Prolog
Sepulang
menyambangi kawasan Batu Hitam di dalam Taman Nasional Baluran, Kang Bibin
uring-uringan di dalam mobil, pasal “Bagaimana ceritanya sebuah perusahaan
besar bisa memulai pembangunan resort mewah di dalam Taman Nasional?” Dia lalu
melanjutkan kegeramannya, “Itu kan semestinya zona inti tempat satwa endemik
tinggal, kenapa bisa berubah menjadi zona pemanfaatan? bahkan mau dibangun
resort. Jangan-jangan karena mengakomodir kepentingan perusahaan besar tadi.
Kalo itu yang terjadi, nggak bener nih, mengorbankan zona konservasi hanya untuk
kepentingan investor.” Keuring-uringannya diamini oleh Mas Eko dalam kadar yang
lebih moderat karena menyadari bahwa semua pembangunan pastilah sudah melalui
jalur perijinan yang legal, bahkan sampai tingkat pusat, “Itulah Negaramu, Nus”
seloroh Mas Eko pada Tinus, salah seorang anggota tim lainnya. Seperti belum
puas, Kang Bibin melanjutkan rentetan kedongkolannya, “Mestinya jangan hanya
untuk pemodal besar saja dong, harus ada pemerataan pengusahaan wisata di Taman
Nasional ini, terutama untuk masyarakat sekitar dengan UMKMnya. Tapi yang
penting jangan sampai mengorbankan usaha konservasi”
Kang Bibin sedang memandang laut lepas di puncak Bukit Batu Hitam, Taman Nasional Baluran |
Itulah secuplik keasyikan saya saat berinteraksi dengan Kang Bibin saat melakukan survey ke Taman Nasional Baluran pada pertengahan bulan Oktober 2020 lalu. Bersama Mas Eko Binarso selaku ketua tim, Ibu Soehartini Sekartjakrarin (Bu Tinoek), dan Mas Agustinus Dwi Cahyo, kami tergabung dalam tim penyusunan buku Pola Perjalanan Wisata dengan tema Indonesia National Park Discovery, besutan Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Boleh dikata, saya baru jumpa dan kenal dengan Kang Bibin selama 4 bulan terakhir saja, namun rasanya kok saya seperti sudah bertahun-tahun kenal, yha? barangkali karena kebersamaan kami dalam tim penyusunan buku tersebut. Selain ke Taman Nasional Baluran selama 7 hari, setelahnya kami melaksanakan lagi perjalanan survey di Taman Nasional Kepulauan Seribu dan Taman Nasional Gunung Leuser selama 5 dan 7 hari. Perjumpaan fisik saya dengan anggota tim, termasuk di dalamnya dengan Kang Bibin, pertama-tama terjadi pada akhir Agustus untuk rapat koordinasi awal di rumah Bu Tinoek, dan ditutup pada awal Desember tahun lalu selama 5 hari di Camp Tanakita Sukabumi, untuk proses penulisannya.
Interaksi pertama bareng Kang Bibin dan Tim Penulisan saat perencanaan survey. |
Sekian lama
berdinamika dengan tim, teristimewa Kang Bibin dalam sukaduka survey serta
proses penulisan buku, baik secara lurung maupun online, membuat kami saling
berbagi cerita, baik tentang urusan penulisan buku, dinamika menjadi atlet
panjat tebing, pengalamannya berwisata, dinamika mengelola Via Ferrata Mount
Parang, dan seabrek kisah-kisah lain yang tidak akan bisa tertuang dalam
tulisan pendek ini. Senang bisa berkarya satu tim dan ngobrol bersama Kang
Bibin. Mendapati kabar bahwa dia telah meninggal, membuat saya masygul karena kebersamaan
dengan seorang sahabat (baru) yang asyik, kok begitu cepat berakhir.
