWORK disarikan dengan tujuan “Menguatkan ikatan keanggotaan AELI di Jawa Tengah” melalui disain sasaran “Terbentuknya kepercayaan dan partisipasi aktif anggota dalam sistem keanggotaan yang kuat.”

Dream ranah LEVEL-UP disarikan dengan tujuan “Menguatkan kapasitas dan kualitas anggota AELI di Jawa Tengah,” melalui disain sasaran “Tercapainya peningkatan kapasitas dan penjaminan kualitas bagi anggota perorangan dan lembaga,” sedangkan

Dream ranah EXPOSURE disarikan dengan tujuan “Menguatkan pengenalan dan pengakuan AELI di Jawa Tengah,” melalui disain sasaran “Terciptanya pengakuan terhadap AELI sehingga anggota AELI menjadi pilihan utama dan terpercaya.”

Desain lebih detil tentu sedang dimatangkan oleh Pengurus DPD.

Delivery

Tahap terakhir dari siklus AI adalah Destiny/ Delivery (Implementasi) yang diartikan sebagai:  Mewujudkan perubahan dengan tindakan nyata dan komitmen. Saya belum bisa menjelasakan hal ini karena kami belum mengalaminya. Namun saya berkeyakinan, ketika pergerakan kami menggunakan pendekatan AI ini, pun seandainya ada riak belak belok atau variasi dalam implementasi, maka masih sangat memungkinkan untuk “diluruskan” kembali karena pendasarannya jelas.

Cukup ya tentang penyontohan AI yang saya sampaikan dalam konteks MUSDA Jateng. Sekarang saya mau berbagi pemikiran tentang hal yang juga penting, yaitu Munas VII AELI.

Yakin, Sudah Siapkah Kita untuk Munas?

Pagi ini terbersit pemikiran yang langsung saya tuangkan dalam kiriman ke grup WA Forkom Anggota Lembaga AELI. Isinya begini

Tabik teman-teman lembaga.

Untuk teman-teman lembaga, saya kepikiran begini; ini bagi saya SANGAT PENTING; kalau berkenan mohon bisa direnungkan pendapat saya ini ya; bukan bagian dari kampanye ya.

Munas nanti momen yang sangat krusial terkait pergerakan asosiasi kita; bukan soal siapa ketua umumnya nanti, karena itu keniscayaan. Toh Ketum harus menyesuaikan Amanat Munas dalam memilih DPP; belum lagi DPP harus Rakernas dalam membuat rencana eksekusi Amanat Anggota. Yang saya cermati; panitia (SC) sudah menyiapkan berbagai amandemen untuk AD/ART kita; termasuk sudah merencanakan 4 komisi yang akan membahasnya.

Nah, apakah peserta Munas utama yang punya hak suara (4 orang delegsi tiap DPD) bisa hadir maksimal? Saya melihat agenda Munas kita ini sangat penting; mulai dari menetapkan Nilai, Kode Etik (Lembaga juga Perorangan), Perubahan durasi waktu kepengurusan dari 3 ke 5 tahun, revisi struktur keorganisasian, dan sebagainya. Yakinlah; perlu peserta sidang yang idealnya quorum dan benar-benar siap membahas dan memutuskan berbagai hal (sangat penting) tadi.

Kita memang sebagai anggota lembaga, mungkin ada yang tergabung di kepengurusan DPD, mungkin ada yang jadi utusan resmi daerah; namun bisa jadi kita di sini dalam konteks Munas hanya ingin datang untuk menyampaikan pendapat/ unek-unek saja, atau sekedar mau nostalgia. Barangkali juga ada yang lebih banyak karena berbagai alasan tidak hadir dalam Munas nanti. Maka saya sih berharap mari kita pastikan apakah delegasi provinsi kita bisa maksimal 4 orang berangkat ke Munas? Kalau sampai saat ini direncanakan belum bisa 4 orang, adakah kendala yang bisa dicarikan solusi oleh para anggota lembaga di tiap daerahnya sehingga bisa full team datang?

Mengikuti hingar bingar (kampanye) Suksesi Caketum memang seru; tetapi jika fondasi AD/ART asosiasi yang akan direvisi (secara resmi oleh delegasi) tidak bisa dilaksanakan secara maksimal, apalagi malah nanti (amit-amit jangan terjadi) banyak celah; apalah arti visi misi para Caketum jika pondasi asosiasi kita rapuh.