Sebagai
pengenangan akan Kang Bibin, maka saya menuliskan catatan ini, sejauh saya
mengenal beliau dalam interaksi tim penyusunan buku “Menjelajahi Keindahan Taman
Nasional; Pariwisata untuk Konservasi.” Saya
menyebut dan mendiskripsikannya sebagai seorang “PEMANJAT,” karena tak lepas
bahwa Kang Bibin mencintai dunia panjat-memanjat.
Kang Bibin Asyik menikmati Gunung Baluran dari atas perahu |
Pelestari Ekowisata
“Ekowisata saat
ini menjadi salah satu sumber pendapatan untuk pengelolaan secara
berkelanjutan. Hal Ini bukan hanya bagaimana kita bisa mengajak wisatawan
datang ke lokasi atau destinasi wisata kita, akan tetapi harus juga bisa
memikirkan kesejahteraan masyarakat setempat. Oleh karena itu, perlu
dipastikan bahwa pengunjung melakukan perjalanan yang bertanggung jawab,
membantu melindungi satwa liar yang mereka kunjungi dan memberikan kontribusi
terhadap kesejahteraan masyarakat lokal. Konsep ekowisata tidak hanya
menghasilkan manfaat ekonomi kepada masyarakat lokal saja, namun mendukung
konservasi alam dan mengurangi dampak dari aktivitas wisata itu sendiri.”
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kang Bibin
dalam salah satu pelatihan temu usaha pengembangan ekowisata, dalam kapasitas sebagai Ketua
Bidang Unit Jasa Wisata Alam, Koperasi
Jasa Sentra Wisata Alam Nusantara/ KOPISETARA.
sumber: https://perhutani.co.id/perhutani-dukung-program-bpskl-jabal-nusra-adakan-pelatihan-wisata-di-madiun/
Kenangan keluar masuk sungai dan hutan saat menjelajah Hutan Lawe Gurah |
Jika hanya memikirkan
kenyamanan dan kemapanan bisnisnya, mungkin Kang Bibin tidak tergerak untuk
bergabung dengan KOPISETARA yang baru akan genap setahun usianya pada 21
Januari 2021 nanti. Buat apa repot-repot ngurusin koperasi yang punya visi
“Menjadi penggerak utama usaha wisata alam yang berkelanjutan di Indonesia,” dan
bermisi:
- Memanfaatkan keindahan alam Indonesia menjadi usaha pariwisata alam berkelanjutan,
- Menciptakan iklim usaha wisata alam yang berkualitas dan berdaya saing,
- Menguatkan usaha pariwisata alam bagi para anggotanya,
- Berperan aktif meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap wisata alam berkelanjutan, dan
- Mendorong wisata alam sebagai sektor unggulan pendapatan negara.
Buat apa? Kita tidak akan bisa mendengar
jawabnya sekarang, karena Kang Bibin sudah dipanggil Tuhan. Namun dari jejak
yang ditinggalkannya saya yakin, jawabnya karena Kang Bibin punya perhatian
terhadap konservasi dan pelestarian alam melalui ekowisata yang berpihak pada
masyarakat setempat. Dalam 4 bulan interaksi dengan 4 anggota tim lain yang
berafiliasi dengan KOPISETARA, berkelana dari satu Taman Nasional ke Taman
Nasional lain, membuat saya yakin bahwa para pengurus, termasuk Kang Bibin,
memang mempunyai harapan bahwa wisata alam berkelanjutan yang berkeadilan
sosial harus (terus) diperjuangkan. Perjuangan mewujudkan misi masih panjang
dan berdarah-darah. Namun toh kondisi
semacam itu sudah disadari para pendiri dan pengurus sebagai suatu konsekuensi,
maka pilihan asyiknya ya, tetap dinikmati suka-duka prosesnya. Kang Bibin dalam
kesibukannya punya hati untuk membesarkan koperasi ini melalui unjuk gagasan
dan terutama aksi nyata sebagai salah satu ketua bidangnya, yang terkait erat
dengan pelestarian alam melalui ekowisata.
PELESTARI EKOWISATA, itulah sebutan pertama saya
terhadap Kang Bibin sebagai penjabaran “P-E” dari “Pemanjat.” Maka tak heran
jika dia sebel mendapati prinsip-prinsip konservasi yang menurutnya melenceng,
seperti yang saya ceritakan di awal catatan ini.
Diskusi asyik dari pulau ke pulau di Taman Nasional Kepulauan Seribu |
Motivator
Di Hotel Terrario Tangkahan,
waktu menjelang larut dan sudah saatnya orang-orang normal untuk bobok malam.
Namun saya mendapati Kang Bibin masih ada di teras kamar, melayani pembicaraan
dengan seseorang yang sedang meneleponnya. Dalam kengantukan, saya sayup-sayup
mendengar Kang Bibin memberi nasihat atau masukan pada lawan bicaranya. Entah
sampai berapa lama, saya tidak ingat, karena keburu berburu di pulau kapuk.
Sambil memotivasi lawan bicaranya via telepon genggam, lha kok sempat-sempatnya Kang Bibin ngasih makan ikan di Terrario Tangkahan |
Dalam suatu perjalanan naik
mobil di Situbondo, saya yang duduk di sebelah Kang Bibin ikut mendengar
berbagai nasihat yang dia berikan pada seseorang di seberang teleponnya. Hampir
1 jam pembicaraan itu terjadi; sangat lama dan pasti memedaskan telinga untuk
ukuran saya. Saya sih tidak kepo
sehingga lalu bertanya dia telponan dengan siapa, namun dari potongan-potongan
pembicaraan yang mau tak mau saya dengar juga, seseorang dari entah di mana itu
sedang mengalami persoalan organisasi/ federasi yang sepertinya rumit bak
benang kusut, lalu meminta nasihat dari Kang Bibin selaku seniornya. Saat sudah
diberi satu arahan, muncul lagi kegelisahan lainnya, Kang Bibin mendengarkan
dengan sabar, lalu kasih solusi lagi; begitu seterusnya.
Sunset manalagi yang bisa didustakan? Keriangan si motivator yang sedang memotivasi diri sendiri |
Tak hanya melalui telepon,
Kang Bibin juga senang bercerita dan memberi motivasi pada orang lain melalui
obrolan langsung. Hal terakhir ini pernah saya alami ketika kami mengobrol
panjang lebar dengan para pegiat wisata di Ketambe; Aceh Tenggara, yang sedang
kusut karena akibat pendemi. Mereka hampir putus asa dalam mengebulkan asap
dapurnya, sebab dunia pariwisata di sana sedang matisuri. Kang Bibin dengan
antusias mendengarkan berbagai curhatan mereka, lalu tak kalah antusias
bercerita berbagi tips dan pengalaman hidupanya dalam rangka menyemangati
mereka.
Mereka mendengarkan dengan takzim saat Kang Bibin berbagi cerita. |
Saya mendapati bahwa Kang
Bibin mempunyai empati untuk mendengarkan kegelisahan lawan bicaranya, lalu
memberikan peneguhan, nasihat, ataupun arahan. Sifat Kang Bibin yang senang
berbagi aneka kisah hidupnya dalam rangka memberikan motivasi, tentu patut kita
aprresiasi. Untuk itulah saya tak ragu menyebut bahwa Kang Bibin juga seorang MOTIVATOR, sebagai representasi “M” si
“Pemanjat.”
Antusias
Saat di Trash Edupark; Tracking & Sharing,
Pulau Paramuka, Kang Bibin bertanya secara mendetail tentang cara kerja mesin
yang bisa merubah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak. Masih di pulau
yang sama, kami menghadiri peringatan hari Hari
Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) tahun 2020. Salah satu aktivitas yang
dilakukan adalah pelepasan tukik (anak penyu) oleh beberapa pejabat KLHK dan
pemerintah daerah. Kang Bibin juga ikut mencoba hal yang baru pertama kali
dilakukannya tersebut. Senyumnya mengembang saat tukik yang dilepaskannya malu-malu
kucing (eh, malu-malu penyu) akhirnya berenang menuju laut lepas.