Jadi sodara-sodari.... poin pemikiran saya adalah; yuk kita persiapkan para delegasi kita secara maksimal agar bisa membuat keputusan terbaik bagi AELI melalui MUNAS VII agar tetap BERSATU untuk makin BERJAYA.

Demikian sekedar pemikiran saya.

Terimakasih.

Jika postingan tersebut saya kirim dengan harapan teman-teman lembaga bisa mendukung DPDnya untuk mengirimkan 4 orang sebagai delegasi resmi, maka kini saya akan sekedar berbagi tips persiapan Munas pada rekan-rekan pengurus DPD, terutama yang nanti akan menjadi delegasi resmi serta mempunyai hak suara dalam menetapkan (Amandemen) AR/ART ataupun keputusan krusial lain di forum tertinggi asosiasi. saya format dalam kalimat tanya ya.

  • Apakah saya sebagai Ketua DPD sudah memahami konteks kehadiran dan urgensi saya (beserta rombongan resmi) dalam Munas nanti?
  • Sebagai bagian delegasi, sudahkan saya sudah pertama-tama membaca, lalu memelajari semua materi Munas VII yang dikirimkan oleh panitia? Jika sudah memelajarinya, apakah saya, atau kami sesama delegasi, atau bahkan seanggota DPD sudah membuat kajian komprehensif dalam menanggapinya?
  • Oh ya, sudahkah DPD saya mempunyai Amanat Musda yang harus pengurus perjuangkan di tingkat provinsi? Lho kok kami yang memerjuangkan, lha iya lah, kan namanya pengurus artinya mereka yang mengurus. Jika sudah ada, yuk kita nanti kit ceritakan amanat itu saat Munas, bukan untuk dilimpahkan pada panitia atau nanti DPP, namun untuk dikaji bersama DPD lain barangkali ada hal-hal yang bisa dikerjakan (DPP) untuk membantu efektivitas dan efisiensi pencapaian? Jika ternyata DPD saya belum punya amanat anggota, ya masih ada waktu lah beberapa hari untuk menggali dari anggota, sebelum keberangkatan ke Jakarta.
  • Sudahkah saya dan teman-teman sedelegasi menyamakan frekuensi bahwa kami ini utusan daerah yang pertama-tama memerjuangkan kepentingan daerah yang sudah dipercayakan pada kami; bukan sekedar ikut formalitas apalagi ikut-ikutan pada arah keputusan yang sebenarnya tidak atau kurang membawa kebermanfaatan bagi provinsi kami? Oh ya, tiap daerah khan punya karakteristik yang berbeda, maka seandainya nanti terjadi perbedaan pendapat, itu adalah hal yang biasa, hal yang bisa diobrolkan secara sehat berdasar ketercapaian 3 misi AELI.

Yuk kita jadi delegasi yang cerdas. AELI itu nirlaba; maka persembahan dan perjuangan kita dalam berorganisasi hendaknya dilakukan secara efektif dan efisien dengan melakukan persiapan dan pemetaan secara global; walau nanti keputusan yang diambil tentu secara lokal sesuai isu yang dibahas. Tidaklah perlu bergenit-genit membahas hal yang sudah ada keputusannya gara-gara kita tidak (diberi)tahu bahwa hal itu sudah ada. Kita dukung semua yang sudah disiapkan oleh OC dan SC Musda; kita dukung DPP pada masa-masa akhir kepengurusan, dan tentu saja kita dukung semua anggota di daerah kita.

Kiranya cukup ya teman-teman catatan ketiga saya ini. Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan; entah tersinggung dan tersindir. Ini semua hanya demi kecintaaan saya pada AELI.



 AELI, Bersatu Berjaya! 

Brebes, 21 Juni 2025 

Agustinus Susanta, S.T., M.Pd.