Antusias untuk narsis itu perlu juga lho. Yang penting "Jagalah Kebersihan." |
Sifat Kang Bibin yang berani
mencoba hal-hal baru dengan antusias memang terbukti mewujud pada bisnis yang
dia tekuni sampai saat ajal memanggil, yaitu pemanjatan tebing pertama di Indonesia.
Naik gunung dan panjat dinding adalah hal yang sudah biasa dilakoni Kang Bibin
yang memang pernah jadi atlet panjat dinding. Namun menjadikan gunung setinggi
750 mdpl tempat dia dulu berlatih sebagai atlet, menjadi sebuah (bisnis)
atraksi wisata petualangan dengan mendakinya menggunakan pijakan baja dan tali
pengaman, tentu hal yang luar biasa pada saat itu. Dalam beberapa kali obrolan,
saya menyerap bahwa Kang Bibin punya hasrat untuk mencoba hal-hal baru dengan
antusias.
Bahkan dalam urusan makan,
Kang Bibin juga menampakkan antusiasmenya. Puluhan kali makan bareng anggota tim
penulisan buku, mulai dari sekedar makan mie instan di hutan sampai makan
seafood di restoran apung di atas laut, saya bisa niteni tabiat kami dalam urusan makan. Ada yang mengurangi nasi
sehingga selalu mencari buah-buahan segar sebagai asupan, ada yang maniak kopi,
ada yang pemakan segala, dan sebagainya. Nah, kalo Kang Bibin itu menurut saya
“antusias” dalam urusan makan, serta tegas kalau minta (tambahan) ini itu pada
pelayan, tidak seperti saya yang malu-malu.
Gimana nggak antusias, kalo yang perlu diselesaikan seperti ini? Kenangan saat makan siang di Kepulauan Seribu |
Urusan makan sebetulnya salah satu saja yang
mau saya sampaikan tentang konsep antusias yang dimiliki Kang Bibin.
Berdasarkan penceritaannya, dia rutin berolahraga, ya maklum lah, atlet. Bahkan
pernah pada saat kami mandi-mandi di sungai Buluh, Tangkahan, Kang Bibin
sempat-sempatnya memanjat tebing sungai yang curam. Namun karena tangan yang
licin, akhirnya dia tercampak juga ke sungai diiringi derai tawa lepas. Dasar,
kalo orang kelewat aktif ya gitu itu cara mencari kegembiraannya.
2 kali, saat sedang dalam perjalanan akhir
kegiatan, saya melihat Kang Bibin tidak langsung pulang ke rumahnya karena langsung
janjian bertemu dengan orang lain untuk membicarakan suatu urusan. Saya mbatin, ini orang apa nggak ada capeknya
ya, habis survey berhari-hari kok langsung disambung dengan pertemuan lain.
Belum lagi berbagai urusan yang dia tangani mestinya menyita waktu Kang Bibin;
namun yang namanya aktivis sejati itu justru mereka yang bisa memprioritaskan
pemanfaatan waktunya.
Bahkan untuk menikmati air terjun pun, kita harus Antusias, tentu dengan cara masing-masing |
Saya tidak pernah melihat Kang Bibin kelelahan berat
usai kami melakukan aktivitas eksplorasi semisal mendaki bukit, susur sungai,
trekking di hutan, kayaking, dan snorkling. Yang sering saya lihat sih
kelaparan saja, he he he…. Karenanya saya tak ragu menyebut Kang Bibin ini
seorang yang aktif dan ANTUSIAS.
Ngotot
“N” dalam “Pemanjat” yang saya sematkan pada
Kang Bibin adalah NGOTOT, kok bisa? Ya
bisa dong.
Ngobrol di Pulau Pramuka |
Kang Bibin juga sebenarnya sebel dengan segala
tetek bengek administrasi atau formalitas dalam berorganisasi; apalagi jika
pada akhirnya menjauhkan marwah utamanya. Namun toh idealisme tersebut perlu
diperjuangkan secara terus menerus saat kondisi saat ini belum memungkinkan.
Lebih baik menyalakan lilin daripada merutuki kegelapan, barangkali begitulah
perumpamaannya. Jengkel, geram, atau marah sah-sah saja, namun demi melakukan
restorasi; salah satu pilihannya adalah membuat sesuatu yang menurutnya lebih
hakiki; melebihi semua urusan formalitas dan basa-basi semu.
"Saya sudah seperti orang yang ngotot belum?" Pantainya indah, tapi ngobrolnya serius bener sih... |
Hayoooo... siapa yang ngotot pingin foto sama bule di Ketambe? |
Kenangan terakhir akan “kengototan” Kang Bibin
adalah saat dia memertanyakan, kenapa dalam suatu proses sertifikasi profesi
bagi para “pemandu wisata panjat tebing,” kok
malah menggunakan skema “pemandu wisata gunung” sebagai materi uji/ pembuktiannya?
Dia memang tidak terlibat dalam proses sertifikasi tersebut, namun jiwanya
sebagai seorang asesor memberontak, dia beranggapan hal tersebut kurang tepat.
Aktivitasnya memanjat tebing, kok diuji dengan kompetensi pendaki gunung. Diskusi hangat dalam
perjalanan dari Jakarta menuju Tanakita awal Desember lalu akhirnya ditengahi
oleh Mas Eko yang menetralisir bahwa jika hal tersebut mau dipahami lebih
lanjut, ya kudu tahu konteksnya;
siapa tahu hal tersebut memang yang diminta
oleh peserta, lalu mungkin tahun depan mereka akan mengajukan sertifikasi
lainnya. Kehangatan diskusi seru yang dipicu kengototan Kang Bibin terhadap
suatu prinsip akhirnya kami tutup dengan malam-malam makan bubur ayam sebelum
masuk ke camp; ah nikmatnya.
Jeli
Bagi yang baru pertama kali
bertemu dalam suatu survey, barangkali akan menilai Kang Bibin sebagai orang
yang kurang sopan saat berdiskusi, sebab dia malah asyik mencet-mencet
handphonenya. Namun sepengamatan saya, Kang Bibin sebenarnya sedang mencatat
data atau poin-poin penting terkait materi yang sedang diobrolkan, melalui
gadget yang senantiasa dibawanya itu. Beberapa kali pula, ketika kami sedang
melakukan diskusi, dia membuka kembali catatan di HPnya tersebut sehingga
memberi kontribusi yang signifikan terhadap kemajuan proses.
Kang Bibin sedang berburu informasi pada staf Taman Nasional Gunung Leuser |
Kang Bibin juga senang membawa
kamera, apalagi saat berpetualang, eh survey ke dalam hutan-hutan di Taman
Nasional. Memotret hal-hal indah, unik dan menarik tentu sudah menjadi
kebiasaannya, walau yang bersangkutan tidak mendapat jatah khusus bagian
dokumentasi dalam tim penulisan buku. Hal yang luar biasa, dia juga jeli memotret
informasi-informasi yang berbentuk surat edaran, poster, papan petunjuk, atau
sekedar pengumuman di seputar Taman Nasional. Terbukti, hasil “pencatatan”
data/ informasi melalui foto-foto hasil jepretannya bisa melengkapi informasi
dalam penuntasan buku pola perjalanan wisata.
Ingatan dan kejelian Kang
Bibin terhadap sesuatu yang pernah dibacanya juga cukup kuat. Salah satu
contohnya adalah ketika kami sedang dalam masa-masa penyusunan hasil survey,
dan bingung mencari item-item informasi untuk merangkaikannya, Kang Bibin lalu
nyeletuk bahwa sebuah pernyataan yang relevan pernah dia baca di dokumen
tertentu. Betul, ketika kami cari, apa yang disebutkan oleh Kang Bibin memang
sangat pas untuk menutup lubang di tulisan kami.
Ah, pengen tahu saja nih Kang Bibin tentang mesin mengubah plastik jadi bahan bakar ini... |
Semangat mencatat dan jeli mencari
informasi adalah hal yang patut kita teladani dari seorang Kang Bibin. Dalam
perjalanan panjang sampai berjam-jam, entah di mobil, perahu, atau pesawat
kadang digunakan Kang Bibin untuk membaca-baca sesuatu yang pada saatnya nanti
bisa menjadi manfaat. Saya kadang sampai heran melihatnya, apa kepalanya nggak
munyeng tho, di perahu yang melaju tergoyang-goyang ombak, eee… dia asyik saja
membaca-baca sesuatu melalui handphonenya. Okey, semangatnya sebagai perekam/
pencatat jitu boleh kita tiru, tetapi teknisnya tentu saja perlu disesuaikan
dengan kondisi kita masing-masing.
JELI sebagai
kepanjangan “J” dalam “Pemanjat” rasanya pas untuk diterakan pada seorang Kang
Bibin. Bukti sahihnya tak lain adalah kejelian dia dalam mengibarkan eksistensi
Via Ferrata Mount Parang sebagai tren baru dalam rimba industri adventure di
Indonesia.
Analisator
Pengertian umum “analisis” adalah
“mengacu pada proses penyelidikan sistematis terhadap suatu keadaan untuk
mengetahui keadaan yang sebenarnya guna menunjang pencapaian tujuan atau
menyelesaikan suatu persoalan.” Sayangnya, pengertian “Analisator” sebagai orang
yang suka menganalisis tidak tertemukan, alih-alih istilah lain dalam bidang
fisika. Namun saya sih ngotot saja menyebut Kang Bibin sebagai seorang
analisator karena beliau memang suka melakukan telaah secara sistematis dalam
menuntaskan sebuah proyek. Saya curiga bahwa pengalaman Kang Bibin pernah
belajar dan bertualang di luar negeri membuatnya menjadi seorang yang penuh
perhitungan taktis.
Obrolan "Kamu tahu apa tentang aspal hotmix" atau "Balada Kopi Rempah" di Rosa Ecolodge. dan semuanya dianalisa secara milenial |
Dalam urusan tulis menulis
artikel untuk buku, dia berkontribusi mengkritisi seandainya ada kata/ kalimat/
susunan yang kurang pas. Ketika memberikan pandangan, terutama dalam suatu
obrolan, dia kerap mendasarkannya pada suatu data yang lalu dicerna dan
dianalisisnya. Salah satu contoh yang beberapa kali saya dengar dan disampaikan
olehnya (pada beberapa orang yang berbeda) adalah tentang keunggulan absolut
dalam pengembangan wisata alam. Oh ya, setahu saya urusan keunggulan mutlak/
absolut dan keunggulan komparatif itu berasal dari dunia perekonomian, tetapi Kang
Bibin bisa mentransformasikannya ke dunia pariwisata.
Mengambil contoh pengembangan
wisata di Pulau Komodo yang menghebohkan jagat viral indonesia sebab terrekam
seekor komodo seperti menghadang truk proyek yang sedang menunaikan tugasnya
membangun Geopark Premium bertema “Jurassic Park” di Pulau Rinca, Kang Bibin
punya analisis sederhana nan masuk akal, yang kalau dibunyikan lebih kurang begini:
“Nggak usah bikin yang aneh-aneh di Pulau Komodo, apalagi yang mengundang
kontroversi; yang penting itu meningkatkan upaya konservasi komodo dan
habitatnya. Kenapa? Karena sudah ada keunggulan absolut di sana, yaitu
keberadaan komodo; titik. Semua orang, kalo mau melihat komodo di habitat
aslinya, ya pasti harus datang ke Indonesia, ke Pulau Komodo atau Rinca. Tanpa
dibuat sesuatu yang aneh-aneh atau ajaib di sana, maka potensi wisatawan yang berkunjung
sudah besar banget. Tinggal bagaimana pemangku kepentingan membuat pengembangan
kepariwisataan yang mendukung eksistensi keunggulan absolut tersebut, bukan malah
mengacaukannya dengan sesuatu yang cenderung mengada-ada.” Ya, itulah salah
satu contoh analisis Kang Bibin.
Serunya melakukan analisis jalur Geotrek Kakapa |
Keanalitisan paling
mengesankan adalah urusan perencanaan jalur Via Ferrata Mount Parang, seperti yang
dia kisahkan pada saya saat kami melakukan pelayaran di Kepulauan Seribu. “Jadi
gini Mas Agus, sebelum membuka jalur pemanjatan, saya melakukan riset dan pengamatan
selama beberapa hari. Sisi tebing mana yang paling asyik untuk dipanjat, bagaimana
arah sinar matahari pagi dan sore yang berpotensi untuk dinikmati saat sunrise dan sunset dari atas bukit. Apakah ada ruang-ruang atau ceruk tempat
peristirahatan yang aman; bagaimana pemandangan jalur dari dan ke arah Waduk Jatiluhur?,
dan sebagainya. Semuanya saya telaah satu persatu dan dihubung-hubungkan. Guna menentukan
base camp, saya juga pelajari tentang
kemudahan pencapaian dari jalur utama, termasuk urusan evakuasi seandainya
terjadi keadaan darurat. Setelah semua saya analisis, barulah saya eksekusi
dengan perencanaan lebih detil.”
Kenangan makan siang di Balanan.... setelah itu pasti ngobrolin konservasi. |
Ya, Kang Bibin punya kebiasaan
menganalisis, maka tak ragu lagi dia saya sebut sebagai ANALISATOR melengkapi “A” sang “Pemanjat.” Kita perlu meneladan
semangatnya dalam berpikir secara global sebelum melakukan aksi-aksi lokal sehingga
proses dan hasilnya memuaskan dan bisa dipertanggungjawabkan.
Tulus
Usai menjelajah trekking di Puncak Gibon, Tangkahan,
saya kurang tahu persis gimana percakapan awalnya, namun Kang Bibin lalu
memberikan kenang-kenangan berupa cover HP transparan yang dibawanya, kepada
salah seorang petugas polisi hutan yang menemani kami menjelajah. Wow, baik hati
ya. Sebelumnya saya lihat Kang Bibin mengenakan cover itu di tangan atau
lengannya dalam upaya melindungi HP yang tetap digunakan untuk merekan
momen-momen survey kami. Sang polisi hutan berterimakasih atas kenang-kenangan
dari Kang Bibin tersebut, yang saya yakin diberikan secara tulus.
Tinus dan Kang Bibin dengan cover HP di lengan kirinya sedang menyeberang Sungai Buluh. |
Jauh sebelum saya kenal dengan Kang Bibin, kami
sebetulnya tergabung dalam grup WA EL-Preneur Indonesia. Pernah pada suatu
saat, dia memberikan fasilitas pendakian di Via Ferrata Mount Parang secara
gratis, pada para fasilitator yang tergabung dalam AELI (Asosiasi Experiential
Learning Indonesia). Lepas dari upaya promosi usahanya, namun karena ketulusan
hatinyalah maka “kemewahan” tersebut bisa dinikmati oleh banyak pihak. Dalam
berbagai kesempatan penjelajahan, saya melihat dan menikmati ketulusan-ketulusan
sederhana yang dipraktikkan Kang Bibin, semisal sekedar membawakan tas saat ada
anggota tim yang naik turun perahu.
Setelah 5 hari kebersamaan menyelesaikan konten
buku secara bersama di Tanakita, kami melanjutkan proses melalui koordinasi
online. 12 Desember 2020, Kang Bibin masih sempat berkabar via Grup WA, bahwa
dia sedang terdampar dalam “Pola Perjalanan Nginap di atas tebing,” sambil
pamer foto dia sedang asyik tiduran di ketinggian Mount Parang. Rupanya itu
adalah interaksi terakhir kami, karena keesokan harinya dia mendapat musibah
diserang tawon Vespa affinis saat sedang mendampingi tamu melakukan pemanjatan. Diantara
beberapa orang yang mengalami serangan “ribuan tawon,” Kang Bibin yang mendapat
efek paling parah, sementara yang lain bisa lebih cepat pulih.
Kang Bibin yang tulus "menjepret" aktivitas tamu-tamunya |
Ketulusan dalam menjamu dan menemani langsung para tamu adalah salah satu sifat Kang Bibin, walaupun bisa dikatakan dia sudah punya tim yang handal. Melalui berbagai ketulusan kecil lain yang saya saksikan sendiri, maka sudah layak bahwa Kang Bibin disebut juga sebagai orang yang TULUS, melengkapi “T” seorang “Pemanjat”
Epilog
16
Desember 2021 tim kami, diwakili oleh Mas Eko dan Tinus mempresentasikan draf
buku di hadapan pemberi tugas. Vandel kenangan untuk tim kami, sempat dibawa
dan diperlihatkan pada Kang Bibin di ICU tempat dia dirawat secara intensif,
untuk memberi motivasi padanya sambil kami berharap dia cepat sembuh.
Vandel penghargaan untuk Tim Penyusun Buku yang diperlihatkan pada Kang Bibin di ruang perawatannya |
Minggu
malam tanggal 3 Januari 2021, entah kenapa selepas jalan Tol
Indralaya-Palembang saya memilih jalan kota melalui Kecamatan Kertapati,
daripada lewat Jakabaring seperti biasanya kalo mau masuk kota Palembang. Nama lengkap
Kang Bibin adalah Muhammad Rubini Kertapati. Orang tua Kang Bibin menyematkan
nama daerah tersebut sebagai nama belakangnya sebagai pengingat bahwa dia
memang dilahirkan di Kertapati, saat sang orangtua mendapat tugas di Palembang.
Setidaknya itulah kenangan “Kertapati” seperti diceritakannya pada saya saat
kami ngobrol di dalam suatu perjalanan survey.
Senin
siang, tanggal 4 Januari 2021 saya mendapat kabar bahwa Kang Bibin sudah menuntaskan
“pemanjatannya” menggapai Kang Khalik. Kelu hati ini, namun apa sih daya kita
manusia yang masih bertualang di dunia ini, selain mengikuti kehendak-Nya.
Imajinasi untuk berkumpul lagi bersamanya guna mengadakan sukuran
keterselesaian misi penulisan buku, juga kesembuhan dirinya pupus sudah; atau
setidaknya perlu direvisi lagi; seperti proses penulisan buku kami yang bolak-balik
perlu perbaikan.
Kebersamaan makan (kesiangan) di Tanakita |
Selamat
jalan Kang Bibin, sang “Pemanjat Niat.” Hanya catatan sederhana ini yang bisa kutulis
guna mengenang kebersamaan singkat kita dalam tim penulisan buku “Menjelajahi Keindahan Taman
Nasional; Pariwisata untuk Konservasi.” Semoga keseharianmu yang PEMANJAT
(Pelestari Ekowisata, Motivator, Antusias, Ngotot, Jeli, Analisator, dan Tulus)
bisa lebih menginspirasi lebih banyak orang dalam mendaki atau memanjat niat masing-masing.
Kini kami hanya bisa memanjatkan doa, semoga engkau mendapat tempat terbaik di
sisi-Nya.
Agustinus
Susanta,
Selamat jalan Kang Bibin... (foto terakhir yang kami terima darinya) |
Terima kasih Mas Agustinus Susanta buat tulisannya. It warms our heart to know how he lives his life during the last few months. Kalau boleh di share foto-foto uda Bibin, abang saya, sangat berterima-kasih sebelumnya.
BalasHapus