Nomor anggota AELI 33020098;
Ketua DPD Sumatera Selatan periode 2013-2017

 

 

 

 

Share:

AELI 18+ PERLU RADIKAL

Slide ini merupakan paparan Mas Agustinus Susanta, S.T., M.Pd. saat berkampanye dalam rangka Pemilihan Ketua Umum AELI 2025-2030, pada Hari kamis, 19 Juni 2025 secara daring; diselenggarakan oleh Panitia Munas VII AELI.
Substansi GAGASAN yang DITAWARKAN dalam paparan tersebut adalah:

Keadaan AELI saat ini dipandang secara beragam oleh anggotanya; dimaknai sesuai dengan "settingan" pikiran tiap individu yang tentu berbeda-beda. Karenanya Mas Agus menawarkan pendekatan Appreciative Inquiry (upaya pembaharuan organisasi dan pengembangan kepemimpinan yang berfokus pada kekuatan, potensi, dan hal-hal positif yang sudah ada dalam individu atau organisasi) dalam pergerakan AELI selanjutnya melalui 2 fase perkembangan, yaitu:

  1. Fase NORMING (2 tahun pertama) : Menata semua produk dan potensi AELI dengan motivasi yang lebih jernih sesuai norma 3 misi, guna membentuk identitas yang lebih jelas.
  2. Fase PERFORMING (3 tahun berikutnya) : Melalui identitas yang jelas, sudah saatnya AELI lebih “perform” untuk memasyarakatkan experiential learning, terutama dalam kerjasama dengan stakeholder. 

Kata kunci proses & capaian program tersebut adalah RADIKAL (radix = akar) yang juga jadi singkatan dari:

  1. RAPIKAN: Merapikan data / produk yang pernah dibuat; baik keorganisasian juga keanggotaan.
  2. DIREKTORI: Membuat direktori atau buku petunjuk sebagai rujukan bagi stakeholder
  3. KALIBRASI : Proses kalibrasi / penjernihan motivasi anggota dan pengurus agar selaras dengan misi AELI.

Paparan berikutnya banyak diisi dengan contoh aktivitas/ pengalaman Mas Agus yang ternyata menjadi bukti pemenuhan kualifikasi untuk menjabat Ketua Umum AELI sesuai AD/ART, yaitu:

  1. Memiliki Kompetensi dalam bidang pembelajaran berbasis pengalaman,
  2. Memiliki tekad dan semangat sebagai pembelajar,
  3. Memiliki kemampuan dalam memimpin organisasi,
  4. Memiliki kepribadian yang baik, serta
  5. Berdedikasi tinggi terhadap keberlangsungan AELI

Paparan berikutnya menunjukkan keluasan pengalaman dan kompetensi lain Mas Agus yang berpotensi menjadi pemicu/ sarana AELI supaya lebih berkembang dalam banyak aspek, diantaranya dalam hal:

  1. Pendidikan karakter dan gathering bernuansa semimiliter,
  2. Experiential tourism atau program berbasis kepariwisataan,
  3. Perancangan lokasi pelatihan/ outbound,
  4. Format program entrepreneurship dan pendidikan karakter secara asyik,
  5. Pembuatan tulisan/ buku sebagai perwujudan identitas anggota,
  6. Pengelolaan venue outbound/ adventure, dan
  7. Imajinasi serta krativitas dalam menciptakan program experiential learning..

Semua paparan di atas  bukan sekedar untuk menunjukkan kualitas Mas Agus sebagai Calon Ketua Umum AELI, namun juga bisa menunjang pelaksanaan Program Kerja yang pada dasarnya menyesuaikan Amanat Munas, dengan semangat Mengeksplorasi potensi anggota dalam membantu DPD mencapai Amanat Musda.

Terakhir, Mas Agus berpesan agar para anggota AELI tidak perlu repot untuk menjadi tim suksesnya, namun sebaliknya dia malah menawarkan diri untuk menjadi tim sukses pada tiap anggota AELI untuk mencapai KEMAKSIMALAN SEBAGAI SEORANG FASILITATOR EXPERIENTIAL LEARNING.

Berikut ini penampakan slide presentasi yang menyertai gagasan tersebut.



















































Terimakasih atas  atensi anda semua, semoga paparan ini memberi gambaran lebih komprehensif namun fundamental tentang pergerakan AELI ke depan. Pemilihan ketua umum yang tepat hanyalah alat untuk memercepat pergerakan itu.

AELI Bersatu Berjaya!

Share: